31 Desember 2025
Beranda blog Halaman 123

Ganti Nama BUMN Jadi BUMR, Baru Indonesia Konsisten Jadi Republik

Rinto Setiyawan, Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI)

Oleh: Rinto Setiyawan , A.Md., S.H., CTP (Ketua Umum IWPI, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute)

Jakarta, aktual.com – Di atas kertas, Indonesia adalah republik. Kedaulatan berada di tangan rakyat, dan seluruh kekuasaan negara dijalankan atas nama rakyat. Namun dalam praktik, masih ada istilah yang mencerminkan cara berpikir pemerintah sebagai pemilik, bukan pemerintah sebagai pelayan rakyat. Istilah itu adalah BUMN — Badan Usaha Milik Negara.

Sekilas terlihat wajar, tetapi secara filosofis dan konstitusional, ini keliru. Negara bukan entitas pemilik. Negara adalah wadah, sedangkan pemilik kekuasaan dan kekayaan hanyalah satu: rakyat. Pemerintah hanyalah penyelenggara sementara atas mandat rakyat.

Karena itu, jika Indonesia ingin konsisten sebagai republik, sudah saatnya istilah BUMN diganti menjadi BUMR — Badan Usaha Milik Rakyat.

Aset Negara Bukan Milik Pemerintah

Pemerintah tidak memiliki modal sendiri. Seluruh kekayaan yang dikelola perusahaan publik berasal dari:

– pajak rakyat,

– sumber daya alam milik rakyat,

– APBN yang diisi oleh kerja rakyat,

– dan laba yang seharusnya kembali kepada rakyat.

Jika semua berasal dari rakyat, mengapa disebut “milik negara”?

Pertanyaan ini penting karena bahasa menentukan cara berpikir. Ketika pemerintah diposisikan sebagai “pemilik”, maka perusahaan publik pun dianggap sebagai properti birokrasi, bukan amanat rakyat.

Inilah yang menyebabkan BUMN rentan dijadikan alat politik, instrumen kekuasaan, bahkan kendaraan oligarki.

BUMR Mengembalikan Kepemilikan kepada Pemilik Asli

Mengubah istilah BUMN menjadi BUMR bukan sekadar pergantian huruf. Ini adalah koreksi paradigma:

dari pemerintah sebagai pemilik → menjadi pemerintah sebagai pengelola.

BUMR menegaskan bahwa:

• perusahaan publik adalah milik rakyat,

• pemerintah sekadar operator,

• keuntungan wajib kembali kepada masyarakat,

• direksi dan komisaris tidak boleh menjadi jabatan politik,

• dan seluruh aset publik harus diawasi sebagai kekayaan milik pemilik tunggal: rakyat.

Lebih dari itu, BUMR memaksa negara membangun tata kelola perusahaan publik sesuai standar internasional yang mengutamakan akuntabilitas, yaitu:

• OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development),

• COSO (Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission),

• INTOSAI (International Organisation of Supreme Audit Institutions).

Standar ini menegaskan keharusan pemisahan fungsi, transparansi, dan pengawasan yang ketat — prinsip yang mustahil tegak jika pemerintah masih memposisikan diri sebagai “pemilik” usaha publik.

Bahasa Baru, Cara Berpikir Baru

Dalam negara republik, perubahan besar sering dimulai dari bahasa yang benar. Istilah BUMN berasal dari cara berpikir lama, seolah pemerintah adalah raja baru yang memiliki perusahaan negara. Ini kontradiktif dengan prinsip bahwa pemerintah hanyalah pelayan publik.

Sebaliknya, istilah BUMR menempatkan rakyat di posisi yang benar: pemilik rumah besar bernama Indonesia.

Pemerintah—dari presiden hingga direksi BUMR—adalah pengurus, bukan pemilik.

Dengan BUMR, relasi kuasa menjadi jujur dan sesuai konstitusi:

– rakyat adalah pemilik,

– pemerintah adalah pengelola,

– dan perusahaan publik adalah alat kesejahteraan rakyat.

Penutup

Indonesia sering menyebut dirinya “Republik Indonesia”, tetapi praktiknya masih bercampur dengan cara pikir feodal: pemerintah diperlakukan sebagai pemilik negara. Perubahan istilah BUMN menjadi BUMR adalah langkah sederhana namun fundamental untuk mengoreksi arah ini.

Selama aset publik masih disebut “milik negara”, kita belum sungguh-sungguh menjadi republik.

Ketika kita berani menyebutnya “milik rakyat”, barulah negara ini berpijak pada prinsip yang seharusnya:

– dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Saatnya Indonesia jujur pada dirinya sendiri:

Ganti nama BUMN menjadi BUMR — karena bangsa ini milik rakyat, bukan milik pemerintah.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

BTN Resmikan Wajah Baru Kanwil Jateng–DIY, Perkuat Transformasi Digital dan Pembiayaan Daerah

Dirut BTN Nixon LP Napitupulu (dua kiri) didampingi Wakil Dirut BTN Oni Febriarto Rahardjo (tiga kiri) dan Direktur Network and Retail Funding BTN Rully Setiawan (kiri) bersama Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti (tengah), Rektor Universitas Diponegoro Suharnomo (tiga dari kanan), serta Rektor Universitas Negeri Semarang S. Martono (dua kanan) meresmikan wajah baru gedung Kantor Wilayah Jawa Tengah – Daerah Istimewa Yogyakarta dan Digital Store Karang Ayu, di Semarang, Jawa Tengah, Senin (1/12/2025). Peresmian wajah baru Kanwil Jateng DIY ini bukan sekadar fasilitas fisik, melainkan simbol komitmen BTN untuk menghadirkan layanan perbankan terbaik, modern, dan inklusif bagi masyarakat Jateng dan DIY. Lokasi BTN Kantor Wilayah Jateng DIY dan Digital Store Karang Ayu sangat strategis di koridor bisnis Mgr. Sugiopranoto yang merupakan pusat komersial, perbankan, dan aktivitas masyarakat. Desain arsitektur modern dan efisien, mendukung produktivitas, kualitas layanan, dan inovasi. Cerminan BTN sebagai institusi perbankan yang kokoh dan berwawasan ke depan. Aktual/DOK BTN

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

Belajar Dari Bencana Sumatera

Jakarta, Aktual.com – Bencana alam yang menimpa Pulau Sumatera sejak akhir November tahun ini meneguhkan suatu kenyataan historis di tubuh bangsa Indonesia: fakta bahwa di negeri kepulauan ini, dengan segala keelokannya, ia tetaplah merupakan tanah yang berdiri di atas geologi yang rentan.

Dari Aceh hingga Sumatera Barat, tanah kita berada di simpang lempeng tektonik yang setiap waktu dapat mengirimkan gelombang bencana—banjir, tanah longsor, gunung meletus, dan berbagai bencana lain yang sewaktu-waktu dapat merampas nyawa dan mata pencaharian.

Sebagaimana jamak dipahami, Pulau Sumatera adalah salah satu kawasan strategis Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi, ekspansi perkotaan, dan pergerakan industri yang meningkat pesat. Namun perkembangan tersebut tidak selalu sejalan dengan perencanaan ruang yang berbasis risiko.

Banyak daerah yang seharusnya menjadi kawasan lindung berubah menjadi lokasi perkebunan, pertambangan, atau permukiman. Pembangunan tanggul, drainase, dan berbagai infrastruktur pengendali banjir kerap tidak mengikuti standar ilmiah. Maka, ketika intensitas hujan meningkat atau gempa besar terjadi, kerentanan yang sudah lama dibiarkan itu akhirnya memuncak menjadi bencana.

Di titik inilah, sebagai anak bangsa, kita perlu jujur menyadari bahwa sebagian besar kerugian bencana yang dialami saat ini sesungguhnya bukanlah semata-mata akibat faktor alam, melainkan akumulasi dari tata kelola lingkungan yang tidak konsisten.

Laju deforestasi di Sumatera masih menjadi salah satu yang tertinggi di Indonesia. Alih fungsi lahan untuk kepentingan ekonomi jangka pendek terus melampaui kapasitas daya dukung lingkungan. Sementara itu, di banyak tempat, pemerintah daerah mengeluarkan izin yang tidak selaras dengan rencana tata ruang, dan pengawasan serta penegakan hukum tampak masih lemah.

Bencana yang terjadi saat ini adalah sinyal kuat bahwa negeri ini harus segera berpindah dari pola manajemen bencana yang reaktif menuju pola mitigasi yang lebih sistematis. Secara nasional, Undang-Undang Penanggulangan Bencana hendaknya ditegakkan. Lembaga formal yang mengurusi bencana harus menyusun langkah-langkah mitigasi yang konsisten. Pada saat yang sama, kebijakan nasional itu harus mampu diterjemahkan secara konkret oleh pemerintah daerah.

Bangsa ini harus menimba pelajaran dari pengalaman negara lain. Jepang, misalnya, tidak mungkin menghilangkan gempa karena letak geografisnya, tetapi mereka mampu mengurangi korban dalam skala besar melalui tata ruang yang disiplin, pendidikan kebencanaan sejak dini, serta kewajiban standar bangunan tahan gempa. Indonesia perlu bergerak ke arah itu apabila ingin meminimalkan kerugian serupa di masa depan.

Bencana di Sumatera harus menjadi momen penting untuk menata ulang etika pembangunan. Kita tidak bisa membiarkan pembangunan daerah berjalan hanya berdasarkan kepentingan ekonomi jangka pendek tanpa kalkulasi risiko. Pemerintah daerah harus memastikan setiap keputusan perizinan selaras dengan peta risiko geologi, hidrologi, dan iklim. Rencana tata ruang harus menjadi dokumen mengikat, bukan sekadar formalitas administratif.

Dalam jangka menengah, Indonesia membutuhkan beberapa langkah konkret. Pertama, memperkuat sistem peringatan dini yang terintegrasi lintas kabupaten/kota dalam satu pulau. Bencana hidrometeorologi dan geologi tidak mengenal batas administratif, sehingga koordinasi antardaerah menjadi kunci. Kedua, memperkuat kapasitas lembaga lokal—BPBD, dinas lingkungan hidup, hingga perangkat desa—untuk mengembangkan rencana kontinjensi yang realistis. Ketiga, mempercepat rehabilitasi daerah aliran sungai yang kritis. Tanpa pemulihan DAS, kita akan terus menghadapi banjir yang sama setiap tahun.

Keempat, memastikan partisipasi publik dalam perencanaan tata ruang. Banyak keputusan tata ruang bermasalah justru lahir karena masyarakat tidak memiliki cukup informasi atau ruang untuk mengawasi proses perizinan. Ketika masyarakat dilibatkan sejak awal, kualitas tata ruang akan lebih akuntabel. Kelima, mengembangkan kurikulum literasi kebencanaan di sekolah dan kampus agar generasi muda tumbuh dengan kesadaran risiko dan budaya keselamatan.

Selain itu, dunia usaha juga perlu mengambil bagian dalam mitigasi bencana. Perusahaan perkebunan, tambang, dan industri ekstraktif lainnya harus bertanggung jawab atas dampak ekologis kegiatannya. Pengawasan lingkungan harus diperkuat, dan mekanisme sanksi perlu diterapkan secara tegas. Pembangunan tidak boleh lagi memindahkan risiko kepada masyarakat kecil yang tinggal di hilir sungai atau lereng perbukitan.

Dalam setiap bencana, kita sering melihat energi solidaritas masyarakat bekerja cepat. Relawan datang, dapur umum berdiri, dan bantuan mengalir. Ini menunjukkan kekuatan sosial bangsa yang patut diapresiasi. Namun solidaritas sosial yang hebat tidak boleh menjadi alasan untuk menunda perbaikan struktural. Gotong royong rakyat harus diiringi dengan kebijakan publik yang serius dan berbasis ilmu pengetahuan.

Akhirnya, bencana di Sumatera harus menjadi pengingat bahwa pembangunan Indonesia tidak boleh berjalan dengan mengabaikan keselamatan warganya. Di tengah perubahan iklim global yang semakin ekstrem, risiko bencana akan meningkat. Karena itu, ketahanan bangsa hanya dapat dibangun melalui tata ruang yang bijak, pemerintahan yang disiplin, dan masyarakat yang sadar risiko.

Jika kita menjadikan tragedi ini sebagai titik balik, Sumatera tidak hanya pulih dari bencana, tetapi juga menjadi contoh bagaimana sebuah wilayah dapat bangkit melalui kebijakan yang rasional, adil, dan berkelanjutan.

