Jakarta, aktual.com – Syekh Yusri hafidzahullah Ta’ala wa ro’ah menjelaskan dalam pengajian Shahih Bukharinya, bahwa tidaklah setiap musibah menimpa seorang mukmin kecuali akan menjadi kaffarah (penghapus dosa) baginya. Hal ini adalah sebagaimana sabda baginda Nabi SAW :
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah sesuatu menimpa kepada seorang muslim dari kesusahan, rasa sakit, kegelisahan, kesedihan, sesuatu yang menyakitkan dan membuatnya bersedih hingga duri yang mengenainya, kecuali Allah jadikan semuanya itu sebagai penghapus atas kesalahan-kesalahannya,” (HR. Bukhari).
Merupakan fadhal dan rahmat Allah Ta’ala, menjadikan segala sesuatu yang secara dzahirnya adalah perkara tidak disukai oleh seseorang, akan tetapi Allah jadikannya sebagai penghapus atas dosa-dosanya. Dan tidaklah seorang mukmin kecuali pasti akan mengalaminya, oleh karena Allah mencintainya.
Sehingga hati seorang mukmin tidaklah condong kecuali hanya kepada Allah Ta’ala saja. Tidak condong kepada harta, sehingga menjadikannya terlena, sebagaimana Allah mencobanya dengan kefakiran agar kembali kepadNya. Allah mencobanya dengan sakit, agar menghapuskan segala dosanya, serta mengangkat derajat di sisiNya. Allah menghendaki agar kita menjadi Abdul Mun’im (hamba Dzat yang memberi ni’mat) bukan Abdunni’mah (hamba dari ni’mat itu sendiri), menjadi Abdul Mubli (Dzat yang memberi coba) bukan Abdul bala (hamba dari cobaan itu sendiri). Sehingg kita benar-benar menjadi hamba Allah yang hakiki.
Allah mencobanya dengan sesuatu yang membuatnya bersedih atas sesuatu yang telah menimpanya ataupun kegelisahan yang dikhawatirkannya, segala kesengsaraan yang menimpanya, hingga sesuatu sekecil apapun yang melukainya, Allah dengan segala fadzalnya jadikan sebagain penghapus dosa umat baginda Nabi SAW.
“Apabila kita melihat hadits di atas, segala hal sekecil apapun yang Allah tuliskan untuk menimpa seorang hamba mukmin yang membuatnya bersedih, maka semuanya akan menghapuskan kesalahannya,” tambah Syekh Yusri.
Maka beruntunglah bagi mereka yang memahami makna ini dan bersabar serta menerima ta’arrufat ilahiyyah (pengenalan Tuhan terhadap hambaNya) melalui qodho dan qodar yang telah Allah tuliskan untuknya.
Hal ini sebagaimana sabda baginda Nabi SAW
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ
“Barang siapa yang Allah kehendaki baik untuknya, maka Allah akan memberikan cobaan untuknya,” (HR. Bukhari).
Sesungguhnya kebaikan ini adalah dengan dirinya kembali kepada Allah dan memanggil ya Robb, tambah Syekh Yusri. Maka ridhalah terhadap semua yang telah Allah tuliskan untukmu, karena sesungguhnya Allah telah menjadikan kebaikan untukmu dalam segala sesuatu.
Imam Ibnu Athaillah As Sakandari RA mengatakan dalam munajatnya:
إِلّهِي قَدْ عَلِمْتُ بِااخْتِلَافِ الآثَارِ وَتَنَقُلَاتِ الأَطْوَارِ أَنَّ مُرَادَكَ مِنِى أَنْ تَتَعَرَّفَ إِلَيَّ فِى كُلِّ شَيْئٍ حَتَّى لَا أَجْهَلَكَ فِى شَيْئٍ
“Wahai Tuhanku, telah ku ketahui bahwa dengan perubahan atsar (segala sesuatu yang terjadi dari atsar Nama, Sifat dan Perbuatan Allah), dan berputarnya qadar, bahwa sesungguhnya kehendak Engkau adalah agar aku mengenalMU di segala sesuatu, sehingga aku tidak melupakanmu dalam segala sesuatu,” (Hikam Al ‘Athaiyyah).
Waallahu a’lam
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain