27 Desember 2025
Beranda blog Halaman 70

Kepemimpinan yang Tidak Efektif: Kritik Peran Zulkifli Hasan dalam Krisis Pangan Banjir Bandang Sumatera 2025

Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan memimpin rapat koordinasi terbatas bidang pangan di Jakarta, Kamis (12/6/2025). Aktual/ANTARA

Ditulis oleh: Najwa Deswita Dea Putri dan Yuliana Kartika Dewi

Jakarta, aktual.com – Menteri Koordinator Bidang Pangan pada Kabinet Merah Putih yakni Zulkifli Hasan, saat ini tengah menuai sorotan publik akibat responnya yang dinilai tidak memadai dalam menangani krisis pangan yang terjadi akibat banjir bandang di Pulau Sumatera pada akhir tahun 2025 ini. Salah satu respon yang menjadi sorotan adalah aksinya memanggul karung beras sendiri saat melakukan peninjauan lokasi banjir di Sumatera Barat yang terekam jelas dalam unggahan resmi. Liputan6 2025 mencatat bagaimana “Zulhas memanggul sendiri bantuan beras untuk korban bencana” yang menimbulkan perdebatan publik antara empati dengan pencitraan.

Banjir dengan intensitas tinggi yang menerjang beberapa titik di pulau Sumatera, seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, tidak hanya merusak infrastruktur dan melumpuhkan stabilitas perekonomian saja, tetapi juga menyebabkan masyarakat terisolasi akibat putusnya akses transportasi dan menghambat distribusi bahan pangan untuk jutaan warga yang menjadi korban dari bencana alam ini.

Merujuk pada data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tanggal 9 Desember 2025, korban dari longsor dan banjir bandang ini telah mencapai sekitar 964 korban jiwa, 262 jiwa hilang, dan 5.000 jiwa terluka. Dalam kondisi darurat seperti ini, Kementerian Koordinator Bidang Pangan mempunyai peran yang begitu krusial untuk memastikan bahwa kebutuhan dasar masyarakat tetap terpenuhi dan persediaan logistik dapat berjalan tanpa adanya hambatan.

Sebagai menteri yang bertanggung jawab atas koordinasi pangan nasional, Zulkifli Hasan sudah semestinya mampu untuk mengatur langkah penanganan krisis secara efektif dengan berkoordinasi oleh pemerintah daerah dan lembaga penanggulangan bencana. Namun, tindakan yang ia lakukan justru malah menimbulkan tanda tanya publik mengenai kapasitas kepemimpinannya dalam menangani krisis yang berskala nasional ini.

Ketika Aksi Simbolik Menguji Kepercayaan Publik

Salah satu momen yang menjadi perhatian publik adalah ketika Zulkifli Hasan turun langsung ke lokasi banjir yang terjadi di Sumatera Barat. Pada satu sisi, tindakan yang dilakukan mencerminkan gestur empati seorang pemimpin: hadir di lokasi dan menyapa para korban, serta ikut menanggung beban. Liputan 6 (2025) menulis bahwa “Zulhas mengungkapkan, aktivitas berbagi bukan hal baru baginya. Ia mengaku sudah terbiasa melakukan hal itu sejak masih berusia enam tahun, jauh sebelum terjun ke dunia politik dan pemerintahan”.

Namun di sisi lain, pengambilan gambar yang berfokus pada momen dirinya memikul karung dan kemudian dipublikasikan pada akun resmi membuat masyarakat menafsirkan hal lain. Apakah ini bentuk serving the people atau serving the image? Apalagi pada kejadiannya, terdapat banyak relawan dan petugas berada di lokasi yang sebenarnya bisa saja melakukan tugas fisik itu tanpa perlu sorotan kamera.

Ketegangan tafsir ini membuka ruang untuk membaca aksi tersebut melalui kacamata kepemimpinan yang tidak etis. Kepemimpinan yang tidak etis tidak selalu hadir dalam bentuk skandal besar, tetapi bisa juga muncul dalam ekspresi simbolik dan pengelolaan emosi yang tampak tulus namun sesungguhnya manipulatif. Merujuk pada buku Leadership in Organizations, salah satu bentuk kepemimpinan tidak etis adalah pseudo-transformationalleadership (Yukl, 2013).

Dalam bentuk ini, pemimpin menampilkan diri seolah-olah heroik dan inspiratif pada momen-momen tertentu saja, padahal yang terutama diambil adalah kesempatan untuk membangun citra, bukan memperkuat kepentingan publik secara mendalam. Gestur Zulkifli Hasan dengan aksinya yang memanggul beras menunjukkan bahwa dirinya seolah-olah heroik sebagai Menteri Koordinasi Bahan Pangan. Zulkifli Hasan tampaknya lebih mengutamakan upaya membangun citra dirinya daripada menyelesaikan persoalan pangan secara nyata dan merata karena terbukti masih banyak daerah yang membutuhkan bantuan kebutuhan dan pasar dan lebih bergantung pada bantuan dan donasi masyarakat sipil.

Selain itu, koordinasi pangan nasional yang menjadi tanggung jawab Zulkifli Hasan malah berjalan lambat dan tidak terarah, serta kondisi di lapangan yang justru memperlihatkan bahwa adanya kesenjangan antara citra pemerintah dan realitas bantuan yang diterima oleh masyarakat. Masyarakat sendiri lebih merasakan bantuan yang diberikan oleh relawan, komunitas lokal, hingga para influencer di media sosial yang menggerakan donasi untuk korban secara cepat dan tepat.

Terdapat video dan laporan dari warga yang memperlihatkan bahwa bantuan yang sampai lebih dulu pada daerah terisolasi bukan berasal dari pemerintah pusat, melainkan bersumber dari masyarakat sipil yang mampu untuk bergerak secara spontan. Solidaritas warga merupakan sebuah kekuatan sosial yang sangat luar biasa. Namun, hal ini semakin menunjukkan bahwa pemerintah tidak mampu memenuhi tanggung jawab utamanya untuk melindungi keselamatan dan kesejahteraan masyarakatnya.

Dalam kerangka kepemimpinan efektif Yukl (2013), seorang pemimpin seharusnya mampu menggerakan organisasinya untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien, hal ini tentu sangat berkaitan dengan tanggung jawab Zulkifli Hasan untuk memastikan bahwa tidak ada seorang pun warganya yang kelaparan. Akan tetapi, pada kenyataanya implementasi kepemimpinan Zulkifli Hasan tidak mampu untuk memperlihatkan kemampuannya dalam mendorong sistem respons yang sigap dan terpadu, sebab negara justru absen dalam penanggulangan bencana yang semestinya dilakukan secara menyeluruh.

Pemerintah sendiri mengklaim bahwa telah menggelontorkan bantuan dalam jumlah milyaran yang justru kenyataannya berbanding terbalik karena banyak laporan di lapangan yang menunjukkan masih banyak daerah yang belum tersentuh distribusi bantuan secara memadai dan bergantung pada dukungan relawan maupun inisiatif masyarakat sipil. Fenomena masyarakat yang lebih merasakan bantuan dari relawan dibandingkan dari Kementerian Koordinator Bidang Pangan menjelaskan bahwa terdapat kriteria kepemimpinan efektif menurut Yukl (2013) yang tidak dapat dipenuhi oleh Zulkifli Hasan.

Tujuan organisasi yang tidak tercapai dengan efektif karena distribusi pangan terlambat dan kapasitas pengikut yang tidak dibangun sehingga membuat pemerintah daerah serta petugas lapangan bekerja tanpa adanya koordinasi yang jelas. Alhasil, masyarakat sipil justru mengambil alih peran yang seharusnya dilaksanakan oleh negara. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kondisi krisis dan darurat, efektivitas Zulkifli Hasan bukan dinilai dari gestur simbolik, melainkan dari kemampuannya dalam menggerakan sistem dan memastikan bahwa masyarakatnya terlindungi.

Respon Zulkifli Hasan sebagai Menko Pangan pada krisis banjir Sumatra sejauh ini hanya berfokus pada penanganan jangka pendek, yakni melalui penambahan stok beras dan logistik lewat Bulog, serta janji pemulihan rumah dan infrastruktur. Langkah ini menjadipenting, tetapi penguatan mekanisme pangan yang ia pimpin juga diperlukan, mulai dari Bulog, pemerintah daerah, jaringan distribusi, sampai akhirnya berada pada komunitas lokal menjadi langkah perbaikan yang berdampak jangka panjang. Ini selaras dengan konsep kepemimpinan yang efektif menurut Hughes dkk. (2018) dan kepemimpinan kolaboratif dalam tata kelola publik.

Tugas utama Kemenko Pangan menurut Perpres No. 147 Tahun 2024 menyebutkan bahwa Kementerian Koordinator Bidang Pangan bertugas menyelenggarakan sinkronisasi, koordinasi, dan pengendalian pelaksanaan urusan kementerian di bidang pangan. Artinya, evaluasi kepemimpinan Zulkifli Hasan seharusnya tidak berhenti pada apakah ia hadir di lokasi dan memanggul beras, tetapi juga sejauh mana ia membangun mekanisme jangka panjang agar negara tidak terus menerus kalah cepat dengan sinergi masyarakatnya sendiri. Disini Zulkifli Hasan ditantang untuk bergeser dari logika kepemimpinan yang mengandalkan heroisme individual menuju logika kepemimpinan yang menjadikan dirinya sebagai enabler bagi kekuatan yang bersifat kolektif.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Wamentan Luruskan Informasi Perihal Bantuan Beras Rp60 Ribu/Kg

Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menjawab pertanyaan awak media di Jakarta, Rabu (10/12/2025). ANTARA/Harianto Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menjawab pertanyaan awak media di Jakarta, Rabu (10/12/2025). ANTARA/Harianto
Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menjawab pertanyaan awak media di Jakarta, Rabu (10/12/2025). ANTARA/Harianto

Jakarta, aktual.com – Wakil Menteri Pertanian Sudaryono meluruskan informasi yang viral di media sosial soal bantuan pangan beras untuk membantu korban bencana banjir dan tanah longsor di Sumatera senilai Rp60 ribu per kilogram (kg).

Dalam kegiatan memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia lingkup Kementerian Pertanian di Jakarta, Rabu (10/12), Sudaryono mengatakan bahwa bantuan seharga Rp60 ribu setiap penerima manfaat tersebut bukan 1 kilogram tetapi per 5 kilogram.

“Saya mau jelaskan itu kan sempat ramai di sosmed, katanya hitungan Kementan satu kilo beras Rp60 ribu gitu ya? Itu mungkin perlu saya kasih tahu, itu salah, typo tapi perhitungannya tidak keliru. Bukan satu kilo Rp60 ribu, tapi satu pack. Satu pack itu kan 5 kilo,” kata Sudaryono.

Ia menegaskan bantuan tidak mungkin diberikan 1 kilogram, karena standar penyaluran beras kemasan adalah satu pack 5 kilogram bagi setiap penerima manfaat yang terdampak bencana alam banjir dan tanah longsor di wilayah tersebut.

“Kan nggak mungkin kita kasih bantuan 1 kilogram kan, pasti ngasihnya kan satu pack 5 kilogram (harga) Rp60 ribu. Jadi satu kilonya adalah Rp12.500 gitu,” jelasnya.

Dengan demikian, harga Rp60 ribu tersebut setara Rp12.500 per kilogram, sehingga perhitungannya benar tanpa merugikan masyarakat penerima bantuan pangan beras pemerintah pusat nasional.

Kesalahan yang terjadi, menurut Sudaryono, hanya pada penulisan satuan di informasi awal, sementara substansi anggaran bantuan pangan tetap sesuai ketentuan berlaku dan mekanisme penyaluran resmi pemerintah kepada masyarakat terdampak bencana.

Sudaryono juga menjelaskan beras kemasan terkecil di pasaran umumnya berbentuk pack lima kilogram, sedangkan ukuran di bawahnya biasanya dijual curah sesuai kebutuhan konsumen melalui penimbangan mandiri di pengecer ritel lokal.

Melalui klarifikasi ini, Kementerian Pertanian berharap masyarakat memahami skema bantuan secara utuh, memperkuat kepercayaan publik, serta mendukung upaya penanganan bencana berkelanjutan di Sumatera dengan komunikasi terbuka, akurat, konsisten, berimbang bertanggung.

Sebelumnya Kementerian Pertanian (Kementan) mengajak masyarakat untuk aktif ikut mengawasi dan mengawal ketat penyaluran bantuan beras 1.200 ton bagi korban bencana di Sumatera, agar distribusi berjalan transparan dan benar-benar tepat sasaran.

“Hingga saat ini, pemerintah telah menyalurkan 1.200 ton bantuan beras senilai Rp16 miliar untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan masyarakat terdampak,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementan Moch. Arief Cahyono dalam keterangan di Jakarta, Senin (8/12).

Dia menyampaikan secara total, pemerintah rencananya menyalurkan 10.000 ton bantuan beras. Untuk itu, Kementan menegaskan perlunya keterlibatan publik sehingga mencegah potensi penyimpangan di lapangan.

Kementerian Pertanian menanggapi ramainya perhatian publik terkait data bantuan yang beredar untuk masyarakat terdampak bencana di Sumatera.

“Pemerintah menyampaikan apresiasi kepada warganet yang turut mengawasi dan memberikan masukan terkait transparansi data,” ujar Arief.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Tafsir Al-Baqarah 11–12: Menjaga Bumi dengan Menjaga Aturan Allah Swt

Ilustrasi Penghafal al-Qur'an

 

Jakarta, aktual.com – Al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 11-12:

﴿وَإِذَا قِیلَ لَهُمۡ لَا تُفۡسِدُوا۟ فِی ٱلۡأَرۡضِ قَالُوۤا۟ إِنَّمَا نَحۡنُ مُصۡلِحُونَ ۝١١ أَلَاۤ إِنَّهُمۡ هُمُ ٱلۡمُفۡسِدُونَ وَلَـٰكِن لَّا یَشۡعُرُونَ ۝١٢﴾ [البقرة ١١-١٢]

Ayat 11–12 Surah Al-Baqarah menyingkap satu kenyataan yang terus berulang dalam sejarah manusia: ada kelompok yang merasa diri paling benar, paling reformis, dan paling peduli kebaikan publik, padahal tindakan mereka justru merusak tatanan kehidupan. Ketika dinasihati agar tidak membuat kerusakan di bumi, mereka menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah para pembuat kebaikan.” Namun Allah menegaskan bahwa merekalah para perusak itu, hanya saja mereka tidak menyadarinya.

Para mufasir seperti Ibn ‘Abbas, Al-Hasan, Qatadah, dan As-Suddi memaknai “kerusakan di bumi” sebagai munculnya kemaksiatan kepada Allah. Tafsir ini menekankan sebuah hubungan mendasar: bumi menjadi rusak ketika manusia menjauh dari aturan Allah, bukan hanya dalam arti ekologis, tapi juga moral, sosial, dan peradaban. Imam al-Qaffal menjelaskan bahwa syariat ibarat standar hidup bersama, ketika manusia berpegang teguh padanya, rasa aman tumbuh, konflik mereda, hak-hak ditunaikan, dan ketertiban sosial terjaga. Sebaliknya, ketika hawa nafsu menjadi standar, kekacauan tidak dapat dihindari. Dari ketidakadilan, pertumpahan darah, hingga runtuhnya kepercayaan sosial, semuanya adalah bentuk “kerusakan di bumi”.

Ayat ini memberi pesan bahwa menjaga bumi bukan sekadar isu lingkungan hidup; ia adalah isu spiritual dan moral. Kerusakan alam sering kali berawal dari kerusakan jiwa: keserakahan, eksploitasi tanpa batas, ketidakpedulian pada aturan Allah, dan pemutusan hubungan antara manusia dengan nilai-nilai Ilahi. Ketika syariat ditinggalkan, hubungan manusia dengan sesama dan dengan alam menjadi timpang. Sikap merusak lingkungan, merampas hak orang lain, hingga memanipulasi kebenaran demi kepentingan pribadi, semuanya merupakan wajah-wajah modern dari “ifsad fi al-ardh”.

Sebaliknya, menjalankan syariat adalah bentuk paling fundamental dari “islah”, membuat kebaikan. Syariat hadir untuk menata hidup, bukan membelenggu; ia memberi rambu agar manusia tidak saling menzalimi dan tidak merusak bumi yang dititipkan Allah. Mulai dari ajaran keadilan, larangan berbuat zalim, perintah menjaga amanah, hingga prinsip tidak berlebih-lebihan dalam menggunakan sumber daya—semuanya menciptakan tatanan yang selaras dengan fitrah bumi.

Dengan membaca ayat ini, kita diajak untuk menilai ulang klaim-klaim “perbaikan” yang justru menjauhi nilai Ilahi. Tidak semua yang tampak modern adalah kemajuan; tidak semua yang dibungkus jargon kebaikan benar-benar memperbaiki. Ukurannya jelas: apakah ia mendekatkan manusia kepada syariat Allah, atau justru menyingkirkannya? Karena yang menjaga syariat akan menjaga bumi, dan yang merusak syariat pasti merusak bumi, meskipun mereka menganggap diri mereka pembawa perbaikan.

Ayat 11–12 ini, dengan sangat tajam, mengikat spiritualitas, moralitas, dan ekologi dalam satu pesan: bumi hanya akan baik jika manusia baik; manusia hanya akan baik jika mereka kembali pada aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Kebakaran Kantor Terra Drone, Polisi Dalami Kelalaian dan Ungkap Identitas Pimpinan Perusahaan

Polda Metro Jaya melalui Bagian Psikologi Biro SDM menerjunkan tim pendampingan psikologis bagi keluarga korban kebakaran ruko di Jakarta Pusat di RS Polri, Jakarta Timur, Selasa (9/12/2025). ANTARA/HO-Humas Polda Metro Jaya.
Polda Metro Jaya melalui Bagian Psikologi Biro SDM menerjunkan tim pendampingan psikologis bagi keluarga korban kebakaran ruko di Jakarta Pusat di RS Polri, Jakarta Timur, Selasa (9/12/2025). ANTARA/HO-Humas Polda Metro Jaya.

Jakarta, aktual.com – Kepolisian menjelaskan bahwa Terra Drone, perusahaan yang kantornya terbakar di kawasan Cempaka Baru, Jakarta Pusat, hingga menewaskan 22 orang, merupakan perusahaan yang berbasis di Jepang. Meski demikian, aparat menyebut bahwa pimpinan Terra Drone yang bekerja di kantor Jakpus adalah warga negara Indonesia.

“Perusahaannya perusahaan Jepang. Kalau pemimpin perusahaan yang di situ bukan (orang Jepang),” ujar Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Roby Saputra kepada wartawan, Rabu (10/12/2025).

Roby menegaskan bahwa identitas pimpinan perusahaan tersebut sudah diketahui, dan saat ini pihaknya tengah menelusuri keberadaannya untuk dimintai keterangan.

“Kalau pemimpin perusahaannya ada, sudah kita ketahui, sudah kita mau periksa. Posisinya di mana kita mau pastikan dulu.”

Roby juga menjelaskan bahwa Terra Drone merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pesawat nirawak. Adapun kantor yang terbakar di wilayah Jakpus berfungsi sebagai lokasi servis drone.

“Benar (perusahaan drone). (Di sana) nggak produksi, tapi perbaikan dan kantor. Bisa, servisnya memang di sana,” ujarnya.

Polisi menyatakan akan mendalami potensi kelalaian yang memicu kebakaran fatal tersebut, termasuk menelusuri kelengkapan izin operasional dari gedung yang digunakan perusahaan. Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Susatyo Purnomo Condro mengatakan,

“Tentunya dari penyebab tersebut kita akan kaji lagi, apakah penyebab tersebut juga dihubungkan dengan kelalaian atau ada pihak-pihak lain yang bertanggung jawab. Termasuk izin-izin dan sebagainya tentu akan kami lakukan pemeriksaan lebih lanjut.”

Susatyo juga mengungkap bahwa tim Laboratorium Forensik (Labfor) Mabes Polri telah diterjunkan untuk melakukan olah tempat kejadian perkara guna menelusuri sumber api.

“Pada saat ini pula, tim Labfor Polri sudah hadir dan sudah melaksanakan olah TKP untuk menemukan sebab-sebab terjadinya kebakaran,” katanya.

Berdasarkan keterangan sejumlah saksi, sementara ini kebakaran diduga berasal dari baterai drone. Namun, Kapolres menekankan bahwa temuan tersebut masih harus dikonfirmasi oleh tim Labfor.

“Kalau dari keterangan tadi, memang sementara baru karena baterai ya, baterai dari drone yang terbakar. Namun sebabnya terbakar, saat ini tim Labfor masih bekerja. Mohon waktunya agar tim Labfor bisa segera menangani dan mengetahui titik sumber api pertama dari kebakaran ini,” jelasnya.

Peristiwa kebakaran tersebut pertama kali dilaporkan warga pada pukul 12.43 WIB. Adapun total korban meninggal mencapai 22 orang, terdiri dari 15 perempuan dan 7 laki-laki.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

DPR Minta BMKG Optimalkan Penyampaian Peringatan Dini Bencana

Ketua Komisi V DPR RI Lasarus saat diwawancarai usai menghadiri sebuah acara forum diskusi di Bandung, Jawa Barat, Jumat (5/12/2025). ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi.
Ketua Komisi V DPR RI Lasarus saat diwawancarai usai menghadiri sebuah acara forum diskusi di Bandung, Jawa Barat, Jumat (5/12/2025). ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi.

Jakarta, aktual.com – Ketua Komisi V DPR RI Lasarus meminta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengoptimalkan penyampaian peringatan dini bencana agar sampai kepada seluruh lapisan masyarakat, termasuk hingga ke pelosok desa.

Lasarus, dalam keterangan diterima di Jakarta, Rabu (10/12), menilai informasi mengenai potensi siklon maupun cuaca ekstrem belakangan ini belum tersampaikan secara efektif kepada masyarakat, terutama di daerah dengan keterbatasan internet.

“Saya melihat ada semacam missed. Kalau saja masyarakat di sana tahu bahwa akan ada
siklon … Lewat konferensi pers, undang seluruh televisi bahwa akan terjadi seperti ini di sini, itu akan lebih cepat sampai ke masyarakat,” ucapnya.

Menurut dia, BMKG tidak bisa bergantung pada penyebaran informasi melalui laman web atau media sosial semata. Sebab, daerah-daerah tertentu masih memiliki keterbatasan jaringan sehingga masyarakat sulit mengakses informasi digital.

“Kalau di kampung-kampung, berharap orang buka web, orang lihat media sosial, pegang handphone saja, tidak. Belum tentu ada sinyal, itu masalah, tapi televisi hampir semua daerah sekarang bisa mengakses,” katanya.

Ia mengatakan negara telah mengalokasikan anggaran untuk pemenuhan peralatan dan kebutuhan operasional BMKG. Namun, dia menilai mahalnya investasi menjadi tidak berarti apabila informasi yang dihasilkan tidak sampai ke masyarakat.

“Kita beli seluruh peralatan yang diperlukan. Semua yang BMKG minta kita kasih selama ini. Perlu berapa untuk perawatan, kita kasih uangnya, tapi informasi yang didapat tidak sampai ke masyarakat,” ucapnya.

Lasarus menekankan, penyampaian informasi cuaca adalah aspek krusial yang berpengaruh langsung terhadap keselamatan masyarakat. Oleh sebab itu, ia mengingatkan BMKG untuk melakukan pembenahan serius.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Makin Terpuruk, Korban Gaza Hingga Saat Ini Capai 70 Ribu Lebih

Arsip foto - Kondisi Gaza yang hancur akibat serangan brutal Israel. /ANTARA/Anadolu/pri.
Arsip foto - Kondisi Gaza yang hancur akibat serangan brutal Israel. /ANTARA/Anadolu/pri.

Kota Gaza, aktual.com – Sedikitnya 70.366 warga Palestina telah tewas dan 171.064 lainnya terluka dalam perang genosida Israel sejak Oktober 2023, ungkap Kementerian Kesehatan pada Selasa (9/12).

Dalam pernyataannya, pihak kementerian menyebutkan bahwa enam warga Palestina yang terluka meninggal dunia akibat luka-luka yang mereka derita dalam 24 jam terakhir di Gaza.

Kantor Media Pemerintah Gaza menyatakan bahwa setidaknya 386 orang telah tewas dan 980 lainnya terluka akibat tembakan tentara Israel sejak gencatan senjata mulai berlaku efektif pada 10 Oktober.

Sementara itu, mengenai masuknya bantuan kemanusiaan, kantor media tersebut menyatakan bahwa rata-rata 226 truk bantuan diizinkan masuk ke Gaza setiap hari, turun dari jumlah minimum 600 truk yang harus dipatuhi Israel agar dapat masuk ke Gaza berdasarkan perjanjian gencatan senjata.

Fase pertama dari kesepakatan tersebut mencakup pembebasan sandera Israel dengan imbalan tahanan Palestina. Rencana itu juga membahas pembangunan kembali Gaza dan pembentukan mekanisme pemerintahan baru tanpa Hamas.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Berita Lain