Sunanto, S.H.I., M.H.
Dewan Pembina Cakrawala Negarawan

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

Muhammadiyah Olah gandum dari Roti Guna Penuhi Kebutuhan Pangan Warga Palestina

Truk muatan gandum yang akan diolah menjadi roti guna memenuhi kebutuhan masyarakat Palestina. ANTARA/HO-Muhammadiyah
Truk muatan gandum yang akan diolah menjadi roti guna memenuhi kebutuhan masyarakat Palestina. ANTARA/HO-Muhammadiyah

Jakarta, aktual.com – Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Lazismu kembali menyediakan kebutuhan pangan bagi masyarakat Palestina lewat pengiriman satu truk kontainer berisi gandum yang kemudian diolah menjadi roti guna memenuhi kebutuhan pangan warga selama masa krisis.

Proses pengolahan gandum dilakukan di sebuah pabrik makanan di Kota Salheya Jadidah, Mesir. Setelah diproduksi menjadi roti, bantuan pangan tersebut akan disalurkan kepada masyarakat Gaza sebagai upaya pemenuhan kebutuhan nutrisi di tengah situasi kemanusiaan yang darurat.

“Penyaluran bantuan gandum ini merupakan bagian dari ikhtiar berkelanjutan Lazismu dalam gerakan kemanusiaan global serta komitmen untuk menyalurkan setiap donasi secara transparan, akuntabel, dan tepat sasaran,” ujar Wakil Ketua Badan Pengurus Lazismu Pusat Barry Adhitya dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (2/12).

Pabrik gandum di Salheya Jadidah merupakan salah satu pabrik terbesar dari empat pabrik pengolahan gandum di Mesir dan melayani pemesanan untuk sejumlah wilayah konflik, termasuk Palestina.

Barry menjelaskan gandum yang diproduksi merupakan kombinasi antara gandum lokal Mesir dan gandum impor untuk memastikan kualitas dan keberlanjutan proses produksi.

“Pabrik gandum di Kota Salheya merupakan salah satu pabrik terbesar dari empat pabrik lainnya di Mesir. Pabrik ini melayani pemesanan ke berbagai daerah konflik terutama Palestina,” kata dia.

Untuk memastikan bantuan dapat diterima oleh warga Palestina secara tepat sasaran, Lazismu menjalin kerja sama strategis dengan otoritas kemanusiaan setempat.

“Lazismu bekerja sama dengan Egyptian Red Crescent atau Palang Merah Mesir sehingga bantuan dapat memasuki Gaza melalui jalur Rafah,” terangnya.

Bantuan pangan ini diperkirakan membutuhkan waktu sekitar tujuh hari untuk tiba dan terdistribusi di Gaza sejak Selasa. Harapannya, bantuan ini akan membantu memenuhi kebutuhan pangan dasar masyarakat Palestina yang terdampak konflik berkepanjangan.

Di akhir kunjungan, Barry menyampaikan apresiasi dan amanah Lazismu kepada masyarakat Indonesia. “Kehadiran kami di sini adalah untuk memastikan bahwa bantuan yang Bapak dan Ibu donasikan melalui Lazismu benar-benar tersalurkan dengan baik,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

MAKI Minta KPK Ungkap Dugaan Aliran Dana Satori ke Rajiv di Persidangan

Ilustrasi - Gedung KPK
Ilustrasi - Gedung KPK

Jakarta, aktual.com – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menilai perkembangan penanganan dugaan aliran dana dalam perkara yang menyeret nama Satori dan Rajiv masih menunggu pembuktian di persidangan. Ia menyebut proses penyelidikan yang dilakukan KPK kemungkinan terkendala pada aspek pembuktian, meski beberapa pihak sudah diperiksa.

“Ya KPK mungkin terkendala proses pembuktian, tapi sebenarnya Rajiv juga sudah diperiksa,” ujar dia, ketika dihubungi, Selasa (2/12/2025).

Boyamin mengatakan dugaan penyerahan uang antara Satori dan Rajiv tetap harus ditelusuri lebih jauh. Ia menduga pola penyerahannya bisa saja dilakukan secara tunai sehingga pembuktiannya menjadi lebih sulit.

“Kalau memang ada penyerahan uang dari Satori ke Rajiv bisa jadi tunai, dan itu kan susah pembuktiannya,” ucapnya.

Namun ia menegaskan bahwa semua fakta tetap harus menunggu proses persidangan agar terang benderang. Ia menyampaikan keyakinannya terhadap keterangan Satori kepada penyidik KPK. Menurut Boyamin, posisi Satori yang kehilangan uang membuatnya tidak memiliki alasan untuk memberikan keterangan palsu.

“Saya yakin Satori itu tidak bohong karena posisinya dia kehilangan uang. Apa gunanya memfitnah orang,” kata Boyamin.

Ia menambahkan bahwa status tersangka justru membuat Satori berkepentingan membuka semua hal terkait aliran dana tersebut, baik untuk meringankan uang pengganti maupun untuk mendapatkan penilaian kooperatif sebagai justice collaborator. Boyamin juga menilai pentingnya membuka praktik-praktik perantara kasus yang menawarkan kemampuan menutup perkara dengan meminta sejumlah uang.

“Bagus juga membuka dugaan orang-orang yang menawarkan diri jadi makelar kasus,” ujar dia.

Ia menekankan bahwa benar atau tidaknya dugaan yang mengarah kepada Rajiv tetap berada dalam ranah pembuktian KPK. “Apakah Rajiv itu terbukti atau tidak ya kita serahkan kepada KPK, dan praduga tak bersalah,” katanya.

Boyamin menyebut Rajiv pun berhak membantah dan hal itu akan teruji dalam proses hukum. Namun, Boyamin juga mendorong KPK membawa perkara ini ke persidangan agar seluruh kesaksian dapat diuji secara terbuka.

“Supaya terbuka semua apa kesaksiannya Rajiv, apa keterangannya Satori,” ucap Boyamin.

Ia menambahkan bahwa bila dugaan tersebut memiliki penguat di persidangan namun tidak diproses lebih jauh oleh KPK, maka pihaknya tidak menutup kemungkinan menempuh langkah hukum. “Kalau ada bukti-bukti yang kuat di persidangan dan tidak diproses KPK ya kita gugat ke praperadilan,” ujar dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Jajaran TNI AL Pastikan Bantuan Logistik Korban Banjir Tiba di Aceh

KRI Sutedi Senoputra-378 mendistribusikan logistik ke kapal nelayan untuk selanjutnya dibawa ke titik lokasi banjir di Aceh, Selasa (2/12/2025) dini hari. ANTARA/Ho-Pen Koarmada RI
KRI Sutedi Senoputra-378 mendistribusikan logistik ke kapal nelayan untuk selanjutnya dibawa ke titik lokasi banjir di Aceh, Selasa (2/12/2025) dini hari. ANTARA/Ho-Pen Koarmada RI

Jakarta, aktual.com – Jajaran TNI AL memastikan bantuan logistik untuk korban banjir dari Presiden Prabowo Subianto tiba di Aceh dengan selamat.

Hal tersebut dipastikan setelah KRI Sutedi Senoputra-378 telah yang membawa 50 ton logistik dari presiden berlabuh di Aceh, Selasa (2/12) dini hari.

KRI dari Kodaeral I ini berlabuh di Aceh setelah sebelumnya berangkat dari Belawan, Sumatera Utara pada Senin (1/12).

Panglima Komando Armada (Koarmada) RI Laksamana TNI Denih Hendrata menjelaskan pihaknya mengerahkan KRI guna memastikan pengantaran logistik dapat berjalan dengan cepat dan aman.

“Kegiatan ini dilaksanakan guna memastikan bantuan Presiden RI sampai di lokasi bencana alam dengan cepat dan optimal,” kata Denih saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (2/12).

Dia mengatakan setelah bantuan tersebut sampai ke pelabuhan, pihaknya menyalurkan bantuan tersebut ke titik lokasi menggunakan perahu nelayan yang sebelumnya sudah bersiaga.

Denih memastikan pihaknya akan terus menyiagakan seluruh KRI untuk membantu proses pendistribusian bantuan logistik.

“Upaya ini adalah penegasan bahwa TNI AL sebagai aset pertahanan negara memiliki fungsi vital dalam operasi bantuan kemanusiaan atas instruksi dari Presiden RI,” ujar Denih.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Berita Lain