25 Desember 2025
Beranda blog Halaman 31

Klarifikasi Bank Muamalat soal Isu Fraud Kredit Rp700 Miliar

Bank Muamalat (Foto: Istimewa)
Bank Muamalat (Foto: Istimewa)

Jakarta, aktual.com – Isu dugaan fraud di PT Bank Muamalat Indonesia Tbk kembali menjadi perhatian publik setelah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk memutuskan membatalkan rencana akuisisi. Sorotan utama tertuju pada pembiayaan korporasi senilai Rp700 miliar kepada PT Harrisma Data Cita (HDC) yang disebut-sebut langsung bermasalah sejak awal pencairan dan memicu kekhawatiran luas, termasuk terkait posisi Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sebagai pemegang saham pengendali Bank Muamalat.

Menanggapi pemberitaan yang beredar, Sekretaris Perusahaan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk Hayunaji menyampaikan klarifikasi resmi. “Tidak terdapat pembiayaan dengan status tersebut,” ujarnya, merespons informasi mengenai adanya first payment default.

Ia menjelaskan bahwa untuk pembiayaan yang diberikan kepada salah satu nasabah, Bank Muamalat terus melakukan berbagai upaya penyelesaian. “Termasuk melalui proses lelang jaminan sebagai upaya terakhir,” kata Hayunaji.

Menurutnya, seluruh kegiatan bisnis dijalankan dengan prinsip kehati-hatian dan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Di sisi lain, isu ini tetap menimbulkan pertanyaan publik karena kredit PT HDC disebut langsung macet pada cicilan pertama pada November 2023.

Dugaan keterlibatan Indra Falatehan, yang saat itu menjabat Direktur Utama Bank Muamalat, ikut menguat karena posisinya sebagai pemegang otoritas tertinggi. Informasi yang beredar menyebutkan pengajuan kredit tersebut merupakan referal langsung dan diproses cepat, meski diduga menyalahi regulasi internal.

Aspek penegakan hukum dalam kasus perbankan ini turut disorot kalangan akademisi. Dosen hukum ekonomi syariah UIN KH. Abdurrahman Wahid Pekalongan Tarmidzi menilai pemeriksaan memiliki tahapan yang jelas.

“Bank Muamalat itu langsung di OJK itu,” katanya.

Ia menambahkan, setelah pemeriksaan regulator selesai, penanganan dapat dilanjutkan oleh aparat penegak hukum. “Bisa ditidaklanjuti ke situ nanti,” ujarnya.

Pandangan kritis juga datang dari Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies Nailul Huda. Ia mengindikasikan adanya dugaan pelanggaran prosedur sejak awal pemberian pembiayaan.

“Sebuah perbankan yang baik pasti memiliki standar pengecekan calon debitur dari awal,” katanya.

Menurutnya, kegagalan bayar pada angsuran pertama menunjukkan adanya tahapan yang dilanggar. “Ada yang dilanggar,” ucap Nailul Huda.

Ia juga menyoroti peran BPKH sebagai pengendali Bank Muamalat dan dampak kasus ini terhadap rencana divestasi. “Akibat hal ini, BPKH kesulitan untuk menjual saham bank muamalat,” katanya.

Penelusuran menyeluruh dari proses pengajuan hingga persetujuan di tingkat direksi dinilai penting karena berkaitan langsung dengan tata kelola dan perlindungan dana publik.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Rupiah Dijaga Ketat! BI Tahan Suku Bunga 4,75% di Tengah Gejolak Global

Jakarta, Aktual.com — Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI-Rate di level 4,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang diselenggarakan pada Rabu (17/12/2025). Keputusan tersebut juga diikuti dengan penetapan suku bunga Deposit Facility sebesar 3,75 persen dan suku bunga Lending Facility tetap di level 5,50 persen.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan bahwa kebijakan tersebut diambil untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah serta mengendalikan inflasi di tengah ketidakpastian ekonomi global yang masih tinggi.

“Keputusan ini merupakan bagian dari upaya memperkuat transmisi kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah ditempuh Bank Indonesia untuk mendukung perekonomian nasional,” ujar Perry dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, Rabu (17/12/2025).

Perry menjelaskan, meskipun suku bunga acuan ditahan, Bank Indonesia tetap membuka ruang penyesuaian kebijakan ke depan dengan mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik. Ia menegaskan bahwa inflasi pada 2026 diperkirakan tetap berada dalam sasaran 2,5 persen dengan deviasi plus minus 1 persen.

“Dengan inflasi yang terjaga, Bank Indonesia memiliki fleksibilitas kebijakan moneter yang akan terus disesuaikan dengan dinamika ekonomi,” kata Perry.

Dari sisi nilai tukar, BI menilai rupiah relatif stabil di tengah tekanan global. Perry menyebutkan bahwa pada 16 Desember 2025 nilai tukar rupiah berada di level Rp16.685 per dolar AS, relatif stabil dibandingkan dengan posisi akhir November 2025.

Di tengah tantangan global, Bank Indonesia tetap optimistis terhadap prospek ekonomi nasional. Perry menilai konsumsi rumah tangga yang terjaga, kinerja ekspor yang masih positif, serta dukungan kebijakan fiskal dan moneter menjadi faktor penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga akhir tahun.

“Kami terus berkomitmen menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, sekaligus mendorong pemulihan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” tuturnya.

Ke depan, BI menegaskan akan terus mengoptimalkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran guna menjaga stabilitas serta memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi nasional.
(Nur Aida Nasution)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

Usut Kasus Korupsi EDC Bank Rakyat Indonesia, KPK Periksa Enam Saksi

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Budi Prasetyo. Aktual/HO

Jakarta, aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil enam saksi kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia atau BRI (Persero) pada tahun 2020–2024.

“Pemeriksaan atas nama SR selaku Deparatment Head IT Good and Services BRI periode November 2020-Juni 2021, GN selaku Direktur Utama PT Yaksa Harmoni Global, MA selaku Pelaksana Tugas Country Manager Verifone Indonesia, FG selaku pegawai PT Hexa Indotama, AJ selaku Dirut PT Mika Informatika Indonesia tahun 2022, serta SS selaku pegawai swasta,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada para jurnalis di Jakarta, Selasa.

Lebih lanjut Budi mengatakan pemeriksaan terhadap enam saksi tersebut bertempat di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Sebelumnya, KPK pada 26 Juni 2025, mengumumkan memulai penyidikan terkait kasus dugaan korupsi dalam pengadaan mesin EDC.

Pada 30 Juni 2025, KPK mengumumkan nilai proyek pengadaan mesin EDC tersebut sebesar Rp2,1 triliun dan mencegah 13 orang untuk bepergian ke luar negeri. Mereka yang dicekal itu berinisial CBH, IU, DS, MI, AJ, IS, AWS, IP, KS, EL, NI, RSK, dan SRD.

Untuk sementara, KPK mengatakan kerugian keuangan negara terkait kasus tersebut mencapai Rp700 miliar atau 30 persen dari total nilai proyek pengadaan yang Rp2,1 triliun. KPK menyampaikan pernyataan tersebut pada 1 Juli 2025.

KPK pada 9 Juli 2025, menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus tersebut, yakni mantan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto (CBH) dan mantan Direktur Digital, dan Teknologi Informasi BRI sekaligus mantan Dirut Allo Bank Indra Utoyo (IU).

Selain itu, Dedi Sunardi (DS) selaku SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI, Elvizar (EL) selaku Dirut PT Pasifik Cipta Solusi (PCS), serta Rudy Suprayudi Kartadidjaja (RSK) selaku Dirut PT Bringin Inti Teknologi.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

Pengamat: Perkara Pidana Ijazah Jokowi Berpotensi Ditunda Tunggu Putusan Perdata

Jakarta, aktual.com – Pengamat politik dan hukum Muhammad Gumarang menilai proses hukum pidana terkait dugaan pencemaran nama baik Presiden Joko Widodo berpotensi mengalami penundaan. Penundaan itu dinilai tak terelakkan menyusul bergulirnya gugatan Citizen Law Suit (SLS) soal dugaan keaslian ijazah Jokowi yang kini memasuki tahap pokok perkara di Pengadilan Negeri Solo.

