Petugas dari satuan Brimobda DIY Satgas Amole III 2015 BKO PT Freeport Indonesia berjaga di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, Sabtu (19/9). Satgas Amole III bertugas guna menjaga wiayah pertambangan Freeport dari berbagai gangguan. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nz/15

Jakarta, Aktual.com — Direktur Central for Indonesian Resources Strategic Studies (Ciruss), Budi Santoso mempertanyakan urgensi dari wacana perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia (PTFI) meskipun Pemerintah menutupinya dengan istilah jaminan investasi jangka panjang.

“Ugensinya apa? Investasi jangka panjang selain Freeport banyak, banyak yang teriak, ga ada tuh diperhatikan. Jadi alasan Pemerintah menjamin itu patut kita pertanyakan,” kata Budi kepada Aktual di Jakarta, Kamis (15/10).

Dirinya juga menegaskan bahwa rakyat patut menyoroti serta mengkritisi rencana Pemerintah yang ingin mengubah regulasi demi memuluskan upaya perpanjangan perusahaan tambang asal AS itu.

“Niat pemerintah mengganti Peraturan Pemerintah (PP) dari dua tahun jadi 10 tahun patut dipertanyakan,” ujar dia.

Menurutnya, seharusnya Pemerintah telah memiliki kajian secara mendalam terlebih dahulu sebelum bernegosiasi dengan Freeport termasuk kajian bagaimana jika Pemerintah mengambil alih hak pertambangan di tanah Papua itu.

“Opsi itu ada ditangan pemerintah, diperpanjang atau tidak. Tapi kalau disuruh kelola sendiri, Pemerintah selalu beralasan dua hal,” ucapnya.

“Pertama soal teknologi dan manajemen. Padahal, kita kan bisa beli teknologinya, karena Senior Operation di sana (Freeport) itu orang Indonesia semua kok. Pasti keuntungan Negara akan lebih besar,” imbuhnya.

Kedua, soal pendanaan, Pemerintah akan berdalih tidak memiliki dana cukup untuk membiayai investasi tambang Freeport, padahal Pemerintah bisa saja melakukan pinjaman yang cukup besar pada perbankan dengan menjaminkan aset tambang yang berada di Timika, Papua tersebut. Sebagaimana yang dilakukan Freeport dalam berinvestasi di Indonesia.

“Mereka butuh USD15 Miliar untuk tambang Underground dan Smelter, apakah itu berasal dari kas internal? Bukan. Melainkan hasil dari menggadaikan porto folio kekayaan alam tambang kita, karena penjualan Freeport saja hanya USD5 Miliar per tahun. Gross profitnya 50 persen yakni sekitar USD2,5 Miliar. Dipotong pajak 40 persen, net profit sekitar USD1,5 Miliar,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka