Jakarta, Aktual.com – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengesahan Perjanjian antara Indonesia-Rusia terkait Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana atau MLA in Criminal Matters diperlukan untuk menanggulangi kejahatan lintas negara.

“Kerja sama penegakan hukum tersebut untuk menanggulangi kejahatan termasuk lintas negara yang cenderung meningkat, seiring dengan tingginya interaksi dan kerja sama antarmasyarakat,” kata Yasonna dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (1/9).

Agenda raker tersebut adalah mendengarkan pendapat Pemerintah dan fraksi-fraksi terkait RUU MLA in Criminal Matters yang diusulkan oleh Pemerintah.

Dia mengatakan Indonesia memiliki komitmen yang kuat untuk melaksanakan penegakan hukum atas kejahatan lintas negara melalui kerja sama internasional.

Menurut dia, kerja sama penegakan hukum lintas negara semakin penting, seiring dengan semakin meningkatnya hubungan dan kerja sama antarnegara di bidang investasi, perdagangan, dan perbankan yang didukung oleh perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat.

“Kerja sama itu diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan terhadap para investor dan pelaku usaha asing di Indonesia maupun pelaku usaha di luar negeri. Ini mencerminkan negara hadir untuk lindungi kepentingan warga negara dan badan hukum Indonesia,” ujarnya.

Yasonna mengatakan, meningkatnya interaksi antarmasyarakat, sering dimanfaatkan orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindak kejahatan.

Menurut dia, para pelaku kejahatan tersebut memanfaatkan sistem dan celah hukum antarnegara yang memiliki keterbatasan yuridiksi negara untuk menjangkau pelaku tindak pidana.

“Kerja sama penegakan hukum tersebut melalui mekanisme bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana, akan menjadi instrumen untuk menjawab tantangan keterbatasan yuridiksi dan perbedaan sistem hukum,” katanya pula.

Yasonna menjelaskan dalam upaya penegakan hukum lintas negara, salah satu yang menjadi kendala adalah perbedaan sistem hukum, sehingga diperlukan aturan untuk menjembatani perbedaan tersebut.

Menurut dia, perjanjian hukum timbal balik dan pidana dengan negara-negara strategis akan mendukung upaya Pemerintah menjadi anggota Gugus Tugas Aksi Keuangan untuk Pencucian Uang (FATF).

FATF merupakan organisasi antarpemerintahan di dunia untuk menerapkan standar dan memastikan pelaksanaan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, pendanaan terorisme, dan ancaman lainnya terkait integriras sistem keuangan internasional.

“Keanggotaan Indonesia dalam FATF akan meningkatkan persepsi positif atas Indonesia, sehingga dapat lebih menarik sebagai tujuan bisnis dan investasi. Hal itu diharapkan meningkatkan peringkat kemudahan berusaha Indonesia yang saat ini di peringkat 73 dan diharapkan berada di peringkat di bawah 40,” ujarnya.

Menkumham berharap dukungan Komisi III DPR untuk segera membahas RUU MLA in Criminal Matters tersebut dan dapat disetujui di tingkat I maupun tingkat II.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid