23 Desember 2025
Beranda blog

3.508 PPPK‎ Resmi di Lantik,Bupati Lebak Coret 55 PPPK Tak Memenuhi Syarat

Bupati Lebak Moch Hasbi Asyidiki Jayabaya Usai Memberikan Sambutan di Acara Pelantikan Langsung Menyerahkan SK Pada PPPK
Bupati Lebak Moch Hasbi Asyidiki Jayabaya Usai Memberikan Sambutan di Acara Pelantikan Langsung Menyerahkan SK Pada PPPK

Lebak, aktual.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak, melantik 3.508 pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu dan mencoret 55 PPPK karena tidak memenuhi persyaratan sesuai petunjuk teknis (juknis).

‎Keputusan tersebut diambil setelah melalui proses verifikasi dan evaluasi administrasi secara menyeluruh.

Moch Hasbi Asyidiki Jayabaya ‎Bupati Lebak dalam sambutannya mengatakan, dari total 3.563 peserta, sebanyak 3.508 orang dinyatakan memenuhi syarat dan resmi Lantik dan diambil sumpah jabatannya bertempat dilapangan bola Uwes Qorni Pasir Ona Senin, (22/12/2025).

‎“Dari 3563 peserta, 55 orang tidak memenuhi syarat. Rinciannya, 50 orang tidak hadir saat masa sanggah, dan 5 orang tidak memenuhi ketentuan minimal masa kerja dua tahun. Oleh karena itu, kita coret,” ujar Hasbi usai melaksanakan pelantikan.

Bupati ‎Hasbi menjelaskan, kebijakan tersebut merupakan tindak lanjut dari peraturan pemerintah dan ketentuan Kementerian PAN-RB yang mengatur bahwa mulai tahun 2026 tidak diperbolehkan lagi pegawai dengan status kontrak di lingkungan pemerintahan.

‎Meski demikian, Pemkab Lebak masih membutuhkan tambahan aparatur di sejumlah sektor strategis, seperti Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Inspektorat, dan Dinas Pemadam Kebakaran, terutama untuk posisi asesor dan auditor.

‎Untuk penggajian 3.508 PPPK, Pemkab Lebak mengalokasikan anggaran sebesar Rp15,7 miliar. Anggaran tersebut sebagian besar berasal dari pegawai existing yang sebelumnya telah bekerja di lingkungan Pemkab Lebak.

‎“Bagi tenaga pendidik dan tenaga kesehatan, kesejahteraan mereka kini jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya,” jelasnya.

‎Hasbi menegaskan seluruh proses seleksi dilakukan secara transparan tanpa titipan. Ia juga menekankan pentingnya peran PPPK dalam memberikan pelayanan publik, tidak hanya di kantor, tetapi juga di masyarakat.

‎“Pelayanan publik ini hadir di mana pun, termasuk di lingkungan tempat tinggal, kampung, dan desa masing-masing,” papar Bupati.

‎Di tengah keterbatasan fiskal daerah, Pemkab Lebak mengoptimalkan kebijakan Instruksi Presiden Nomor 1 tentang efisiensi anggaran, dengan melakukan pergeseran anggaran untuk mendukung pembangunan yang lebih produktif dan berdampak langsung bagi masyarakat.

Sementara itu, Danis Apriyan (35) yang sudah mengabdi sejak tahun 2018 hingga 2025 selama 7 tahun di dinas Lingkungan Hidup (LH) sebagai petugas kebersihan, saya merasa senang dan bahagia, karena sudah sekian lama menunggu akhirnya kesampaian juga dilantik menjadi PPPK.

Saya mengucapkan terimakasih pada Bapak Bupati yang telah melantik PPPK,Paruh Waktu,” ucapnya dengan penuh kebahagiaan.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Menguatkan Peran Ibu Bangsa demi Terwujudnya Keadilan Sosial

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) GKR Hemas, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi dan Ketua Kaukus Perempuan Parlemen Badikenita BR Sitepu hadir dalam Musyawarah Ibu Bangsa di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (22/12/2025). Musyawarah Ibu Bangsa digelar dalam rangka memperingati Hari Ibu yang secara khusus di desain menjadi sebuah wadah di mana pikiran-pikiran kembali disatukan sedemikian rupa untuk kembali menggali pikiran-pikiran para perempuan di Indonesia. Aktual/TINO OKTAVIANO

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

Bergaji Rp25 Juta Tapi Tekor, Pejabat Bursa Bongkar Realita Keuangan Kelas Menengah

Jakarta, Aktual.com — Tingginya penghasilan tidak selalu berbanding lurus dengan kondisi keuangan yang sehat. Fenomena paradoks finansial kelas menengah kembali disorot, menyusul banyaknya pekerja bergaji besar yang justru terjebak defisit akibat gaya hidup dan pengelolaan keuangan yang kurang bijak.

Kepala Unit Riset Pasar Modal Bursa Efek Indonesia (BEI) Heidy Ruswita Sari mengungkapkan paradoks keuangan yang kerap dialami kelompok kelas menengah. Menurutnya, besarnya gaji tidak otomatis menjamin seseorang mencapai kemerdekaan finansial.

“Kalau gaji kecil atau besar itu relatif. Yang paling penting adalah seberapa banyak yang tersisa dan bisa kita simpan,” ujar Heidy dalam kegiatan Literasi Keuangan bagi Segmen Perempuan di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Senin (22/12/2025).

Ia mencontohkan, tidak sedikit pekerja dengan penghasilan puluhan juta rupiah justru mengalami tekanan finansial akibat gaya hidup konsumtif dan beban utang yang tidak terkontrol. Sebaliknya, pekerja dengan gaji lebih kecil tetapi disiplin mengatur pengeluaran dan menabung justru bisa lebih aman secara keuangan.

“Orang bergaji Rp25 juta bisa lebih tertekan dibanding yang gajinya Rp7 juta kalau pengelolaannya tidak benar,” katanya.

Heidy menjelaskan, kemerdekaan finansial bukan semata-mata soal besarnya pendapatan, melainkan kondisi ketika seseorang mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya tanpa rasa khawatir terhadap masa depan keuangan.

“Ketika kita ingin jalan-jalan, umrah, atau mentraktir orang tua, uangnya tersedia dan tidak mengganggu kebutuhan lain,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya investasi sebagai instrumen untuk menjaga nilai uang dari tekanan inflasi. Menurutnya, menyimpan uang tanpa strategi justru berisiko menurunkan daya beli dalam jangka panjang.

Namun demikian, Heidy mengingatkan masyarakat agar memahami profil risiko sebelum berinvestasi di pasar modal. “Kalau investasinya bikin tidur tidak nyenyak, berarti itu tidak cocok,” katanya.

Melalui kegiatan literasi keuangan tersebut, BEI berharap pemahaman masyarakat, khususnya kelas menengah, terhadap pengelolaan keuangan dan investasi semakin meningkat. Langkah ini dinilai penting untuk mendorong stabilitas ekonomi keluarga dan memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat secara berkelanjutan.

(Nur Aida Nasution)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

DPR Koordinasi dengan Kemenlu-KBRI Kawal Kasus WNI di Bawah Umur Ditahan di Yordania

Jakarta, Aktual.com – Komisi I DPR RI menyatakan akan mengawal secara serius kasus penahanan seorang anak warga negara Indonesia (WNI) berinisial KL di Yordania. DPR mengaku sudah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Amman untuk memastikan proses penanganan berjalan efektif.

“Komisi I DPR RI menegaskan komitmennya untuk mengawal secara serius kasus penahanan anak WNI di Yordania. Saat ini, kami telah berkoordinasi intensif dengan Kementerian Luar Negeri dan lembaga terkait, termasuk KBRI Amman,” kata Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono saat dihubungi, Jakarta, Senin, (22/12/2025).

Sebelumnya diberitakan, anak WNI berinisial KL ditangkap aparat keamanan Yordania di rumahnya di Kota Amman dan ditahan sejak 19 Mei 2025. Ibu korban, Rita Endrawati, menyampaikan penangkapan dan pemeriksaan dilakukan tanpa pendampingan hukum maupun pendamping orang dewasa.

“Anak saya ditangkap dan diinterogasi tanpa didampingi kuasa hukum atau orang dewasa. Baik saat ditangkap di rumah maupun selema pemeriksaan di kantor polisi,” ungkap Rita melalui keterangan tertulis, kepada aktual.com, Senin (15/12).

Menurut Dave, DPR memantau setiap perkembangan kasus tersebut guna memastikan tidak ada kelalaian dalam perlindungan negara terhadap warganya, terutama karena yang ditahan adalah anak di bawah umur.

“Setiap perkembangan kasus dipantau secara langsung agar tidak ada celah dalam perlindungan warga negara, khususnya dalam menjamin hak-hak anak yang sedang menghadapi proses hukum di luar negeri,” ujarnya.

Namun, hingga kini keluarga anak WNI tersebut menyebut belum ada kunjungan langsung dari pihak KBRI ke tempat penahanan, meskipun permintaan telah disampaikan berulang kali. Kondisi ini memunculkan pertanyaan mengenai efektivitas koordinasi yang diklaim pemerintah dan DPR.

Dave menyatakan Komisi I menekankan pentingnya laporan yang transparan dan berkelanjutan dari pemerintah agar publik memperoleh kepastian bahwa negara benar-benar hadir.

“Kami menekankan pentingnya laporan yang transparan, detail, dan berkelanjutan. Ini penting agar publik mengetahui bahwa mekanisme diplomasi dan perlindungan hukum berjalan sesuai standar,” katanya.

Dave juga menegaskan bahwa perlindungan hak anak harus menjadi prioritas utama, sejalan dengan prinsip-prinsip konvensi internasional yang mengatur perlakuan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.

“Perlindungan hak anak sesuai konvensi internasional harus dijalankan, termasuk hak atas pendampingan hukum, akses kesehatan, serta komunikasi dengan keluarga. Negara tidak boleh abai terhadap aspek kemanusiaan ini,” ujar Dave.

Terkait tuduhan terorisme yang diarahkan kepada anak WNI tersebut, Dave meminta agar proses verifikasi dilakukan secara terbuka dan berbasis bukti yang sahih. Ia menekankan perlunya pengawasan agar tidak terjadi stigma yang dapat merugikan masa depan anak.

“Pengawasan dilakukan untuk memastikan tidak ada stigma atau tuduhan yang tidak berdasar, serta menjamin hak-hak hukum anak tersebut tetap dihormati sepanjang proses berlangsung,” katanya.

Di sisi lain, Komisi I DPR RI mendorong pemerintah untuk mengintensifkan langkah diplomatik, baik melalui jalur bilateral maupun multilateral, guna mempercepat pembebasan dan pemulangan anak tersebut ke Indonesia.

“Diplomasi yang tegas namun konstruktif menjadi kunci dalam melindungi kepentingan WNI di luar negeri,” ujar Dave.

Rita Endrawati, ibu dari KL, mengatakan anaknya masih di bawah umur dan menimbang kondisi korban yang butuh perhatian khusus, memohon agar KBRI untuk lebih cepat tanggap.

Kondisi psikologis KL disebut terus menurun selama masa penahanan, sementara kunjungan hanya bisa dilakukan dua kali dalam sepekan. Rita juga menyampaikan kondisi kesehatan anaknya yang sempat mengalami kejang dan tremor.

Laporan kesehatan telah dikirimkan sejak awal penahanan, namun penanganan medis baru diberikan setelah kondisinya memburuk. Saat ini KL masih menjalani pengobatan.

Terkait kelanjutan perkara, Rita mengatakan jika proses berjalan baik, kasus tersebut diperkirakan dapat selesai pada akhir Maret 2025. Ia berharap pendampingan dari perwakilan Indonesia terus diupayakan secara maksimal dan tidak berhenti pada prosedur administratif.

Laporan: Taufik Akbar Harefa

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

Pemerintah Buka Wacana KUR Berbasis Kekayaan Intelektual, Pelaku Kreatif Bisa Ajukan Kredit hingga Rp500 Juta

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah membuka wacana akses pembiayaan berbasis kekayaan intelektual (KI) bagi pelaku industri kreatif melalui skema Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kebijakan ini diharapkan mampu menjawab keterbatasan akses permodalan yang selama ini dihadapi pelaku usaha kreatif akibat minimnya aset fisik sebagai jaminan kredit.

Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya menjelaskan, pemerintah telah memutuskan penyediaan KUR khusus industri kreatif berbasis KI, di luar KUR untuk UMKM secara umum. Skema ini dirancang agar karakter usaha kreatif yang bertumpu pada ide, karya, dan hak cipta dapat memperoleh dukungan pembiayaan yang layak.

“KUR ini bukan hibah, tetapi kredit yang harus dikembalikan. Penyalurannya dilakukan oleh lembaga penyalur KUR, sementara kami di kementerian melakukan pendampingan dan kurasi bersama pemerintah daerah serta asosiasi agar pelaku usaha benar-benar siap menerima pembiayaan,” ujar Teuku Riefky dalam acara Ekraf Annual Report (EAR) 2025 di Thamrin Nine Ballroom, Jakarta, Senin (22/12/2025).

Keputusan tersebut diambil dalam rapat terbatas yang melibatkan Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Hukum, Menteri UMKM, serta Menteri Ekonomi Kreatif. Untuk tahun 2026, pemerintah menyetujui alokasi KUR industri kreatif berbasis KI sebesar Rp10 triliun, dengan plafon pembiayaan hingga Rp500 juta per pelaku usaha.

Selain KUR, pemerintah juga mendorong pembukaan akses kredit komersial bagi pelaku industri kreatif, termasuk melalui lembaga pembiayaan di bawah Kementerian Keuangan. Langkah ini diambil seiring masih adanya kehati-hatian perbankan, khususnya Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), dalam menyalurkan kredit berbasis non-kolateral.

Untuk menjembatani keraguan perbankan dan investor, Kementerian Ekonomi Kreatif telah menerbitkan peraturan menteri terkait jasa penilai kekayaan intelektual. Jasa penilai tersebut bertugas melakukan valuasi aset KI agar dapat menjadi dasar pertimbangan kelayakan pembiayaan.

“Kalau perbankan ragu, mereka bisa memanggil jasa penilai KI untuk melihat nilainya, kelayakan bisnisnya, dan kemampuan pengembaliannya. Begitu juga investor yang ingin masuk ke sektor kreatif,” ujar Teuku Riefky.

Ia mengakui kebijakan ini masih dalam tahap sosialisasi dan penguatan ekosistem. Namun pemerintah optimistis skema ini dapat memperluas akses pembiayaan, meningkatkan kepercayaan lembaga keuangan, serta memperkuat industri kreatif nasional secara berkelanjutan.

“Ini masih berproses, tapi satu per satu pekerjaan rumah kami selesaikan,” pungkasnya.

 

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi

Kejagung Diminta Segera Bersih-bersih Jaksa Nakal

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Hulu Sungai Utara (HSU) Albertinus Parlinggoman Napitupulu (kanan) bersama Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari HSU Asis Budianto (kiri) mengenakan rompi tahanan saat dihadirkan pada konferensi pers usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (20/12/2025). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.

Jakarta, Aktual.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta untuk segera membersihkan institusinya dari para jaksa nakal, baik yang ada di pusat maupun daerah. Hal ini menyusul sejumlah jaksa yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Banten dan Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan pada 17-18 Desember 2025.

“Penangkapan jaksa-jaksa ini membuktikan peran Kejagung yang belum maksimal membina pegawainya. Kejagung harus segera bersih-bersih para jaksa nakal, jaksa yang suka peras pejabat, dan jaksa yang suka delapan enam kan kasus,” kata Direktur Eksekutif CBA Uchok Sky Khadafi saat dihubungi, Jakarta, Senin (22/12/2025).

Menurut Uchok, Presiden Prabowo Subianto berulang kali menekankan agar aparat penegak hukum menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi. Namun, ia pesimistis pemberantasan korupsi akan berjalan maksimal di kala aparat penegak hukumnya juga bertindak korup.

“Kalau para jaksanya korup bagaimana pemberantasan korupsi bisa berjalan sesuai perintah Pak Prabowo,” katanya.

Lemah Pengawasan Internal

Sebelumnya, Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW Wana Alamsyah menyampaikan, sejak 2006 hingga 2025, sebanyak 45 jaksa ditangkap karena terlibat tindak pidana korupsi. Dari jumlah tersebut, 13 orang ditangkap KPK.

Wana pun menilah, rentetan kasus ini mencerminkan persoalan serius yang belum terselesaikan di tubuh Kejaksaan. Menurutnya, berulangnya penangkapan jaksa menandakan lemahnya fungsi pengawasan internal. Padahal, pengawasan merupakan kunci untuk memastikan penegakan hukum berjalan objektif dan berintegritas.

“Adanya jaksa yang ditangkap membuktikan bahwa fungsi pengawasan internal tidak berjalan dengan baik,” ujar Wana dalam keterangan tertulis.

Sorotan ICW juga mengarah pada periode kepemimpinan Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin. Sejak ia dilantik pada 2019, tercatat tujuh jaksa terseret kasus korupsi. “Hal ini menunjukkan bahwa Jaksa Agung gagal melakukan reformasi Kejaksaan,” kata Wana.

Hal sama disampaikan Anggota Komisi Kejaksaan (Komjak) Nurrokhman. Menurutnya, ada persoalana dala fungsi pengawasan di internal Kejagung. Ia menyebut, sejumlah jaksa yang tertangkap tangan tidak bisa dipandang semata sebagai kesalahan individu.

“Kasus tersebut mencerminkan adanya persoalan dalam fungsi pengawasan dan pembinaan di lingkungan kejaksaan dan indikator kegagalan pengawasan melekat (waskat),” kata Nurrokhman dalam keterangannya.

Sehingga, menurut Nurrokhman, pimpinan di satuan kerja para jaksa yang terjerat kasus korupsi itu dianggap bertanggung jawab untuk memastikan integritas dan disiplin anak buahnya tersebut.

Evaluasi Kajari Kota Medan

Terpisah, Wasekjend PB HMI Hasbi Alwi Silalahi mendesak Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk mengevaluasi Kepala Kejaksaan Negeri Kota Medan Fajar Syah Putra.

Hasi menduga ada pola yang sama antara yang terjadi di Kejati Kota Medan dengan OTT KPK di Banten dan Kalsel.

“Kita mendesak Jaksa Agung untuk segera bertindak untuk mencopot Kepala Kejaksaan Negeri Kota Medan Fajar Syah Putra, diduga juga menerima sejumlah gratifikasi,” kata dia.

Menurutnya, selama ini Kepala Kejaksaan Negeri Kota Medan tidak bekerja secara profesional. Di mana, sejumlah dugaan korupsi yang terjadi Kota Medan tak tersentuh oleh kejaksaan.

“Kita menduga bahwa Kejari Medan ini sengaja tutup mata, apalagi sejumlah dugaan telah terjadi, tapi Kejari Medan tak juga bertindak,” jelasnya.

Bahkan, kata Hasbi Kajari Medan Fajar Syah Putra hanya pandai menyalurkan hobinya off-road, tidak dalam bertindak sebagai jaksa.

“Itu Kajari Medan taunya hanya off-road saja, kalau disuruh kerja entah apa yang dikerjakannya, malu juga kita melihatnya,” ucap Hasbi.

Karena hal tersebut, dirinya mendesak Jaksa Agung untuk bertindak tegas, mencopot pegawai Adhyaksa yang tidak becus bekerja.

“Kita sangat sayangkan ini terjadi di Kota Medan, semoga Jaksa Agung bertindak tegas, mengingat kejadian yang terjadi di Bekasi dan Kalimantan,” ungkapnya.

Sampai dengan saat ini, kata Hasbi Kejari Medan minim akan tindakan dalam mengupas dugaan korupsi yang terjadi. Padahal, sejumlah media dan lembaga masyarakat sering bersuara, namun diabaikan.

“Susah memang kalau kerjanya hanya bicara tentang hobi, tapi kerja malas. Begitu banyak dugaan korupsi terjadi, tapi ya sudahlah,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi

Berita Lain