“Jadi, kalau saya dikaitkan dengan tindakan Juhanda (kasus bom Gereja Oikumene Samarinda), sikap zalim dan pemaksaan kasus sebagaimana pada empat kasus yang lainnya. Akan tetapi, apa mau dikata, Anda (majelis hakim) sekalian berkuasa dan pihak kami adalah orang-orang yang lemah, di hadapan Allah kita akan bersengketa,” kata Oman.
Dalam pembelaannya, dia menegaskan bahwa tidak mengetahui tentang empat kasus teror, yakni kasus bom Gereja Oikumene di Samarinda, kasus bom Kampung Melayu, serta kasus penyerangan di Bima dan Medan. “Semuanya saya sendiri baru tahu beritanya saat sidang ini,” kata Oman.
Ia beralasan selama terjadinya kasus tersebut, atau dalam rentang November 2016 s.d. September 2017, dirinya berada dalam Lapas Pasir Putih, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
“Saya diisolasi di LP Pasir Putih sejak Februari 2016, hingga saya diambil Densus 88 pada tanggal 12 Agustus 2017. Pada masa isolasi itu saya tidak tahu berita sama sekali dan tidak bisa bertemu maupun komunikasi siapa pun kecuali dengan sipir penjara,” katanya.
Oman pun mengaku hanya mengetahui kasus bom Thamrin dari pemberitaan berita daring. “Hanya satu kasus saja yang saya baca beritanya di Detik.com yaitu kasus Thamrin dan saksi kunci Abu Gar sudah menjelaskan dalam kesaksiannya di sidang ini bahwa saya Aman Abdurrahman tidak mengetahui apa-apa perihal rencana penyerangan itu,” ucapnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid