Yogyakarta, Aktual.com – Tumbuh kembangnya pembangunan berskala besar di Provinsi Yogyakarta seperti megaproyek Bandara internasional Kulonprogo maupun industri properti seperti perhotelan, apartemen, resort dan kondominium adalah penerjemahan skema bisnis pariwisata bertajuk MICE atau Meeting, Incentive, Convention and Exhibition.

Hal itu disampaikan Rizky Fatahillah, Kepala Advokasi LBH Yogyakarta, dalam diskusi bertema ‘Menimbang Kembali Rencana Pembangunan Bandara Kulonprogo Sebagai Pembangunan Berisiko Terhadap Lingkungan’, di Yogyakarta ditulis Senin (27/6).

“Dengan skema ini, Yogya ingin didorong menjadi kawasan industri pariwisata yang mampu melebihi Bali, terlebih pasca UU Keistimewaan tahun 2012, investasinya sangat melonjak drastis sekali,” ungkap Rizky.

Diketahui, bisnis MICE (Pertemuan, Insentif, Konvensi dan Pameran) merupakan salah satu skema andalan pariwisata yang menjanjikan di beberapa negara maju seperti Jepang dan Jerman, namun di Indonesia belum termanfaatkan secara baik. Sejumlah wilayah yang menjalankan skema ini yakni Jakarta, Denpasar, Jambi, Jayapura, Ujung Pandang, Medan, Manado, Surabaya, Batam, Yogyakarta, Padang, Palembang, Surakarta dan Samarinda.

Pada kasus Bandara Kulonprogo, bisnis pariwisata MICE begitu digembar-gemborkan pemerintah sehingga opini publik Yogyakarta terbentuk sangat terasa lebih banyak mendukung adanya Bandara ketimbang menolak. Dalam perjalanannya, keberpihakan publik jadi tidak terlalu jelas sebab proyek transportasi udara dianggap berbeda dengan proyek pertambangan.

“Di banyak praktek, tambang terlihat lebih berdampak negatif atas lingkungan, termasuk terkait sentimen pada kelas menengahnya,” tandas Rizky.

Keberadaan Jalur Jawa Lintas Selatan atau JJLS, sambungnya, tak pelak menjadi infrastruktur yang berkaitan strategis baik dengan pembangunan Bandara maupun pertumbuhan industri properti yang mengikuti. Hal ini diamini Direktur Wahana Lingkungan Hidup Yogyakarta, Halik Sandera.

“Bermacam multiplier effect proyek Bandara ini antara lain ya pelebaran JJLS, akhirnya atas nama pembangunan lahan-lahan penduduk akan kembali terampas,” tegas Halik.

Disamping itu, sambungnya, terdapat pula rencana pembangunan fly-over dan jalur kereta api. Akibatnya, alih fungsi lahan tani produktif di Kulonprogo turut mengancam ketersediaan pangan khususnya bagi masyarakat Yogya dan sekitarnya.

Laporan: Nelson Nafis

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Nelson Nafis
Editor: Arbie Marwan