Menyangkut dugaan keterlibatan HRS, seharusnya sebelum upaya konfirmasi dengan pihak-pihak terkait chat tersebut dilakukan, polisi sudah harus mengantongi bukti keaslian chat dan menangkap pihak yang mempublikasikan. Sebab, jika tidak demikian maka polisi dengan mudah dituduh melanggar hak privat warga negara sebagaimana telah dirumuskan dalam pasal 12 Deklarasi HAM PBB.

WhatsApp Palsu Atau Rekayasa?

Secara teknis, membuat sebuah rekaman atau bahkan melakukan percakapan rekayasa melalui aplikasi chat seperti WhatsApp bukanlah hal yang mustahil. Menurut Moch. Almazaki, Praktisi dan Ahli IT Developer dan Telecom Consulting serta penggiat Jaringan Teknisi Ponsel Indonesia dari ITB Bandung kepada kanigoro.com, ada beberapa modus yang bisa dilakukan oleh pihak tertentu untuk menjatuhkan, mengangkat atau menggiring opini via percakapan aplikasi chat.

Pertama, melalui manipulasi grafis. Caranya dengan membuat percakapan di aplikasi chat dan nomor yang dihubungi diganti dengan nama seseorang. Cara ini yang paling mudah dan paling banyak digunakan orang untuk membuat percakapan hoax.

Kedua, lebih tinggi dari level pertama yaitu membuat fake aplikasi dengan tampilan yang sama persis dengan server lokal yang bisa didownload di smartphone sendiri dengan mengidentitaskan si A, B atau C untuk membuat percakapan hoax, cara ini tanpa menggunakan authorisasi nomor, email atau akun tertentu untuk melakukannya. Kemudian di ambil gambarnya atau direkam yang selanjutnya disebarkan lewat jejaring sosial.

Ketiga, level dengan kelas yang lebih tinggi yang dilakukan profesional untuk maksud tertentu terhadap orang penting atau publik figur yaitu dengan cara mapping number dan membuat server khusus yang bisa menjerat dan membuat nomor target tanpa sepengetahuannya. Dengan cara ini, pelaku bebas melakukan chatting, SMS khusus dengan orang lain tanpa diketahui yang punya nomor.

Artikel ini ditulis oleh:

Nelson Nafis
Andy Abdul Hamid