“Dari analisis Walhi Sumatera Barat, beberapa wilayah yang mengalami banjir seperti Nagari Guguak, Kecamatan Kayu Tanam, Limapuluh Kota, Pesisir Selatan dan Kota Padang memiliki topografis yang terjal dengan aliran sungai yang pendek,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sumbar Uslaini.
Menurutnya topografis seperti ini menyebabkan aliran air yang cenderung tajam dan menghantam bila curah hujan tinggi, selain itu DAS di lokasi kejadian banjir juga terancam dan kritis.
“Ini bisa dibuktikan dari data deforestasi hutan dari Dinas Kehutanan Sumatera Barat bahwa hutan Sumbar telah mengalami deforestasi dan degradasi dari 1999 hingga 2016 seluas 7.900 hektare atau setara dengan tiga kali luas Kota Bukittinggi,” ujar dia.
Ia menilai deforestasi tersebut terjadi akibat pembangunan dalam sektor legal dan ilegal. Sektor legal alih fungsi lahan, misalnya dalam pemberian izin tambang dalam kawasan hutan dan hulu sungai yang mengancam ekosistem sungai dan kondisi hutan.
Selain itu, pemberian izin oleh pemerintah dalam sektor kehutanan, seperti IUPHH-HA dan HTI (Hutan Tanaman Industri) yang mengakibatkan konversi hutan primer menjadi sekunder.
Bahkan menjadi nonhutan sehingga merusak ekosistem DAS dan menyebabkan longsor dan banjir Walhi menilai jika alih fungsi lahan ini tidak dikendalikan dan fungsi hutan tidak dipertahankan maka kejadian banjir akan terus terjadi setiap musim penghujan.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid