Yogyakarta, Aktual.com – Wacana nasionalisasi PT Freeport Indonesia (PTFI) yang selalu muncul ketika kisruh industri tambang Amerika Serikat dengan Pemerintah Indonesia dipertanyakan tujuan dan kepentingannya.
“Nasionalisasi ini sebenarnya diisukan oleh siapa? Untuk kepentingan siapa? Kalian memperjuangkan rakyat yang mana? Saya mohon untuk ini dijelaskan,” ujar pegiat HAM LBH Yogyakarta asal Papua, Edo Emanuel Gobay, kepada Aktual, ditulis Jumat (12/5).
Menurutnya, hanya ada dua opsi yang selama ini diangkat masyarakat adat Papua, dan itu bukan nasionalisasi. Pertama, tutup PTFI. Keinginan ini muncul dari suku Kamoro dan Amungme, dua suku yang menempati tanah dimana hari ini PTFI melakukan eksplorasi.
Kedua, diakui sebagai subjek hukum kepemilikan tanah adat. Ada sekelompok masyarakat adat kata Edo yang menuntut agar mereka diakui sebagai subjek hukum pemilik tanah adat baik oleh pemerintah maupun PTFI.
Mereka ini ingin dilibatkan dalam setiap perundingan dengan status sebagai subjek hukum pemilik tanah adat supaya kemudian diakui sebagai salah satu pemilik saham atas dasar kepemilikan tanah adat.
“Kedua opsi inilah yang didorong atau dituntut oleh masyarakat adat di Papua. Bila ada opsi lain yang keluar dari bukan orang Papua seperti isu nasionalisasi, ya dipertanyakan,” katanya.
Melihat kegagalan nasionalisasi aset pemerintahan Indonesia atas aset-aset Belanda di tahun 1958 (UU Nasionalisasi Aset), nasionalisasi aset justru melahirkan kapital-kapital yang mengendalikan BUMN. Hal inilah yang mendasari kekhawatiran Edo akan terulangnya sejarah yang sama bila PTFI dinasionalisasi.
Artikel ini ditulis oleh: