Nusa Dua, Aktual.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, memastikan nilai tukar mata uang Rupiah terhadap dolar AS yang masih mengalami perlemahan, terjadi karena pengaruh dari membaiknya kondisi ekonomi di AS.

“Kita melihat ekonomi AS itu masih sangat mendominasi dan pergerakannya cepat sekali,” kata Sri Mulyani saat ditemui pada sela-sela Pertemuan Tahunan IMF-WB 2018 di Nusa Dua, Bali, Senin (8/10).

Sri Mulyani menjelaskan membaiknya kondisi ekonomi AS tersebut menyebabkan terjadinya kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Fed) dan disertai oleh penyesuaian imbal hasil obligasi negara AS dengan tenor 10 tahun.

“Kita lihat dua-duanya bergerak, suku bunga The Fed naik dan ‘yield bonds’ 10 tahun naik, ini semakin menkonfirmasi bahwa akselerasi ekonomi AS makin tinggi,” ujarnya.

Ia menambahkan ekonomi AS akan terus berakselerasi hingga mencapai titik keseimbangan baru, karena kenaikan suku bunga acuan The Fed diproyeksikan akan terus terjadi, sebanyak satu kali di 2018 dan dua atau tiga kali pada 2019.

Untuk itu, Sri Mulyani mengingatkan pentingnya memperkuat fundamental perekonomian, agar pergerakan rupiah dapat lebih stabil dalam menghadapi tekanan eksternal, meski depresiasi yang sedang terjadi tidak bisa dihindarkan sebagai respon atas kondisi global.

“Oleh karena itu harus dilakukan penyesuaian, baik di dalam strategi pembangunan supaya lebih stabil atau berdaya tahan, dan dalam bentuk nilai tukar yang dalam hal ini fleksibel. Kita memang harus berhati-hati dari pergerakan ini,” ujarnya.

Selain itu, ia memastikan pemerintah dan Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dalam menjaga kinerja perekonomian serta pergerakan mata uang rupiah secara keseluruhan agar tidak rentan terhadap dinamika lingkungan global.

Sementara itu, pergerakan nilai tukar Rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin sore, melemah tipis sebesar dua poin menjadi Rp15.185 dibandingkan posisi sebelumnya Rp15.183 per dolar AS.

Pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia Tbk Rully Nova mengatakan bahwa perlemahan rupiah relatif terbatas terhadap dolar AS seiring aktifnya penjagaan Bank Indonesia.

“Sentimen eksternal, terutama dari Amerika Serikat masih negatif bagi mata uang negara berkembang, namun Bank Indonesia melakukan intervensi sehingga rupiah tidak tertekan lebih dalam,” ujarnya.

Ia mengatakan data ekonomi Amerika Serikat yang cukup positif memicu spekulasi bahwa ruang bagi The Fed untuk kembali menaikan suku bunga acuannya cukup terbuka dan membuat instrumen investasi di negara berkembang menjadi kurang menarik.

“Dana di pasar negara berkembang cenderung menuju AS, situasi itu memicu rupiah masih cenderung melemah,” katanya.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: