26 Desember 2025
Beranda blog Halaman 845

Pemikiran Denny JA Soal Spiritualitas Masuk Kampus

Dwnny JA. Aktual/DOK PRIBADI

Jakarta, aktual.com – Dalam dunia yang semakin terpolarisasi oleh isu agama dan krisis makna, tiga buku baru dari komunitas Esoterika Forum Spiritualitas menawarkan pendekatan segar dalam memahami agama dan spiritualitas.

Buku-buku tersebut, karya Denny JA serta Ahmad Gaus AF dan Budhy Munawar-Rachman, secara resmi akan menjadi materi ajar di enam perguruan tinggi agama dan lintas iman, mencakup Islam, Buddha, Kristen, Katolik, dan Hindu.

Inisiatif ini dimulai dengan workshop intensif pada bulan April 2025, dihadiri oleh 25 dosen bergelar doktor dan profesor di bidang agama dan humaniora. “Kami ingin mengajak kampus tidak hanya menjadi ruang intelektual, tapi juga ruang batin yang menyejukkan,” jelas Denny JA, penulis utama dan penggagas konsep ini.

Ketiga buku tersebut adalah:

1. “10 Prinsip Spiritual yang Universal: Dari Agama Sebagai Warisan Kultural Milik Kita Bersama” oleh Denny JA.

2. “Sosiologi Agama di Era Artificial Intelligence: 7 Prinsip” oleh Denny JA.

3. “Agama sebagai Warisan Kultural Milik Bersama” oleh Ahmad Gaus AF & Budhy Munawar-Rachman.

Menurut Denny JA, ada tiga alasan utama mengapa 10 pesan spiritual universal ini penting masuk kampus.

Pertama, untuk memberikan arah di tengah limpahan informasi yang tanpa makna.

Kedua, untuk membangun kompas batin yang mampu mengarahkan manusia modern berjalan bijak di tengah beragam tafsir agama.

Ketiga, untuk menyatukan dunia yang retak oleh perbedaan identitas melalui spiritualitas universal yang menjunjung tinggi kemanusiaan.

Dalam buku “10 Prinsip Spiritual yang Universal,” Denny JA menyajikan pesan-pesan yang melampaui dogma agama, mengajak pembaca menyelami spiritualitas sebagai kebutuhan biologis, mental, dan sosial.

Buku “Sosiologi Agama di Era AI” mengeksplorasi dampak teknologi terhadap agama dan menawarkan perspektif baru yang humanistik dalam era digital.

Sementara “Agama Sebagai Warisan Kultural” yang ditulis oleh Ahmad Gaus dan. Budhy Munawar Rahman, mendorong pemahaman agama sebagai warisan budaya bersama yang harus dihormati tanpa fanatisme.

Ahmad Gaus dan Budhy Munawar Rahman menulis buku itu sebagai intisari dari pemikiran Denny JA soal agama di era Google dan AI.

“Kami percaya bahwa dengan memperkenalkan spiritualitas universal ke dalam kurikulum kampus, kita dapat menumbuhkan generasi yang bukan hanya pintar secara akademik, tetapi juga bijaksana secara emosional dan spiritual,” ungkap Denny JA.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

Temui Pimpinan DDII, HNW Desak 3 April Diakui sebagai Hari Lahir NKRI!

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid

Jakarta, aktual.com – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengingatkan kembali tentang pentingnya negara mengingatkan warga bangsa terhadap sejarah RI menjadi NKRI, melalui Mosi Integral Mohammad Natsir di Parlemen RIS pada 3 April 1950 yang berhasil mengembalikan NKRI, setelah sebelumnya melalui Konferensi Meja Bundar 27 Desember 1949 diubah Belanda menjadi RIS.

Sehingga usulan ditetapkannya tanggal 3 April sebagai Hari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan bulan April sebagai bulan NKRI, wajar dipertimbangkan serius oleh Presiden Prabowo.

Diungkapkan HNW, dipilihnya tanggal 3 April karena sebagai peringatan dan penghormatan akan hadirnya kembali NKRI melalui mosi integral yang disampaikan oleh Mohammad Natsir, seorang tokoh Islam dan Ketua Partai Islam Masyumi ketika itu, di Parlemen RIS, pada 3 April 1950.

“Hari itu adalah fakta sejarah yang tak bisa dipungkiri, dia tonggak bersatunya berbagai elemen bangsa buah ijtihad, jihad politik dan mujahadah luarbiasa dari M. Natsir, Ketua Fraksi Partai Masyumi, yang faktanya didukung oleh semua fraksi yang ada di Parlemen RIS, termasuk Partai Katolik, Partai Kristen, bahkan PKI dan PNI juga mendukung, bahkan PSI (Partai Sosialis Indonesia) yang dipimpin Soemitro Djojohadikusumo, ayah dari Presiden Prabowo. Mereka semua, sekalipun haluan dan ideologi politik berbeda dengan M. Natsir, tapi mereka bersatu untuk secara aklamasi mendukung mosi integral Natsir, kembali kepada NKRI,” ujarnya.

Hal tersebut disampaikan Pimpinan MPR RI dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, saat berbincang dengan Pengurus Pusat Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), organisasi massa Islam yang didirikan oleh M Natsir, di Ruang Kerja Wakil Ketua MPR, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (11/4/2025).

Dalam konteks kekinian, lanjut HNW, ditetapkannya tanggal 3 April tersebut, akan menyatukan bangsa Indonesia dan menyelesaikan dikotomi yang membelah antara ideologi beragama dan bernegara dengan adanya fenomena Islamophobia dan Indonesia Phobia yang ada di tengah umat dan masyarakat. Dan Mosi Integral itu terbukti berhasil menyatukan semua partai politik yang berbeda latar ideologinya agar bersatu menyelamatkan Indonesia kembali menjadi NKRI, yang sekarang diteriakkan menjadi ‘NKRI Harga Mati’.

Islamophobia adalah mereka yang memiliki pandangan tidak suka dengan Islam dan umat Islam, seolah-olah umat Islam tidak ada perannya untuk negara dan bangsa ini dan karenanya umat Islam tidak perlu dihargai atau cukup untuk dipojokkan saja. Padahal, yang memperjuangkan Indonesia menjadi NKRI adalah M. Natsir seorang tokoh Islam, ulama dan politisi.

Sedangkan Indonesia Phobia adalah mereka yang memiliki pandangan negatif terhadap negara. Seperti, negara Indonesia disebut bid’ah, thogut sampai kafir,.

“Maka dengan ijtihad M. Natsir menghadirkan kembali NKRI dan didukung oleh semua kekuatan politik di DPR RIS, harusnya dikotomi dan salah paham itu sudah selesai. Karena M. Natsir selain Pimpinan Partai Islam Masyumi, juga seorang Ulama dan pejuang cendekiawan Muslim, tapi justru beliaulah Negarawan yang berhasil memperjuangkan kembalinya NKRI setelah diubah Belanda jadi RI,” jelas HNW.

Dikatakan HNW, jatuhnya Hari NKRI di bulan April juga memiliki catatan sejarah yang sangat penting untuk Indonesia. Sebab, di bulan April juga terselenggaranya Konferensi Asia Afrika (KAA) pada tanggal 18–24 April 1955 di Bandung, Jawa Barat. Itulah tonggak bersatunya negara-negara Asia dan Afrika untuk Merdeka dari pecah belah penjajah-penjajah Barat.

HNW menekankan, melihat pentingnya usulan untuk menjadikan atau menetapkan tanggal 3 April sebagai Hari NKRI, HNW berharap agar DDII (ormas yang didirikan almarhum Buya M. Natsir) untuk berada di garda terdepan mengambil peran memperkuat usulan tersebut.

HNW bersyukur dan mengucap Alhamdulillah, para Pimpinan DDII yang hadir, yakni Wakil Ketua Umum II Dr. H. Muhammad Noer, MA, Wakil Ketua Umum IV Dr. H. Imam Zamroji, MA, Sekretaris Umum Drs. H. Avid Solihin, MM, Bendahara Umum H. Ade Salamun, M.Si, Ketua Bidang Pendidikan Dr. Ujang Habibie, M.Pd, Ketua Bidang Bina Masjid, Pesantren, Kampus Dr. H. Imam Zamrozi, MA, Ketua Bidang Pengembangan Daerah Dr. H. Ahmad Misbahul Anam, MA dan Hairul Anwar, MM, antusias menyambut positif masukan dan usulan dari HNW itu.

“Maka bagus bila dalam acara silaturrahim keluarga besar DDII tanggal 19 April 2025 nanti, dibuat semacam resolusi usulan dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia dan para tokohnya, agar tanggal 3 April dijadikan sebagai Hari Nasional yakni Hari NKRI. Apalagi kita di Indonesia ini sudah punya Hari Pancasila, Hari Konstitusi, wajar saja bila juga ada Hari NKRI,” katanya.

Momentum Hari NKRI ini, lanjut HNW, sangat penting dimaksimalkan untuk bersatu dan menghilangkan segala polemik, kemudian bersama membangun bangsa menyongsong Indonesia Emas 2045.

“Untuk Presiden Prabowo Subianto, mumpung di tahun pertama masa jabatannya sebagai Presiden, ini akan sangat positif dan bahkan bisa menjadi _legacy_ beliau, memulainya dengan mewujudkan penguatan ke-NKRI-an. Menyatukan kekuatan-kekuatan politik dan kelompok masyarakat dalam satu semangat NKRI. Hal ini selaras dengan apa yang diperjuangkan dan menjadi _legacy_ ayah beliau, Prof. Soemitro Pimpinan PSI, yang juga mendukung mosi integralnya Moh. Natsir, pada 3 april 1950, dan itu menjadi tonggak hadirnya kembalI NKRI, yang kini kita jadikan slogan NKRI Harga Mati,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

HNW Dorong Pesantren Perkuat Sinergi dengan NGO Pro Palestina

Wakil Ketua MPR Dr. H.M. Hidayat Nur Wahid, Lc, MA berbincang dengan perwakilan dari MPDI dengan Komite Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP), Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), dan Adara Relief Internasional, di Ruang Rapat Pimpinan MPR, Gedung Nusantara III Lantai 9, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat petang (11/4/2025). Aktual/DOK MPR RI

Jakarta, aktual.com – Wakil Ketua MPR Dr. H.M. Hidayat Nur Wahid, Lc, MA, mendorong pesantren-pesantren dalam organisasi Majelis Pesantren Ma’had Dakwah Indonesia (MPDI) untuk melanjutkan peran mensejarah Pesantren dengan bersinergi bersama lembaga swadaya masyarakat atau non government organization (NGO) pro Palestina, baik terkait dengan masalah Palestina maupun keIndonesiaan, sehingga bisa meningkatkan kualitas pesantren, para santri dan santriwati menyongsong Indonesia Emas 2045.

“Potensi besar di pesantren, dan sejarah perjuangan Pesantren di Indonesia, penting dijaga dan dilanjutkan sehingga Generasi Emas di pesantren kita bisa bersinergi dengan NGO pro Palestina, dan NGO lainnya, sehingga menghasilkan output yang maksimal baik manfaatnya untuk Palestina maupun di Indonesia. Bila semakin terbiasa bersinergi, berkolaborasi, saling percaya dan saling menguatkan, maka dampaknya akan sangat bagus, baik untuk pesantren dengan para santrinya maupun untuk Indonesia dan Palestina,” kata Hidayat Nur Wahid atau HNW dalam pertemuan antara MPDI dengan Komite Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP), Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), dan Adara Relief Internasional, di Ruang Rapat Pimpinan MPR, Gedung Nusantara III Lantai 9, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat petang (11/4/2025). Pertemuan dihadiri Ketua Umum MPDI K.H. Ayi Abdul Rosyid didampingi pengurus pusat MPDI, Muqoddam Cholil dari KNRP, Ketua BSMI M. Jazuli Ambari, dan Direktur Utama Adara Relief Internasional Maryam Rachmayani.

Dalam pertemuan ini, HNW menyebut dalam soal Palestina, sebenarnya antara MPDI, KNRP, BSMI, dan Adara, adalah satu karena memiliki kesamaan tujuan, jalan, dan tanggungjawab sehingga sinergi perlu dimaksimalkan. Selain itu, bagi para donatur di pesantren dan lainnya, ketika mengetahui komunitas pesantren, santri, dan lainnya, terhubung dengan masalah Palestina, maka akan membuka wawasan mereka bahwa pesantren tidak sekadar lokal tetapi mengglobal, dan pesantren juga melanjutkan peran mensejarah dan mempunyai visi kemanusiaan global.

“Ketika para santri terhubung dengan masalah Gaza, maka diharapkan wawasan pesantren dan santri semakin meluas dan membuat tanggungjawab sejarahnya semakin menguat. Karena memiliki kepedulian kemanusiaan, kemudian berinfak atau minimal mendoakan untuk perjuangan Palestina agar merdeka dan tidak dijajah oleh Israel, maka hal ini sebenarnya mengikuti tradisi besar pesantren di Indonesia,” kata HNW.

HNW mengungkapkan pada tahun 1938, atau 10 tahun sebelum Palestina dijajah oleh Israel, para kiai di pesantren terutama kiai dari NU, yaitu KH Hasyim Asy’ari, KH Wahid Hasyim, KH Wahab Chasbullah, sudah memfatwakan bahwa umat Islam wajib membantu perjuangan rakyat Palestina agar tidak dijajah oleh Israel. KH Hasyim Asy’ari memfatwakan wajib memperjuangkan minimal dengan doa, karenanya dibuatkan Qunut Nazilah. KH Wahab Chasbullah memfatwakan membantu juga dengan dana.

“Jadi, ketika kita dorong pesantren-pesantren untuk peduli terhadap perjuangan rakyat Palestina dengan doa dan dana sesungguhnya sedang melanjutkan kiprahnya pesantren. Menyambungkan sejarah dalam konteks lokal dan global itu sangat penting agar kita tidak kehilangan pijakan. Kita punya sejarah dan tidak mengada-ada. Kita justru melanjutkan sejarah. Dalam konteks Indonesia, kita melanjutkan apa yang difatwakan oleh kiai-kiai pendiri NU,” papar HNW.

“Jadi, kalau sekarang dikumpulkan dana dan sebagainya untuk perjuangan rakyat Palestina, itu melanjutkan tradisi para kiai. Bukan mengada-ada, apalagi kalau dianggap terorisme. Para kiai itu adalah Pahlawan Nasional. Hal itu harus dipahami oleh dunia pesantren sehingga mereka tidak mempunyai barrier, ketakutan atau kekhawatiran. Justru seharusnya pesantren berada di garda terdepan. Para santri pun bisa termotivasi seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Chasbullah, yaitu menjadi kiai yang hebat, ilmu agamanya sangat kuat, semangat juang sangat tinggi, tetapi juga peduli terhadap masalah Palestina,” pungkasnya.

Dalam kesempatan itu, Abdul Rosyid mengungkapkan pertemuan antara MPDI dengan NGO yang peduli terhadap isu kemanusiaan di Palestina adalah untuk berkoordinasi dengan tiga NGO, yaitu KNRP, BSMI, dan Adara, terkait dengan kegiatan donasi dan penyaluran dari pesantren-pesantren dalam organisasi MPDI untuk Palestina. Saat ini tercatat anggota MPDI berjumlah sekitar 216 pesantren di Indonesia.

Menurut Abdul Rosyid, selama ini masing-masiing pesantren dengan kepeduliannya kepada Palestina telah mengumpulkan donasi melalui berbagai kegiatan dan menjalin kerjasama dengan NGO Palestina. “Tetapi ke depan kita ingin mengkoordinasi anggota MPDI dalam kerjasama yang lebih intens lagi dengan NGO Palestina seperti KNRP, BSMI, dan Adara,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

Turun Dapil, Rusdi Kirana Bagikan 40 Paket Umrah dan Beasiswa Kuliah di Politeknik Kirana

Wakil Ketua MPR RI Rusdi Kirana membagikan total 40 paket umrah dan beasiswa kuliah kepada konstituennya di Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Timur VIII. Aktual/DOK MPR RI

Jombang, aktual.com – Wakil Ketua MPR RI Rusdi Kirana membagikan total 40 paket umrah dan beasiswa kuliah kepada konstituennya di Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Timur VIII.

Pembagian doorprize paket umrah itu dilakukan saat RK- sapaan akrab Rusdi Kirana- menyapa konstituennya dalam rangkaian reses sebagai anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada Kamis (10/4/2025).

