Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan saat memberikan pidatonya dan membuka dalam acara Simposium Nasional " Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Sejarah" di Jakarta, Senin (18/4/2016). Dalam acara Simposium " Membedah Tragedi 1965 , Pendekatan Sejarah" dilaksanakan selama dua hari dari tanggal 18/19 April 2016 dan dihadiri oleh 200 kelompok korban 1965 dan sebelum peristiwa tahun 1965,Kapolri, Mendagri, Menkumham, Menkopolhukam dan Jaksa Agung.

Jakarta, Aktual.com- Indonesia saat ini tengah menghadapi ancaman gerakan separatisme yang menamakan diri Gerakan Pembebasan Papua Barat (UMLWP). Demikian disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan menjelang pertemuan tingkat tinggi Kelompok Negara-Negara Melanesia (MSG) yang akan berlangsung di Kepulauan Solomon, 14-16 Juli 2016.

“Ada upaya-upaya dari kelompok separatis, tujuannya mereka ingin masuk tetapi mereka kan bukan negara, hanya NGO. Ya tidak bisa lah,” ujar dia saat ditemui usai menggelar rapat tentang “Crisis Centre” pembebasan sandera WNI ABK di Jakarta, Jumat malam (7/1).

Pernyataan tersebut merujuk pada kelompok bernama Gerakan Pembebasan Papua Barat (UMLWP) yang ingin bergabung dalam MSG di mana Indonesia merupakan salah satu anggota tidak tetap.

Dalam upaya menaikkan status dari kelompok peninjau menjadi anggota penuh MSG, UMLWP dianggap tidak memiliki legitimasi dan tidak mewakili masyarakat Papua.

Menurut Luhut, tudingan bahwa Indonesia kerap menganaktirikan Papua dengan tidak mengindahkan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di pulau tersebut, sudah tidak terbukti.

Pasalnya, pemerintah Indonesia telah mengupayakan penanganan dan penyelesaian masalah HAM di Papua secara holistik melalui pembentukan tim terpadu yang bertugas menghimpun data, informasi, dan analisa, kemudian melaporkan hasilnya kepada Presiden Joko Widodo.

Tim terpadu yang dibentuk Kemenkopolhukam ini bertujuan untuk mempercepat penuntasan penyelidikan pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat, yang telah diinisiasi Komnas HAM pada 2011.

Dengan tidak melakukan intervensi terhadap kinerja tim terpadu, Luhut menegaskan bahwa siapapun yang diketahui bersalah dalam kasus pelanggaran HAM di Papua akan diproses hukum.

Untuk mendukung proses penyelidikan yang transparan, Menteri Luhut juga mengundang Dubes Selandia Baru untuk Indonesia Trevor Matheson, Dubes Solomon untuk Indonesia Salana Kalu, Dubes Fiji S.T Cavuilati dan Dubes Papua Nugini Peter Ilau sebagai pengamat.

“Keempat dubes itu memberi tanggapan positif atas kebijakan ini. Semua mengapresiasi pemerintahan Presiden Joko Widodo,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara