Banda Aceh, Aktual.co — Menteri yang belum menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) diduga memiliki aset yang bermasalah secara hukum. Sehingga, para menteri itu berupaya untuk mengalihkan asetnya pada pihak lain sebelum melapor ke KPK. 
Hal itu diungkapkan pengamat politik dari Universitas Syah Kuala, Aceh, Aryos Nivada saat dimintai tanggapan terkait sejumlah menteri yang belum menyerahkan LHKPN kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (7/11).
“Faktor lain yang membuat menteri enggan menyerahkan LHKPN itu adalah karena tidak berintegritas. Ini soal karakter pribadi. Seharusnya, ketika menjadi pejabat publik, menteri itu menyadari mereka harus terbuka dengan kekayaan yang dimilikinya,” sebut Aryos.
Selain itu, sambung Aryos, para menteri yang belum menyerahkan LHKPN itu beralasan sedang sibuk menata struktur pejabat di lingkungan kementeriannya. Namun, sejatinya, kesibukan tidak dijadikan alasan sehingga lambat menyerahkan LHKPN kepada KPK.
“Saya melihat ada juga kemungkinan bahwa partai politiknya belum memberikan intruksi tegas agar mereka menyerahkan LHKPN ke KPK. Partai politik yang memiliki kader menjadi menteri harus mengintruksikan itu. Agar para menteri ini cepat menyerahkan LHKPN,” ujarnya.
Dia menyesalkan sikap menteri yang lambat menyerahkan LHKPN tersebut. Seharusnya, menteri itu bisa memberi contoh yang baik untuk publik bahwa aset mereka juga patut diketahui masyarakat.
“Lebih baik presiden juga mengingatkan menteri itu agar segera menyerahkan LHKPN. Ini menandakan kabinet ini kabinet terbuka dan kabinet kerja,” pungkasnya. 
Sampai saat ini, baru lima menteri yang menyerahkan laporan harta kekayaan ke KPK, yaitu Menko Perekonomian Sofyan Djalil, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokraksi, Yuddy Chrinandi dan terakhir Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.