“Sebagai bentuk terima kasih saya, masing-masing dapil dan banom PKB di Jombang dan Mojokerto, saya berangkatkan umrah dengan dana pribadi saya untuk dua orang di masing-masing dapil di Mojokerto dan Jombang,” ujar anggota Fraksi PKB DPR RI ini saat menyapa konstituennya di Kota Mojokerto.

Tidak hanya itu, RK juga menawarkan beasiswa kuliah di Politeknik Kirana yang baru dibuka pada tahun ini di Kabupaten Tangerang, Banten. Nantinya, mahasiswa yang terpilih akan digembleng khusus agar memiliki kompetensi kerja, terutama dalam bidang perawatan pesawat terbang.

“Silakan kalau ada anak-anak lulusan SMK, SMA dari Dapil Jatim VIII, selama bisa lulus assessment, berapapun jumlahnya, kita bisa berikan beasiswa kuliah gratis dan nanti lulus bisa langsung kerja di Lion Air Group,” urainya.

Beasiswa itu diberikan sebagai bentuk kepedulian Rusdi Kirana dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia, sekaligus menciptakan lulusan yang bisa memiliki keterampilan kerja sehingga bisa langsung terserap di dunia kerja. Dengan begitu bisa membantu perekonomian warga, sekaligus membantu membuka lapangan kerja baru.

Kunjungan Rusdi Kirana ke dapil dielu-elukan warga Jombang dan Mojokerto. Mereka berebut untuk bisa berfoto bersama Wakil Ketua Umum DPP PKB yang juga pemilik maskapai penerbangan Lion Air tersebut.

Rencananya, untuk masa reses berikutnya, Wakil Ketua Umum DPP PKB ini akan kembali melakukan kunjungan serupa di wilayah Nganjuk dan Madiun yang juga bagian dari Dapil VIII Jawa Timur.

Kunjungan ke dapil secara rutin dilakukan Rusdi Kirana setiap masa reses untuk bisa menyapa langsung pemilihnya, sekaligus menyerap aspirasi warga yang menjadi salah satu tugas sebagai anggota DPR RI.

Rusdi Kirana mengaku sangat senang bisa menyapa langsung konstituennya di wilayah Jombang dan Mojokerto. “Saya sangat bersyukur dan terharu. Di Jombang ini saya serasa berada di rumah sendiri. Saya merasa sangat senang,” ungkapnya. (*)

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

Wamentan: Penghapusan Kuota Impor untuk Cegah Monopoli

Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono (kanan). ANTARA/HO-Humas Kementan

Jakarta, Aktual.com – Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menjelaskan rencana Presiden Prabowo Subianto menghapus sistem kuota impor komoditas bertujuan mencegah monopoli dan tidak akan mengancam keberlangsungan industri pertanian nasional secara keseluruhan.

“Bukan berarti kemudian impor besar-besaran, semua diimpor, bukan! Tetap harus melindungi produksi dalam negeri untuk komoditas pangan, komoditas teknologi, komoditas pakaian, komoditas apa pun, tetap produksi dalam negeri akan diprioritaskan,” kata Wamentan dalam keterangan dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (11/4).

Dia menegaskan rencana Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus sistem kuota impor komoditas tidak akan mengancam kelangsungan industri pertanian dalam negeri.

Pemerintah tetap berkomitmen kuat untuk melindungi kepentingan petani dan pelaku usaha domestik, seiring dengan langkah mendorong tercapainya swasembada pangan nasional.

Wamentan Sudaryono yang akrab disapa Mas Dar ini menyampaikan, kebijakan itu justru ditujukan untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan efisien dalam rantai pasok pangan nasional.

“Kebijakan tersebut tidak berarti membuka keran impor secara besar-besaran,” ujarnya pula.

Ia juga menuturkan, Indonesia masih memiliki fokus utama untuk mewujudkan swasembada pangan dan energi. Kuota impor yang akan dihapus hanya terbatas pada sektor tertentu.

“Maksudnya gini, misalnya butuh impor daging beku, yang butuh industri, ya sudah industri saja yang impor. Nggak usah ada pihak tertentu yang dikasih kuota, kemudian dia yang ngatur jumlahnya, dia yang dikasih hak khusus. Menurut Pak Presiden itu tidak adil,” kata Wamentan.

Lebih lanjut, Wamentan Sudaryono menjelaskan bahwa kebijakan penghapusan kuota impor tidak akan mematikan industri dalam negeri. Bahkan, sektor pertanian dalam negeri terus didorong untuk mencapai swasembada pangan dan memperkuat daya saing industri nasional.

“Kita kan melindungi yang di dalam negeri, itu pasti harus tetap dilindungi. Bukan berarti dibuka seluas-seluasnya kemudian industri yang di dalam negeri mati, enggak. Kita tetap harus swasembada,” katanya lagi.

Kebijakan itu juga diyakini akan memberikan dampak positif bagi masyarakat luas. Dengan sistem impor yang lebih terbuka, harga komoditas pangan seperti daging yang mengandung protein tinggi berpotensi menjadi lebih terjangkau.

“Kalau harga beli impornya murah, maka harga jualnya akan lebih murah. Yang menikmati siapa? Rakyat Indonesia,” kata Sudaryono lagi.

Terkait skema pelaksanaan, Sudaryono menyebut bahwa industri akan dapat mengimpor langsung sesuai kebutuhan tanpa perantara kuota yang selama ini dimonopoli dan diperuntukkan ke segelintir kelompok.

“Yang dimaksud dengan tidak ada kuota itu maksudnya jumlah volume yang harus kita impor tidak boleh lagi dimonopoli oleh orang-orang tertentu,” katanya pula.

Ia menerangkan volume yang sudah ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan neraca komoditas boleh diimpor, volume itu bisa diimpor oleh siapa saja, tidak lagi dimonopoli oleh orang-orang tertentu.

“Supaya lebih adil dan tidak ada lagi praktik monopoli dengan pemberian kuota kepada orang-orang tertentu,” katanya menegaskan.

Kementerian Pertanian memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil akan selalu berpihak pada kepentingan rakyat dan keberlangsungan industri dalam negeri. Melalui sinergi dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia diyakini mampu menciptakan sistem pangan yang tangguh, adil, dan berkelanjutan.

Artikel ini ditulis oleh:

Sandi Setyawan

Lestari Moerdijat: Konsistensi Peningkatan Kapasitas Guru Harus Diwujudkan

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat. Aktual/DOK MPR RI

Jakarta, aktual.com – Dorong konsistensi peningkatan kapasitas guru untuk mewujudkan sistem pendidikan nasional yang mampu melahirkan generasi penerus bangsa yang berdaya saing di masa depan.

“Upaya untuk memperkuat konsistensi dalam peningkatan kapasitas tenaga pengajar harus kita dukung bersama demi masa depan anak bangsa yang lebih baik,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Jumat (11/4).

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) resmi mengeluarkan Surat Edaran Nomor 5684/MDM.B1/HK.04.00/2025 tentang Hari Belajar Guru.

Surat Edaran tertanggal 26 Maret 2025 itu mengatur bahwa setiap guru dan kepala satuan pendidikan (kepala sekolah) wajib menjadwalkan satu hari dalam seminggu sebagai
Hari Belajar Guru.

Hari belajar dipilih berdasarkan kesepakatan bersama antar anggota forum profesional, dan tidak mengganggu kegiatan belajar-mengajar reguler.

Tujuan utama dari kebijakan itu adalah untuk mengoptimalkan Pengembangan Kompetensi Berkelanjutan (PKB) bagi guru.

Menurut Lestari, kebijakan yang telah dibuat harus benar-benar dijalankan sesuai dengan yang direncanakan.

Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat dengan cepatnya perkembangan di sejumlah bidang saat ini, upaya konsisten untuk menghadirkan ekosistem belajar yang berkelanjutan merupakan langkah yang strategis.

Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, mendorong agar para guru memanfaatkan kesempatan yang diberikan dengan sebaik-baiknya, sehingga mampu meningkatkan kapasitas diri sehingga mampu mendukung peningkatan layanan pendidikan.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah memberi dukungan penuh terhadap berbagai upaya untuk meningkatkan kapasitas tenaga pengajar.

Dengan tenaga pengajar yang memiliki kompetensi yang baik, ujar Rerie, diharapkan mampu meningkatkan kualitas proses belajar mengajar yang sangat dibutuhkan untuk melahirkan generasi penerus berkarakter kuat dan berdaya saing di masa depan.*

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

Berita Lain