Pimpinan Unit Usaha Syariah Allianz Life Indonesia Yoga Prasetyo (kiri atas), Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta Jaharuddin (kanan atas), Pakar Ekonomi Syariah M. Gunawan Yasni (kiri bawah) dan Entrepreneur Syariah Farida Aryani Sihotang (kanan bawah), saat Webinar Allianz Indonesia dengan tema “Ekonomi Syariah Untuk Negeri” di Jakarta, Rabu (18/11/2020). Unit Usaha Syariah PT Asuransi Allianz Life Indonesia (Allianz Life Syariah) aktif memberikan pemahaman dan informasi kepada masyarakat tentang ekonomi maupun asuransi syariah melalui ragam kegiatan, salah satunya talkshow online. Pandemi COVID-19 memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Menurut Biro Pusat Statistik, kuartal III 2020 ekonomi Indonesia terkontraksi sebesar 3,49%, meskipun tidak sedalam kuartal II, tetapi pertumbuhannya masih di level negatif. Di tengah kondisi ini, pemerintah melakukan serangkaian program pemulihan ekonomi, termasuk yang melibatkan sektor keuangan ekonomi syariah. Benarkah ekonomi syariah bisa menjadi solusi bagi ekonomi Indonesia, terutama di tengah pandemi? Bicara ekonomi syariah berarti bicara inklusi ekonomi, keuangan, dan bisnis. Termasuk memikirkan social activities, karena ekonomi syariah bukan hanya memikirkan kepentingan dunia, tetapi juga akhirat. Ekonomi syariah itu rahmatan lil alamin, bermanfaat bagi semua, karena sudah diterima secara global, bahkan dimulai oleh negara yang bukan mayoritas Muslim. Rahmatan lil alamin juga berarti bahwa ekonomi syariah harus bicara untuk kemanfaatan semua pihak, karena syariah tidak hanya bicara soal profit, melainkan ada unsur tolong menolong di dalamnya. AKTUAL/Eko S Hilman

Jakarta, Aktual.com – Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memperkirakan ekonomi dunia bangkit kembali dari krisis pandemi secara lebih cepat dari perkiraan, sebagian berkat keberhasilan vaksin virus corona, dan upaya stimulus AS, tetapi kemajuan itu tidak merata dan pengangguran tetap menjadi perhatian besar.

OECD, Selasa (9/3) meningkatkan harapannya untuk pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) global menjadi 5,5 persen tahun ini dan 4 persen tahun depan.

Perkiraan itu naik dari perkiraan Desember sebesar 4,2 persen untuk pertumbuhan pada 2021 dan 3,7 persen untuk 2022.

Setelah virus menjerumuskan ekonomi dunia ke dalam krisis tahun lalu, OECD sekarang memperkirakan produksi global akan melampaui tingkat pra-pandemi pada pertengahan tahun ini.

Berbicara di Paris pada hari Selasa (9/3), pimpinan ekonom OECD Laurence Boone memperingatkan akan kesenjangan, dengan pertumbuhan yang lebih cepat di China dan AS, sementara beberapa wilayah lain diperkirakan akan terus berjuang hingga akhir 2022.

Boone meminta pemerintah untuk bergerak lebih cepat dalam memproduksi dan membagikan vaksin untuk membuka kembali ekonomi mereka, dan menambahkan dana untuk meluncurkan vaksin di negara-negara berpenghasilan rendah, serta meningkatkan perizinan dan transfer teknologi.

“Selama virus menyebar di suatu tempat, risiko penularan varian virus lainnya akan lebih besar dan kita perlu menutup beberapa perbatasan. Hal itu akan mengganggu aktivitas dan biaya,” kata Boone.

Ia menambahkan efek lain dari lambannya vaksinasi akan berarti “beberapa sektor penting tetap ditutup untuk waktu yang lebih lama dan bisa memperburuk kesenjangan antar negara dan warga”.

Boone mengatakan OECD menduga “tekanan terhadap inflasi bisa terjadi di AS, tetapi tidak sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan.” Ia menambahkan OECD sudah lama mengingatkan tentang inflasi yang terlalu rendah selama ini, jadi kenaikan inflasi justru akan disambut baik.

Namun, ia juga memperingatkan pasar keuangan mungkin “bisa tiba-tiba bereaksi terhadap berita aliran dana atau modal yang mengalir dari ekonomi pasar berkembang menuju negara-negara dengan pertumbuhan yang lebih tinggi.”

Voice of America