Sejumlah umat muslim melakukan salat istiqa di pelataran Masjid Muhammad Cheng Hoo Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Sabtu (24/10). Salat istisga tersebut untuk meminta ditunkannya hujan pada musim kemarau dan agar berhentinya kebakaran hutan yang menyebabkan kabut asap di wilayah Sumatera dan Kalimantan. ANTARA FOTO/Yusran Uccang/pd/15

Jakarta, Aktual.com – Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBTMC-BPPT), Tri Handoko Seto, mengimbau kepada masyarakat agar bisa menghemat air saat kemarau.

Ia mengatakan, hampir sebagian besar wilayah di Indonesia saat ini sedang mengalami kesulitan air, seperti Pulau Jawa, Pulau Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Pulau Sumatera, serta beberapa daerah lain di Indonesia bagian selatan.

“Saya harap masyarakat bisa menghemat air karena musim kemarau masih panjang,” katanya, di Jakarta, Senin (8/7).

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melalui situs remi menyebutkan April adalah awal kemarau 2019 dan Indonesia tahun ini akan menghadapi fenomena iklim El Nino sebesar 55 sampai 60 persen. Sedangkan pada Juli hingga September 2019 iklim diprediksi lebih kering.

“El Nino terjadi bersamaan dengan puncak musim hujan jadi dampaknya tidak kelihatan. Tapi masyarakat tetap harus mengantisipasi hal tersebut,” kata dia.

Menurut dia, masyarakat bisa menghemat air dengan melakukan langkah-langkah sederhana yang bisa diterapkan di rumah, seperti tidak membuang air dengan membiarkan keran yang terus terbuka, serta menggunakan air secara efektif dan efisien yaitu dengan menggunakan kembali air yang telah dipakai untuk kegiatan lainnya.

Selain itu, bagi masyarakat yang memiliki lahan pertanian juga diharapkan agar sesegera mungkin melakukan pengisian air ke waduk-waduk jika masih dimungkinkan.

Ia melanjutkan, saat ini BPPT sedang bekerja sama dengan pemangku kepentingan, di antaranya Kementerian Pertanian dalam rangka merencanakan pembuatan hujan buatan guna memenuhi kebutuhan air bagi tanaman.

“Kita selalu melakukan koordinasi dengan pemangku kepentingan seperti Kementerian Pertanian dan pihak desa untuk merencanakan ini,” ujarnya.

Ia mengatakan, biasanya hujan buatan dilakukan sebelum kemarau karena masih ada awan dan air yang dihasilkan banyak sehingga bisa tertampung penuh oleh waduk warga.

“Kalau kita laksanakan dua atau tiga bulan sebelumnya, air itu bisa digunakan oleh masyarakat saat kemarau seperti sekarang untuk keperluan irigasi dan aktivitas sosial lainnya untuk mencegah kekeringan,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan