Jakarta, Aktual.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) tidak harus menggunakan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) apabila dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 yang menjadi dasar penyaluran dana PEN.
“Kalau kita akan melakukan realokasi seperti refokusing, pasti ada alasannya dan ada dasarnya. Tapi kalau, kita bisa saja melihatnya dari sisi landasan hukum, yang harusnya konsisten, saya juga tidak masalah, pos yang lain pun bisa dilakukan (realokasi),” kata Menkeu Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI sebagaimana dipantau di Jakarta, Rabu.
Menurutnya, untuk pembangunan IKN pemerintah juga bisa menggunakan anggaran yang dialokasikan kepada kementerian dan lembaga terkait, misalnya anggaran untuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) yang sebesar Rp110 triliun pada 2022.
“Jadi kalaupun PEN tidak boleh dihubungkan dengan IKN, ya tidak apa-apa juga. PEN-nya tetap saja, nanti kita menggunakan pos di dalam Kementerian PUPR,” kata Sri Mulyani.
Dalam kesempatan yang sama, Sri Mulyani mengatakan dapat menggunakan anggaran PEN kluster penguatan ekonomi sebesar Rp178,3 triliun yang pada 2020 juga sempat digunakan untuk program ketahanan pangan.
“IKN ini termasuk yang akan bisa dimasukkan di dalam kluster ketiga ini kalau kementerian terkaitnya siap,” terangnya.
Ia mencontohkan sebagian dari dana PEN kluster penguatan ekonomi dapat digunakan untuk membangun infrastruktur esensial di IKN apabila Kementerian PUPR telah siap melakukan eksekusinya.
“Kita akan lihat kesiapan kementerian dan lembaganya, kemampuan eksekusinya, dan dampak ekonominya yang paling optimal sehingga kita berikan prioritas untuk bisa menggunakan yang Rp178,3 triliun,” kata Sri Mulyani.
Pemerintah sebelumnya memperkirakan total kebutuhan anggaran untuk Ibu Kota Negara (IKN) mencapai Rp466 triliun. Kebutuhan anggaran ini akan dipenuhi melalui APBN sebesar Rp89,4 triliun, Rp253,4 triliun dari kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), dan Rp123,2 triliun dari swasta.
Artikel ini ditulis oleh:
Dede Eka Nurdiansyah