“Kasus pidana ijazah Jokowi akan terjadi penundaan karena adanya prinsip prejudicial geschil,” kata Muhammad Gumarang. Menurut dia, perkembangan perkara perdata tersebut memiliki konsekuensi langsung terhadap penanganan perkara pidana yang saat ini ditangani Polda Metro Jaya dengan tersangka Roy Suryo Cs.

Gumarang menjelaskan, dalam gugatan SLS yang diajukan Top Taufan Cs dengan Jokowi sebagai tergugat, majelis hakim Pengadilan Negeri Solo telah menolak eksepsi tergugat terkait kewenangan absolut. Dengan putusan tersebut, pengadilan menyatakan berwenang mengadili perkara dan persidangan berlanjut ke tahap pemeriksaan pokok perkara.

Dengan masuknya perkara ke tahap pembuktian, hakim perdata akan menilai objek utama gugatan, yakni keaslian ijazah Presiden Jokowi. Menurut Gumarang, fakta ini membuat perkara pidana dengan objek yang sama tidak dapat diproses secara paralel tanpa berisiko menimbulkan konflik putusan.

“Dengan ditolaknya eksepsi tergugat berarti persidangan masuk pokok perkara, dan hakim akan memeriksa serta membuktikan keaslian ijazah Jokowi sebagai objek gugatan,” ujar Gumarang.

Ia menilai, dalam kondisi demikian, hakim pidana wajib menerapkan asas *prejudicial geschil* atau mendahulukan pemeriksaan perkara perdata sebelum melangkah ke pembuktian pidana. Prinsip ini dimaksudkan untuk menjaga konsistensi putusan dan mencegah terjadinya pertentangan antarperadilan.

Gumarang menyebut, perkara pencemaran nama baik yang dilaporkan Jokowi ke Polda Metro Jaya merupakan delik yang berkaitan erat dengan penilaian atas keaslian ijazah. Karena itu, putusan perdata yang telah berkekuatan hukum tetap menjadi prasyarat penting sebelum perkara pidana dilanjutkan.

“Perkara pidana pencemaran nama baik dengan tersangka Roy Suryo Cs seharusnya ditangguhkan terlebih dahulu dan menunggu putusan citizen lawsuit di Pengadilan Negeri Solo,” katanya.

Ia juga menegaskan bahwa hasil uji forensik atas ijazah Jokowi tidak dapat dijadikan dasar tunggal untuk menentukan keaslian dokumen tersebut dalam konteks pidana. Menurutnya, hasil forensik tetap harus diuji dalam persidangan dan dinilai oleh hakim.

“Hasil forensik ijazah Jokowi tidak bisa dijadikan alat bukti menentukan keaslian ijazah karena bukan putusan pengadilan dan tetap harus diuji di persidangan,” ujar Gumarang.

Lebih lanjut, Gumarang merujuk pada ketentuan hukum yang mewajibkan hakim pidana mendahulukan putusan perdata apabila objek pembuktiannya sama. Ketentuan tersebut bertujuan menghindari lahirnya dua putusan yang saling bertolak belakang dan berpotensi mencederai kepastian hukum.

“Hakim pidana harus menjalankan asas prejudicial geschil sebagaimana diatur dalam SEMA Nomor 4 Tahun 1980 dan Pasal 81 KUHAP, agar tidak terjadi dua putusan yang saling berbenturan, karena objek utama pembuktiannya sama, yaitu keaslian ijazah Jokowi,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Dugaan Korupsi Kouta Haji, Fuad Hasan ‘Maktour’ Segera Diperiksa Lagi

Pemilik agensi perjalanan haji Maktour, Fuad Hasan Masyhur (kiri) menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/8/2025). KPK memanggil Fuad Hasan Masyhur sebagai saksi kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024. ANTARA FOTO/Reno Esnir/sgd/bar

Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan akan memanggil Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex selaku mantan staf khusus Menteri Agama, dan Fuad Hasan Masyhur selaku pemilik biro penyelenggara haji Maktour setelah memeriksa mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas pada 16 Desember 2025.

“Jika masih ada kebutuhan untuk mendalami informasi maupun keterangan dari pihak-pihak lain, termasuk pihak-pihak yang sudah dilakukan pencegahan ke luar negeri tersebut, maka tentu nanti akan dilakukan pemanggilan, ya, untuk melengkapi informasi dan keterangan yang sudah diperoleh pada pemeriksaan hari ini,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (16/12.2025) malam.

Budi menjelaskan KPK masih akan memanggil dua orang yang dicegah ke luar negeri dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2023–2024, karena perlu menganalisis terlebih dahulu keterangan dari Yaqut.

“Jadi, dari pemeriksaan malam ini, akan dilakukan analisis baik oleh KPK maupun oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), khususnya dalam kebutuhan penghitungan kerugian keuangan negara,” katanya.

Budi juga menjelaskan KPK membutuhkan keterangan dari Gus Alex dan Fuad karena dinilai penting dalam proses penyidikan kasus tersebut.

“Nah pihak-pihak yang dicekal ini diduga banyak tahu ya tentang konstruksi perkara ini,” ujarnya.

KPK sebelumnya pernah memeriksa pemilik agensi perjalanan haji Maktour, Fuad Hasan Masyhur pada Kamis (28/8/2025). KPK memeriksa Fuad Hasan sebagai saksi kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024.

Penyelidikan terhadap kasus tersebut dimulai pada 9 Agustus 2025. Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih, dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri.

Mereka yang dicegah adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas, Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex selaku mantan staf khusus pada era Menag Yaqut Cholil, serta Fuad Hasan Masyhur selaku pemilik biro penyelenggara haji Maktour.

Pada 18 September 2025, KPK menduga sebanyak 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji terlibat kasus tersebut.

Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menyatakan telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024.

Poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50 berbanding 50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.

Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar delapan persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler.

Namun, sejak dimulai penyelidikan pada 9 Agustus 2025 lalu, hingga sekarang KPK belum menetapkan tersangka satupun.

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

Skandal Kredit Rp 700 Miliar Bank Muamalat, Ekonom Soroti Dugaan Kongkalikong

Bank Muamalat (Foto: Istimewa)
Bank Muamalat (Foto: Istimewa)

Jakarta, aktual.com – Isu dugaan fraud di PT Bank Muamalat Indonesia Tbk (Bank Muamalat) kembali menjadi perhatian publik setelah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) membatalkan rencana akuisisi. Kasus ini berpusat pada kredit macet korporasi senilai Rp 700 miliar kepada PT Harrisma Data Cita (HDC) yang langsung macet pada cicilan bulan pertama (first payment default atau FPD) pada November 2023.

Dugaan keterlibatan Indra Falatehan dalam skandal ini semakin menguat, mengingat posisinya saat itu sebagai Direktur Utama yang memiliki otoritas tertinggi. Berdasarkan informasi yang beredar, pengajuan kredit PT HDC senilai Rp700 miliar tersebut merupakan referal langsung dari dirinya dan dikawal secara khusus agar proses pencairan berlangsung cepat meskipun menyalahi regulasi internal.

Kekhawatiran publik pun semakin besar karena Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) adalah Pemegang Saham Pengendali (PSP) Bank Muamalat, yang menyangkut keamanan dana haji. Menanggapi aspek penegakan hukum dalam kasus perbankan, dosen hukum ekonomi syariah UIN KH. Abdurrahman Wahid Pekalongan, Tarmidzi, menjelaskan mengenai tahapan yang harus dilalui dalam pemeriksaan.

“Bank Muamalat itu langsung di OJK itu, Bank Muamalat itu langsung di OJK. Jadi, langkah awal yang dilakukan (pemeriksaan) adalah wilayahnya dulu adalah OJK,” kata Tarmidzi.

Ia menjelaskan bahwa setelah pemeriksaan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selesai, kasus tersebut dapat ditindaklanjuti lebih jauh oleh aparat penegak hukum. “Iya, bisa ditidaklanjuti ke situ nanti. Ya, salah satu. Mungkin kalau baiknya yang awal ya Polisi dulu aja,” tambahnya.

Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengindikasikan adanya dugaan kongkalikong yang terjadi sejak awal. Pandangan ini didasarkan pada kejadian FPD pada pembiayaan besar yang seharusnya melalui prosedur ketat.

“Sebuah perbankan yang baik pasti memiliki standar pengecekan calon debitur dari awal. Mulai dari colleteral, capacity, hingga capital. Bagaiaman arus kas dan sebagainya,” kata Nailul Huda.

Ia menilai, jika angsuran awal saja gagal bayar artinya ada unsur pelanggaran hukum yang merugikan perbankan. “Dalam sistem pengecekan calon debitur ada yang dilanggar,” kata dia.

Nailul Huda juga menyoroti peran BPKH sebagai pengendali Bank Muamalat. Ia menekankan bahwa penegak hukum perlu menelusuri proses dari sejak awal pengajuan, penilaian, hingga persetujuan di meja direksi, karena masalah ini berdampak pada kesulitan BPKH menjual saham Bank Muamalat.

“Akibat hal ini, BPKH kesulitan untuk menjual saham bank muamalat,” kata dia.

Sorotan terhadap kasus ini juga datang dari Komisi VI DPR RI. Pimpinan Komisi VI DPR Mohamad Hekal, seusai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak Dirut PT BNI dan PT BTN di Senayan, Jakarta, pada Senin (8/7/2024), mengungkapkan bahwa BTN tidak jadi meneruskan akuisisi Bank Muamalat karena adanya isu fraud.

“Dalam perjalanannya, kelihatannya prosesnya tertunda-tunda, bahkan ada isu bahwa di dalam Bank Muamalat ini ada terjadi fraud sehingga kita khawatir kalau BTN diberikan beban untuk menyelamatkan ini,” ujar Hekal.

Fakta bahwa kredit PT HDC yang langsung macet pada cicilan pertama menunjukkan adanya kejanggalan serius. Proses pengajuan pembiayaan yang kabarnya merupakan referal langsung dari Direktur Utama Bank Muamalat saat itu, Indra Falatehan, dan prosesnya cepat, mengindikasikan pelanggaran terhadap regulasi dan SOP internal yang seharusnya ketat, terutama yang melibatkan Komite Pembiayaan dan unit manajemen risiko.

Pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 27 Juni 2024, Bank Muamalat meresmikan pergantian direktur utama dari Indra Falatehan kepada Hery Syafril. Hery Syafril, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Risiko Bisnis Pembiayaan (2023-2024), adalah bagian dari lini terdepan dalam mitigasi risiko dan secara teori turut menyetujui pembiayaan HDC.

Pemberhentian Indra Falatehan diduga kuat memiliki korelasi dengan kasus kredit macet terbesar ini. Hal ini memunculkan pertanyaan publik mengenai pertimbangan BPKH mengangkat Hery Syafril sebagai Direktur Utama yang diduga mengetahui kasus tersebut, mengingat kemungkinan kendala dalam fit and proper test oleh OJK.

Tim Aktual.com sudah berupaya menghubungi Corporate Communication Bank Muamalat. Namun, hingga berita ini ditulis, pihak Bank Muamalat belum memberikan tanggapan.

Artikel ini ditulis oleh:

Achmat
Rizky Zulkarnain

Berita Lain