Sejumlah Jamaah Majlis Dzikir Ikhwanusshofa melakukan ziarah kubur di makam Mbah KH Husen, salah satu penyebar Agama Islam di Pantai Utara Jawa, Pamanukan, Subang, Jawa Barat, Minggu (29/4). Ziarah tersebut merupakan salah satu tradisi menjelang bulan suci Ramadan. AKTUAL/Istimewa

Jakarta, Aktual.com – Seperti dijelaskan sebelumnya, nafs ada yang bersifat ammarah (memerintah), lawwamah (suka mencaci), dan muthma’innah (tenteram).

Menurut Ibnu Atha’illah, melalui dzikir, nafs dalam diri manusia itu seolah-olah menyadari bahwa dirinya sedang berada dalam sebuah rumah yang penuh dengan segala hal buruk seperti kotoran, anjing, babi, singa, macan, dan gajah.

Lalu setelah ia bergumul dengan berbagai macam keburukan itu, ia berusaha mengeluarkannya. Ia pun sempat terluka oleh binatang-binatang buas yang ada di dalamnya. Karena itu, ia segera melakukan dzikir dan munajat agar dzikir tersebut bisa mengalahkan dan mengeluarkan mereka.

Nafs lawwamah terus berusaha sekuat tenaga mengumpulkan berbagai perabotan sampai akhirnya rumah itu menjadi indah. Setelah itu, barulah rumah tersebut layak dihuni dan ditempati sang penguasa (dzikir).

Ketika dzikir bertempat di dalamnya dan tatkala al-Haq tampak dengan jelas, nafs itu pun kembal pada kondisi muthma’innah (tenteram). Itulah nafs yang mendapatkan cahaya kalbu secara sempurna.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid