Presiden RI Joko Widodo (tengah) menyalami pedagang usai peresmian di Pasar Manis Purwokerto, Banyumas, Jateng, Rabu (4/5). Jokowi meresmikan pasar manis yang merupakan bagian dari program revitalisasi 1000 pasar tradisional pada tahun 2015. ANTARA FOTO/Idhad Zakaria/pd/16.

Jakarta, Aktual.com — Nyali Presiden Joko Widodo (Jokowi) diuji di proyek reklamasi Teluk Jakarta. Keputusan tiga menteri Kabinet Kerja melakukan moratorium terhadap proyek reklamasi tidak dilaksanakan oleh pengembang. Hingga kini pengerukan pasir yang merusak ekosistem pesisir pantai mulai dari Banten-Jakarta terus berlangsung.

Beranikan Jokowi menerbitkan Instrukti Presiden (Inpres) untuk memperkuat dasar hukum moratorium tersebut. Hal inilah yang dikemukakan oleh Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Riza Damanik.

“Pada kenyataanya, reklamasi masih terjadi di lapangan meskipun sudah ada moratorium. Pembangkangan seperti ini‎ tidak boleh dibiarkan. Kewibawaan negara harus diselamatkan. Caranya dengan instruksi presiden tentang moratorium reklamasi seluruh Indonesia. Karena reklamasi tidak hanya terjadi di Jakarta, tapi di 30an titik di Indonesia,” ucap Riza, Menteng, Jakarta, Minggu (8/5).

Inpres menurut Riza adalah solusi untuk menghentikan kerusakan lingkungan. Jika ada pengembang yang nakal, pemerintah pusat tinggal memberikan sanksi hingga bisa juga berujung pidana. Lanjut Riza, reklamasi tidak memiliki urgensi apapun bagi permasalahan di Jakarta, olehnya, proyek pembangunan 17 pulau palsu yang ditaksir menghabiskan 3.489.283.343 meter kubik pasri atau, 632.911 meter kubik pasir per pulaunya.

“Sejak awal juga, kami menganggap reklamasi itu tidak perlu, tidak ada urgensinya. Karena reklamasi itu tidak menjawab akar persoalan di Teluk Jakarta, baik soal pencemaran dan perbaikan kehidupan masyarakat Jakarta,” terang dia.

Lebih lanjut, bilamana pemerintah betul berniat untuk mengembangkan ekonomi masyarakat, Riza menyarankan jika pemerintah bisa menguatkan kembali poros maritim dalam membangun masysarakat seperti janji kampanye Jokowi saat mencalonkan diri menjadi Presiden RI ke 7.

Dengan kembali pada poros maritim, menurut Riza, masyarakat khususnya yang berada di pesisir dapat ikut serta dalam pembangunan kota. Sehingga, nelayan bersama pemerintah bisa membangun suatu kampung nelayan yang bernilai ekonomis tanpa harus merusak alam sekitarnya. Baginya, pembangunan seperti itu lebih adil dan kembali pada kearifan lokal di daerahnya masing-masing.

“Ini bisa jadi konsep baik yang sejak ratusan tahun lalu jadi pusat kejayaan maritim Indonesia,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh: