Menteri BUMN Rini M Soemarno (ketiga dari kiri) dan Menteri Pariwisata,Arief Yahya (kedua dari kiri) didampingi antara lain Direktur PT Aerowisata, Gatot Satriawan, Direktur Utama PT Hotel Indonesia Natour,Iswandi Said serta Direktur Utama PT Patrajasa,M.Haryo Yunianto bersama sama memukul genderang menandai peresmian pembentukan Hotel Indonesia Group (HIG) di Jakarta , Rabu (28/9). Selain memperkenalkan portal/website HIG dan meresmikan logo baru untuk memperkuat identitas HIG,juga dilakukan penandatangan sinergi 16 BUMN lainnya untuk kebutuhan supply chain, SDM, dan hotel management.Saat ini HIG terdiri dari 26 hotel yaitu 7 hotel milik Aerowisata, 12 hotel milik Hotel Indonesia Natour, dan 7 hotel milik Patrajasa.Pada kesempatan peresmian tersebut juga 9 hotel milik Pegadaian (Pesona Hotel) dan 1 Hotel milik Taman Wisata Candi di Kawasan Candi Borobudur secara resmi menjadi bagian dari HIG.

Jakarta, Aktual.com-Menteri BUMN Rini Soemarno menyayangkan kebijakan Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara yang melakukan revisi PP No 52 dan 53 soal network sharing dan interkoneksi.

Kendati pihaknya tak mempermasalahkan kebijakan ini, cuma sebagai pemegang saham perusahaan telekomunikasi BUMN dalam hal ini PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk, ada potensi kerugian jika kebijakan interkoneksi ini diterapkan secara sama.

“Untuk revisi PP 52 dan 53 itu, masukan kami harus penghitungan yang fair soal interkoneksi terutama di daerah-daerah terpencil yang untuk investasi itu cost-nya mahal,” tandas Rini seusai acara BUMN Forum 2016 di Jakarta, Kamis (3/11).

“Makanya kami usulkan, tolong dong kalau daerah itu ongkosnya lebih mahal, sepertu di Papua yang lebih mahal dibanding di Jawa, maka kalau mau ada yang menggunakan interkoneksi di Papua itu hitungannya harus B to B (business to business). Tidak dihitung sama seperti di Jawa,” imbuh dia.

Karena memang, ujar Rini, yang memiliki interkoneksi di ujung Indonesia adalah hanya Telkom. Kalau perusahaan operator lain banyak yang tak mau investasi di sana karena mahal. Dan secara kalkulasi bisnis, memang belum menguntungkan.

“Tetapi bagi Telkom dan anak usahanya Telkomsel amsebagai BUMN, tetap ingin menciptakan konektivitas dengan seluruh rakyat Indonesia. Karena itu kami di BUMN melakukan investasi tersebut,” tandas dia.

Revisi kedua PP ini memang diusung oleh Menteri Rudiantara. Kebijakan ini dianggap akan sangat memengaruhi kinerja Telkom. Karena operator telekomunikasi kompetitor seperti Indosat dan XL Axiata tak memiliki jaringan seluas Telkom.

Kemarin, Menkominfo ditanya soal revisi itu malah lempar tanggung jawab. “Wah itu (PP soal tarif interkoneksi) sudah tidak di saya lagi. Sudah di BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia),” katanya.

Dia malah minta jangan lagi hal tersebut ditanyakan ke dirinya, karena regulasi tersebut ada di BRTI.

“Soal intekoneksi itu tanya langsung saja ke BRTI atau Dirjen ya. Saya sudah tak lagi urusi itu,” katanya dengan mimik yang tak suka.

*Busthomi

Artikel ini ditulis oleh: