Jakarta, Aktual.co — Perayaan Tahun Baru menambah euforia di tengah-tengah masyarakat Muslim, khususnya di Indonesia. Hal ini menjadi tradisi umum bagi umat Muslim di seluruh dunia.
Ada yang rela merogoh koceknya untuk menyewa sebuah villa agar dapat berkumpul bersama kerabat dan teman-temannya. Dan, semua itu mereka lakukan hanya untuk menyambut sebuah malam yang meriah. Malam yang penuh gemarlap kembang api dan suara terompet yang menggema di setiap tempat, malam itu tak lain adalah malam Tahun Baru.
Fenomena ini selalu terulang hampir di setiap akhir tahun. Hampir seluruh penduduk dunia merayakannya, baik itu laki-laki atau perempuan, tua atau muda, kaya atau miskin, tanpa terkecuali umat Islam. Semuanya merayakan malam Tahun Baru dengan penuh suka cita dengan harapan tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya
Dikutip dari berbagai sumber, hanya sebagian kecil kaum muslimin yang tahu tentang hukum perayaan Tahun Baru Masehi, yang sudah tentu perayaan ini bukanlah berasal dari Islam. Menurut para ahli sejarah perayaan ini bersumber dari kaum pagan ‘penyembah berhala’ pada zaman Romawi kuno.
Perayaan ini dipopulerkan oleh Raja Romawi Julius Caesar pada tahun 45 SM dengan mengganti kalender tradisonal dengan kalender Julian. Orang Romawi merayakan tahun baru dengan cara saling bertukar hadiah potongan dahan pohon suci. Mereka juga saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Dewa Janus (Bulan Januari diambil dari nama Dewa Janus). Serta mempersembahkan hadiah kepada kaisar.
Ada sebagian Ulama kontemporer yang membolehkan perayaan Tahun Baru. Akan tetapi sebagian besar Ulama mengharamkan perayaan tersebut. Menurut mereka perayaan tersebut merupakan syiar orang-orang kafir yang semestinya kaum Muslimin tidak ikut-ikutan dalam merayakannya. Berikut ini adalah dalil-dalil yang digunakan Ulama dalam mengharamkan perayaan Tahun Baru Masehi.
Firman Allah SWT dalam surah al-Furqan ayat72,
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”
Dalam ayat tersebut terdapat kata ‘Alzuur’ (perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah). Ibnu Katsir menuliskan di dalam tafirnya bahwa yang dimaksud dengan ‘Al zuur’ adalah perayaan-perayaan orang kafir. Jelas dalam ayat ini Allah melarang kaum muslimin untuk menghadiri perayaan kaum musyrikin.
Hadist Nabi yang terdapat pada kitab Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda,
“إن لكل قوم عيداً وإن عيدنا هذا اليوم – ليوم الأضحى”
“Sesungguhnya bagi setiap kaum (agama) ada perayaannya dan hari ini (Idul adha) adalah perayaan kita.”
Ibnu Hajar Al Asqalani menjelaskan dalam Fathulbari makna hadist tersebut dilarang melahirkan rasa gembira pada perayaan kaum musyrikin dan meniru mereka (dalam perayaan).
Hadist Nabi yang terdapat pada kitab sunan Abu Daud, Rasulullah SAW bersabda,
“من تشبه بقوم فهو منهم”
“ Siapa saja yang Tasyabbuh (meniru) suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”
Walhasil, Islam memandang bahwa toleransi memiliki dasar dan batasan tertentu. Umat Muslim hanya cukup menghargai tanpa harus mengucapkan atau pun ikut meramaikannya dengan mengunakan atribut-atribut tertentu. Aturan tersebut sudah dijelaskan dalam surat Al-Kafirun.
Umat Muslim tidak usah serta merta mengikuti perayaan hari raya agama lain, termasuk perayaan Tahun Baru Masehi. Toleransi antar umat beragama bukan berarti menggunakan atribut agama lain, melainkan tidak memaksakan umat lain untuk mengikuti ajaran mereka dan atribut ibadah serta perayaan mereka.
Dengan demikian, tak layak umat Islam terjebak dalam perangkap seruan toleransi yang tidak dibenarkan dalam Islam. Seharusnya, umat tetap fokus pada tujuannya untuk mengembalikan kehidupan Islam, sehingga Islam bisa diterapkan secara kaffah melalui institusi khilafah.
Dengan khilafah, umat Islam tidak terjebak ke dalam toleransi yang salah dan umat agama lain pun dapat dengan aman beribadah. Wallahu’alam bishawab.
Artikel ini ditulis oleh: