25 Desember 2025
Beranda blog Halaman 868

Ibas Tinjau Layanan CKG, Pastikan Pemerataan di Seluruh Indonesia

Wakil Ketua MPR RI sekaligus Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) memeriksa kesehatan usai meninjau Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di Desa Panggung, Kabupaten Magetan, Selasa (25/3/25). Aktual/DOK MPR RI

Magetan, aktual.com –  Wakil Ketua MPR RI sekaligus Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menegaskan agar Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) benar-benar bisa dirasakan oleh masyarakat di seluruh Indonesia, termasuk yang ada di desa dan pelosok. Ibas berkomitmen terus mengawal program ini, agar masyarakat lebih mudah dan cepat mendapatkan pelayanan kesehatan.

Hal tersebut disampaikan Ibas ketika ikut cek tensi dan meninjau langsung pelaksanaan program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di Desa Panggung, Kabupaten Magetan. Kegiatan ini berlangsung dalam acara reses sekaligus Silaturahmi Kebangsaan bertajuk ‘Kawal Program Cek Kesehatan Gratis (CKG)’, Selasa (25/03/25).

Dalam sambutannya, Ibas menegaskan komitmennya terhadap program kesehatan. “Saya datang ke desa ini, ingin memastikan program yang kami perjuangkan di tingkat pusat, tidak hanya kami sebagai wakil rakyat dari Partai Demokrat, tapi juga teman-teman dari tingkat Kabupaten, bahwa Masyarakat kita hari ini harus tetap sehat, betul?” tanyanya, diikuti oleh anggukan antusias hadirin.

“Kami mengawal, memastikan agar program cek kesehatan gratis benar-benar bisa dirasakan oleh Masyarakat yang ada di Indonesia, termasuk yang ada di Desa Panggung. Kalau kita sehat, Insya Allah kita panjang usia, betul? Insya Allah kita bisa terus berpikir yang terbaik untuk desa kita, kabupaten kita, dan Indonesia tercinta.”

Edhie Baskoro khususnya menyoroti pentingnya pencegahan penyakit degeneratif: “Kami juga ingin ibu-ibu, bapak-bapak semuanya juga terhindar dari penyakit-pernyakit seperti sakit gula atau diabetes, asam urat, dan penyakit hipertensi yang biasanya turunan, atau dari konsumsi garam yang berlebihan.”

Lebih lanjut, Ibas menyatakan dukungannya terhadap program kesehatan pemerintah: “Pengecekan kesehatan gratis yang diberikan oleh pemerintahan Prabowo mesti sama-sama kita dukung dan kita kawal, setuju?” tanyanya pada hadirin, diikuti oleh seruan setuju ibu-ibu dan bapak-bapak.

“Masyarakat kita lebih mudah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secepat mungkin, dan kita mengantisipasi sebelum terjadinya sakit atau datangnya penyakit badan dan tubuh – kita secara rutin dicek. Dan, program kesehatan gratis ini berlaku untuk semuanya, termasuk ketika hari ulang tahun sedoyo,” ungkapnya.

Dalam kesempatan ini, Ibas juga menekankan pentingnya memperhatikan kesehatan ibu hamil dan balita sebagai generasi penerus bangsa. “Untuk anak-anak dan balita, pastikan dipantau terus tumbuh kembangnya, termasuk peningkatan gizinya melalui program makan bergizi gratis. Sementara bagi calon ibu muda, pemeriksaan berkala sangat penting karena kesehatan mereka menentukan kualitas generasi berikutnya,” jelasnya.

Ibas mengingatkan bahwa investasi di sektor kesehatan ibu dan anak akan berdampak jangka panjang. “Ketika ibu sehat dan balita tercukupi gizinya, maka kita sesungguhnya sedang membangun fondasi SDM unggul untuk Indonesia maju. Salah satunya adanya melalui Posyandu dan Puskesmas yang terdata dan dilaksanakan setiap bulan, seperti di Desa Panggung ini,” katanya.

Edhie Baskoro anggota DPR RI dapil Jatim VII tersebut, selain meninjau Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) juga datang untuk mengawal langsung Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS).

Ibas menyampaikan apresiasinya atas progres program bedah rumah yang telah menjangkau 1.080 penerima manfaat di Kabupaten Magetan. “Alhamdulillah tadi, kami bertemu Mbok Darmi dan Mas Rokif, salah satu penerima manfaat dari bedah rumah yang kami perjuangkan di Kabupaten Magetan sebanyak 1.080 rumah. Dan insya Allah, sekali lagi, kita harus sama-sama komitmen agar program tersebut betul-betul berlanjut,” ungkapnya. “Karena tidak semua mendapatkan kesempatan, masih banyak yang memerlukan bantuan yang lebih besar untuk itu, rumah layak,
Nyaman, dan sehat ” tambah Ibas.

“Saya juga ingin memastikan kawal bedah rumah ini selesai dan kedepan tetap terawat dengan baik sehingga keluarga menjadi lebih sehat dan nyaman hidupnya. Di kala musim hujan, kita juga beryukur, terlindungi dari atap yang bocor, dan kamar mandinya juga lebih baik. Pesan saya, mohon untuk benar-benar dirawat, nggih?” lanjutnya. Sambutan hangat dan rasa syukur pun disampaikan oleh penerima manfaat.

Adapun Acik Maliyani, perawat sekaligus penanggung jawab puskesmas desa, menyampaikan rasa senangnya atas kedatangan Edhie Baskoro. “Alhamdulillah, senang sekali kami dikunjungi langsung oleh wakil rakyat kami tersayang (DPR RI), Mas Ibas. PonKesDes ini adalah tempat untuk kami melayani para masyarakat yang periksa kesehatan dan yang sedang sakit; ada pemeriksaan tekanan darah, kolesterol, jantung, cek gula darah hingga lainnya. Memastikan masyarakat bisa terus sehat, sehingga kami berharap Mas Ibas bisa terus mengawal dan membantu kami,” katanya.

Di sisi lain, Dokter Abdulah Karim ketika ditemui Ibas menjelaskan beberapa penyakit yang banyak dikeluhkan masyarakat desa: “Di desa ini banyak masyarakat yang datang untuk cek tensi dan gula. Kebanyakan sakit yang diderita adalah hipertensi, dan diabetes. Para pasien yang merupakan masyarakat disini, tiap bulan kami lakukan pengecekan dan terus kita melakukan sosialisasi, edukasi dan penanganannya untuk masyarakat,” paparnya.

Kunjungan ini memperkuat sinergi antara pemerintah pusat, daerah, tenaga kesehatan, dan masyarakat dalam meningkatkan kualitas layanan Kesehatan dan Gizi Gratis di Magetan.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

Sultaniyya: Jalan Politik Islam

Masjid Raya Kesultanan Banten

Irawan Santoso Shiddiq, SH

Snouck Hurgronje, ini murtadin melegenda. Spionase handal Hindia Belanda. Masuk Islam, hanya demi mencari kelemahan umat. Dalam bukunya, ‘The Atjehers,’ Snouck memberi rekomendasi penting untuk Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Dia menjelaskan, untuk melumpuhkan perlawawanan umat Islam pada kolonialisme, dia membaginya pada tiga tingkatan. Dalam tataran ibadah, maka ‘dibiarkan.’ Dalam tatanan tijarah (perdagangan), harus diawasi. Dalam tatanan kekuasaan, harus dihabisi.

Dalam kacamata Snouck, kekuasaan kolonialis, hanya terancam oleh pola kekuasaan Islam. Eranya, kekuasaan Islam tentu mewujud dalam kesultanan. Mulai dari Aceh hingga Tidore, Goa, umat Islam berjamaah dalam pola kesultanan. Inilah ‘ketatanegaraan’ Islam satu-satunya sejak era Madinah al Munawarah.

Pola Kesultanan, ini yang membuat Islam Berjaya di abad pertengahan. Lima Kesultanan besar, menguasai sepertiga belahan dunia. Mulai dari Utsmaniyya, Moghul, Mataram, Aceh Darussalam, Idrisiyyah di Magribi, dan lainnya. Masa itu, Eropa masih dalam kegelapan. Mereka masih menggeluti belajar filsafat, yang diambil dari kaum mu’tazilah. Hanya demi menghadapi dogma ajaran Gereja Roma, yang menjadi sentral pengajaran Nasrani di Eropa.

Abad 19, nusantara masih tergelut dalam pola sultaniyya. Hindia Belanda masih bercokol menggantikan VOC. Ini koorporasi dagang yang tersukses di dunia, di abad pertengahan. Pola VOC yang menginspirasi corporation seantero dunia. Para Yahudi Belanda, sukses membangun kongsi dagang VOC dengan kapitalisme. Mereka membawa tiga ajaran: gold, gospel, glory. Mencari emas, sembari menyebarkan agama. Tapi ajaran yang mereka tularkan, mengarah pada kolonialisme. Kini disebut kapitalisme.

Perang Jawa (1825-1830) dan Perang Sabil di Aceh, ini memberi pelajaran besar Belanda. Negara itu hampir bangkrut menghadapi perlawanan keduanya. Para pengamal tarekat Syatariyyah, mempelopori kedua perang itu. Aceh dan Jawa meletus perlawanan bersamaan. Dukun-dukun dari Afrika yang didatangkan Belanda, tak sanggup menghapi perlawanan pasukan Diponegoro dan lainnya. Di Jawa, perang ini disebut perang santri. Karena kaum santri yang berada digaris depan peperangan. Dari sisi ekonomis, Belanda rugi besar.

Selepas Pangeran Diponegoro ditangkap, perang dianggap bisa dipadamkan. Kesultanan Yogya, dianggap harus mengganti kerugian materil Belanda. Karena mereka digaris berhadapan dengan pasukan Diponegoro. Pasca perang Jawa, Belanda menerapkan tanam paksa. Untuk mengembalikan modal akibat kebangkrutan. Penjahan mulai terasa. Tanpa perlawanan, kolonialisme makin merajalela. Pajak diterapkan tinggi.

Tak cuma itu, Hindia Belanda juga mengincar harta umat. Salah satunya dari Zakat. Kesultanan, yang saban tahun menjadi tempat pembayaran Zakat, diincar Belanda. Karena dalam Zakat, disitulah perputaran harta umat berlangsung. Belanda pun berusahaan mengkooptasi agar uang Zakat bisa masuk kantong mereka.

Tahun 1803, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Deandels, memahami ini. Dia perlu uang kas Hindia Belanda segera. Deandels menerbitkan pembubaran Kesultanan Banten. Karena muslimin Banten membayar Zakat disana. Ujungnya, pasca Banten dibubarkan, Zakat ditampung oleh pihak Keresidenan Banten. Pundi-pundi uang Belanda pun meningkat.

Ini yang menimbulkan perlawanan dari para pengamal tarekat Qadiriyya Naqsyabandiyya di Banten dan sekitarnya. Shaykh Abdal Karim dan murid-muridnya, memimpin pertempuran melawan otoritas Hindia Belanda di Banten. Mereka tak terima Sultan Banten dikooptasi. Karena dampaknya, uang Zakat muslimin Banten, masuk ke kas Hindia Belanda. Karena para ulama setuju, Ulil Amri Minkum adalah Sultan. Bukan ‘Gubernur Jenderal Hindia Belanda.’ Maka, Zakat hanya berhak dipungut oleh ‘Ulil Amri Minkum.’ Al Quran Surat At Taubah: 103 memberikan perintah ini.

Titah Snouck tadi yang jadi rujukan. Karena ‘kekuasaan Islam’ haruslah dihabisi. Tak bisa sekedar diawasi. Melainkan harus dihabisi. Pola menghabisinya ada dua model: ditunggangi atau diperangi. Sejumlah kesultanan, seperti Yogyakarta, Deli, Langkat, Sukarta, dan lainnya, ini masuk yang kategori telah ‘ditunggangi.’ Maka tak perlu dihancurkan atau dibubarkan. Tapi bagi yang melawan, maka harus dihabisi. Ini yang berlangsung pada Kesultanan Banten, Kesultanan Aceh, sampai Kesultanan Palembang. Para Kesultanan di negeri Malaysia, bernasib serupa. Bagi yang kooperatif dengan Belanda, tentu dibangunkan keraton atau istana.

Maka, sejak abad 19-an, Belanda mulai mengambil alih seluruh ibadah umat yang berbau uang. Mulai zakat, wakaf, sampai pelaksanaan Haji. Semula, Haji di wilayah nusantara, berangkat melalui titik di Kesultanan Aceh. Ibadah haji, dilakukan dan ditanggungjawabi Sultan Aceh. Dari Aceh, maka kabilah Haji berangkat ke tanah suci. Makanya Aceh dikenal sebagai ‘serambi Makkah.’ Tapi kemudian Belanda mengambil alih. Keberangkatan Haji bisa dilakukan melalui Batavia. Tak lagi dibawah otoritas Sultan. Sektor Haji pun direnggut kaum kolonialis.

Kemudian Belanda merambah sector Zakat. Ini uang beredar setiap tahun mencapai ribuan Dinar emas. Belanda melirik ini. Makanya jalannya adalah ‘membubarkan Kesultanan.’ Kekuasaan Islam harus dipangkas. Kolonialis mulai menggeser makna ‘Ulil Amri Minkum.’ Seolah keresidenan Belanda juga layak disematkan sebagai ‘Ulil Amri.’ Karena mereka masuk kategori mengurusi umat.

Geger Cilegon, 1888, menunjukkan bagaimana politik busuk Hindia Belanda. Mereka mendatangkan ‘ulama’ yang bersedia mengeluarkan fatwa. Bahwa seolah perang perlawanan ahlu tarekat melawan kolonialis Belanda itu, bukan dikategorikan jihad fisabililah. Fatwa dikeluarkan Usman Bin Yayha, yang diangkat mufti oleh Hindia Belanda. Ujungnya, umat mulai terbelah. Ada yang mulai menggeser pembayaran Zakat pada pihak keresidenan.

Belanda pun mengkebiri peranan Kesultanan. Bagi yang berada dalam piaraannyaa, hanya diberikan hak untuk pelaksanaan ibadah. Minus urusan perihal harta. Makanya, kesultanan-kesultanan dibawah ampuan Belanda, tak dibolehkan lagi menarik Zakat, memberangkat Haji, sampai mengurusi wakaf. Hal-hal yang berkaitan dengan harta umat.

Di Utsmaniyya, pola serupa dilakukan. Tahun 1924, Utsmaniyya dibubarkan. Sultan Abdul Hamid II, disingkirkan. Mustafa Kemal, diangkat imperalis Yahudi, dijadikan Presiden Turki modern. Seolah modernisme, jalan keluar bagi kebuntuan umat. Ujungnya malah membuat umat di Turki makin hancur. Para modernis Islam dan wahabisme, yang menyerang dan mendukung pembubaran Kesultanan Utsmaniyya, beranggapan mereka akan bisa diterima oleh kuffar. “Mereka bermimpi bisa duduk semeja dengan kaum kuffar,” kata Shaykh Abdalqadir as sufi. Hasilnya malah miris. Karena para modernis Islam itu hanya dijadikan kaki tangan para kuffar. Mereka diperalat untuk menghancurkan Utsmaniyya. Msuatfa Kemal merasakannya. Jenazahnya sampai ditolak bumi. Tak ada yang menziarahi.

Dari sini, maka Zakat adalah ibadah yang paling mengalami banyak bid’ah. Pasca dibubarkannya kesultanan, tak ada lagi ‘Ulil Amri’ defenitif. Umat kemudian terjebak pada dua polarisasi. Mendukung ‘state modern’ bak Hindia Belanda, untuk dijadikan Ulil Amri. Atau mengembalikan kesultanan bak era Madinah al Munawarah. Tapi mayoritas mendukung pola pertama. Karena iming-iming bisa ‘duduk semeja dengan kuffar’ itu yang mendominasi.

Karena Kesultanan, itulah pola kekuasaan Islam dijalankan. Ini telah dicontohkan amalannya oleh Wali Songo di tanah Jawa. Kala Islam dibawa mereka, otoritas berkuasa adalah Kerajaan Majapahit di Timur Jawa dan Kerajaan Padjajaran di barat bagian Jawa. Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel dan lainnya, tak pernah menjadikan ‘Raja Majapahit’ sebagai ‘Ulil Amri.’ Walau kala mereka hadir kali pertama di tanah Jawa, belum ada Kesultanan berdiri. Demikian pada Sunan Syarif Hidayatullah. Di Cirebon sana, dia tak pernah menganggap Raja Prabu Siliwangi sebagai ‘Ulil Amri.’ Walau yang berkuasa saat itu adalah kakeknya sendiri.

Tapi Sunan Giri dan para Wali itu memberi teladan. Mereka membangun jamaah di wilayahnya. Kemudian membangun ‘kedatuan’ kecil, sebelum menuju Kesultanan. Kedatuan itulah politik Islam level ‘amirat.’ Sunan Giri memberikan gambaran besar di Gresik. Di wilayahnya, dia membangun kedatuan Giri Kedaton. Diawali dari murid-muridnya, kemudian membesar membangun kedatuan. Dalam Giri Kedaton itulah, ibadah Zakat dibayarkan. Bukan diserahkan pada otoritas Kerajaan Majapahit, yang kala itu menguasai wilayahkan. Karena Zakat adalah ibadah dari umat kepada umat.

Sunan Ampel memberikan teladan. Walau dekat dengan sang Ratu Majapahit, dia tak pernah menjadikan Raja Majapahit sebagai ‘Ulil Amri.’ Melainkan mereka perlahan membangun Kesultanan Demak di wilayah tengah Jawa. Itulah cikal bakal politik Islam di tanah Jawa. Munculnya Kesultanan Demak.

Wali Songo memberi tunjuk ajar. Majelis dzikir mereka, menjadi ajang kembalinya pengajaran Tauhidullah, yang dilandasi dengan pola tassawufi. Dari sana, penegakan syariat perlahan dijalankan. Hingga kemudian Kesultanan Demak tegak berdiri. Kala Kesultanan berdiri, maka Zakat pun dibayarkan kepada Sang Sultan. Maka secara kaffah, Islam bisa diterapkan di negeri Jawa.

Sejak abad 20, dialektika ‘Ulil Amri’ ini yang digeser. Ujungnya mayoritas menyetorkan Zakat kepada ‘otoritas tak berhak.’ Ujungnya nasib umat mudah dikontrol pihak lain. Umat hanya disisakan pada wilayah ibadah.

Itupun kaum imperialis menciptakan wahabisme, yang menyerang ‘ibadah’ umat dari dalam. Dengan dalih bid’ah, maka ibadah yang sifatnya mendatangkan massa, seolah dihalangi. Ujungnya umat seolah dianjurkan untuk tak lagi berorientasi pada kekuasaan. Karena wahabisme menganjurkan agar menjauhkan diri dari polemik kekuasaan. Hanya focus ritual ibadah, yang sifatnya pribadi. Mereka dihadirkan, agar tak terjadi gejolak pada penguasa kuffar, perlawanan yang datang dari para sufi.

Karena kaum sufi-lah yang menjadi tulang punggung Utsmaniyya. Mereka pula yang mengawal Kesultanan Aceh sampai Mataram. Karena sufisme, ajaran yang melekat dalam DIN Islam. Tanpa tassawuf, umat otomatis melemah. Ketika tassawuf dijauhkan dari umat, maka kekuasaan Islam pun menghilang. Islam tanpa otoritas pemimpin yang sah. Propaganda agar umat menjauhkan diri dari tassawuf, terus dilakukan. Tentu agar umat tak berorientasi pada kekuasaan. Sultaniyya.

Inilah mengapa Shaykh Abdalqadir as sufi, ulama besar dari Skotlandia mengatakan, ‘Zakat adalah paru-paru harta. Tanpa Zakat, maka tassawuf tak akan ada.”

Dalam Zakat, diperlukan otoritas yang berwenang. Itulah ‘Ulil Amri Minkum.’ Sayiddi Umar Bin Khattab mengatakan, ‘Tak ada Islam tanpa jamaah. Tak ada jamaah tanpa pemimpin (Ulil Amri). Tak ada pemimpin tanpa baiat.’ Demikianlah politik Islam dijalankan.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

RUPST BTN, Direksi & Komisaris Dirombak, Pemegang Saham Kebagian Dividen 25%

Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu berfoto bersama jajaran Direksi dan Komisaris BTN usai pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) di Jakarta, Rabu (26/3). RUPST BTN memutuskan perombakan jajaran direksi dan komisaris perseroan, Nixon LP Napitupulu tetap pimpin BTN. RUPS BTN menyetujui pembagian dividen sebesar 25% atau Rp751,83 miliar dari laba bersih tahun buku 2024 sebesar Rp3 triliun. Nilai pembagian dividen tersebut setara dengan Rp53,57 per lembar saham. Aktual/DOK BTN

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano

Setelah Dipukuli, Israel Bebaskan Hamdan Ballal Sutradara Peraih Oscar Palestina

Tepi Barat, Aktual.com – Aparat keamanan Israel akhirnya membebaskan direktur film ’No Other Land’ Hamdan Ballal Al-Huraini, sehari setelah ia diserang oleh pemukim dan ditahan oleh pasukan Israel, pada Senin (24/3). Ballal sendiri meraih penghargaan piala Oscar tahun ini lantaran filmnya itu.

Dilansir dari The Guardian, Hamdan Ballal dan dua warga Palestina lainnya dibebaskan dan boleh meninggalkan kantor polisi di pemukiman Tepi Barat Kiryat Arba, pada Selasa (25/3) waktu setempat. Ketika bebas, Ballal masih mengalami memar di wajahnya dan darah di pakaiannya.

Pengacara Ballal, Lea Tsemel menuturkan kalau ketiganya menghabiskan malam di lantai pangkalan militer sambil menderita cedera serius yang diderita dalam serangan itu. Lea juga mengatakan kepada wartawan bahwa para pemukim memukulinya di depan rumahnya dan memfilmkan penyerangan tersebut. Kemudian Ballal dan dua orang

Sedangkan Balal sendiri mengatakan bahwa dirinya ditahan di pangkalan militer, dengan mata tertutup, selama 24 jam dan dipaksa tidur di bawah pendingin udara yang sangat dingin. ”Seluruh tubuh saya terasa sakit,” katanya kepada Associated Press.

”Saya mendengar suara-suara tentara, mereka menertawakan saya. Saya mendengar ’Oscar’ tetapi saya tidak bisa berbahasa Ibrani,” kata Ballal lagi.

Lea Tsemel, yang mewakili ketiga pria tersebut, mengatakan mereka hanya menerima perawatan minimal atas luka-luka mereka akibat serangan itu dan mengatakan dia tidak dapat mengakses mereka selama beberapa jam setelah penangkapan mereka.

Awal bulan ini, Ballal dan sutradara lain dari No Other Land yang mengisahkan perjuangan hidup di bawah pendudukan Israel, muncul di panggung pada Academy Awards ke-97 di Los Angeles untuk menerima penghargaan film dokumenter terbaik.

Tsemel mengatakan Ballal dan orang-orang lain yang ditahan dituduh melemparkan batu ke seorang pemukim muda. Mereka membantah tuduhan tersebut. Ketiga warga Palestina itu dibawa ke rumah sakit di Kota Hebron.

Sutradara film tersebut, Yuval Abraham, menulis di X: ”Setelah penyerangan itu, Hamdan diborgol dan ditutup matanya sepanjang malam di pangkalan militer sementara dua tentara memukulinya di lantai, ini keterangan pengacaranya Leah Tsemel setelah berbicara dengannya tadi.”

Sementara para saksi mata menuturkan, sekitar dua lusin pemukim, sebagian bertopeng, sebagian membawa senjata, dan sebagian berseragam militer, menyerang desa Susya di Tepi Barat pada Senin malam (24/3) saat penduduk sedang berbuka puasa Ramadhan. Tentara yang datang mengarahkan senjata mereka ke warga Palestina, sementara para pemukim terus melemparkan batu, kata para saksi mata itu.

Sedangkan militer Israel mengatakan pada hari Senin bahwa mereka telah menahan tiga warga Palestina yang diduga melemparkan batu ke pasukan Israel dan seorang warga sipil Israel yang terlibat dalam ”konfrontasi yang disertai kekerasan”. Pada hari Selasa, mereka merujuk pertanyaan lebih lanjut ke polisi, yang tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Sementara Lamia Ballal, istri sutradara, mengatakan dia mendengar suaminya dipukuli di luar rumah mereka saat dia berkerumun di dalam rumah bersama ketiga anak mereka. Dia mendengar suaminya berteriak, ”Aku sekarat!”, dan memanggil ambulans.

Lamia melanjutkan, ketika dirinya melihat ke luar jendela, dia melihat tiga pria berseragam memukuli Ballal dengan gagang senapan mereka, dan seorang lainnya berpakaian sipil yang tampaknya merekam kekerasan tersebut. ”Tentu saja, setelah Oscar, mereka datang untuk menyerang kita lebih banyak lagi. Saya ketakutan,” ungkap Lamia.

Besoknya, dilanjutkan Lamia, bercak darah kecil terlihat di luar rumah mereka, dan kaca depan serta jendela mobil pecah. Para tetangga menunjuk ke tangki air di dekatnya yang berlubang di bagian samping, yang menurut mereka telah dirusak oleh para pemukim.

Untuk diketahui, film ’No Other Land’ yang memenangkan Oscar tahun ini untuk film dokumenter terbaik, menceritakan perjuangan penduduk daerah Masafer Yatta untuk menghentikan militer Israel menghancurkan desa mereka.

Produksi gabungan Israel-Palestina ini telah memenangkan serangkaian penghargaan internasional, dimulai dari festival film Internasional Berlin pada tahun 2024. Film ini juga menuai kemarahan di Israel dan luar negeri. Miami Beach di Florida mengusulkan untuk mengakhiri sewa gedung bioskop yang menayangkan film tersebut.

(Indra Bonaparte)

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Survei Trust Indonesia Tunjukkan Angka Ketidakpuasan Pakar Terhadap Kinerja Pemerintahan Prabowo-Gibran

Jakarta, aktual.com – Survei Trust Indonesia menunjukkan tingkat ketidakpuasan para pakar (key opinion leader) yang sangat tinggi terhadap kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran. Survei Trust menjelaskan sebanyak 61,4 persen responden menyatakan ketidakpuasan dengan kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran.

“Di luar perkiraan kami, angka ketidakpuasan para pakar justru sangat tinggi. Sebanyak 61,4 responden menjawab tidak puas dengan kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran,” ujar Direktur Riset Trust Indonesia Ahmad Fadhli dalam keterangan konferensi pers yang berlangsung, Rabu (26/3) siang.

Meski demikian, jika dibandingkan, ketidakpuasan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming jauh lebih tinggi daripada ketidakpuasan terhadap Presiden Prabowo. Sebanyak 72,6 persen responden justru menyatakan ketidakpuasannya atas kinerja Wakil Presiden Gibran. Sebaliknya, hanya 50,4 persen responden yang tidak puas dengan kinerja Presiden Prabowo.

“Para pakar tampak lebih mengapresiasi kinerja Presiden Prabowo ketimbang Wakil Presiden Gibran Rakabuming. Sebagian mereka memang melihat kerja-kerja nyata yang dilakukan Presiden Prabowo. Misalnya saat mendatangi korban banjir di Bekasi dan mengumumkan bonus hari raya untuk para pengemudi ojek online,” ujarnya.

Sementara itu, hanya tiga Kementerian pemerintahan Prabowo-Gibran yang mendapat tingkat kepuasan di atas rata-rata. Pertama, Menteri Agama Nasaruddin Umar yang mendapatkan tingkat kepuasan sebesar 19,9 persen. Kedua, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli yang memperoleh level kepuasan sebanyak 11,8 persen. Dan yang ketiga, Menteri Pertanian Amran Sulaiman yang mendapat tingkat kepuasan sebanyak 11,0 persen.

“Di luar ketiga Menteri tersebut, level kepuasan para pakar hanya di bawah 10 persen. Dugaan kami, ini terkait dengan kinerja ketiga kementerian tersebut selama sebulan terakhir. Ramadhan berjalan tenang dengan harga pangan yang relatif stabil, Tunjangan Hari Raya (THR) pekerja dan bonus hari raya bagi teman-teman Ojol,” ujarnya.

Sementara itu, generasi (Baby Boomers) menjadi generasi yang paling tidak puas dengan kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran. Sekitar 70 persen responden generasi Baby Boomers mengaku tidak puas dengan kinerja yang ditunjukkan pemerintahan.

Senada, kelompok kalangan terdidik juga menjadi segmen dominan responden yang tidak puas dengan kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran. Sebanyak 63,3 responden dengan latar belakang sarjana dan pascasarjana menyatakan ketidakpuasan dengan kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran. Pun sebanyak 65,2 persen respon yang berlatar Profesor/ Doktor mengaku tidak puas dengan pemerintahan saat ini.

“Kelompok kalangan terdidik yang paling tidak puas dengan kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran. Boleh jadi dalam pandangan mereka, banyak kebijakan pemerintahan Prabowo-Gibran yang dianggap tidak rasional karena tidak berdasar pada basis data (ilmiah) yang kuat,” ujarnya.

Dari sisi isu, mayoritas responden menunjukkan ketidakpuasan yang sangat besar pada revisi RUU TNI, efisiensi anggaran dan program makan bergizi gratis (MBG). Secara berturut-turut, angka ketidakpuasan tersebut berada pada level 75,5 persen (Revisi RUU TNI), 77,2 persen (ketepatan sasaran MBG) dan 80,7 persen (alokasi efisiensi anggaran).

“Ketidakpuasan para pakar tersebut juga ditunjukkan pada program program unggulan pemerintahan Prabowo-Gibran. Level ketidaksetujuan dan keraguan responden yang tinggi menunjukkan bahwa program-program tersebut ke depan harus mendapat evaluasi dan pengawasan yang komprehensif agar mampu mendapatkan dukungan dan kepercayaan publik yang lebih besar,” ucap Fadhli.

Survei Trust Indonesia dilakukan secara hybrid atau campuran (offline dan online) pada 17-23 Maret 2025 dengan melibatkan 347 orang key opinion leader yang tersebar di 34 provinsi. Para key opinion leader ini adalah para pakar (expert) yang dianggap memiliki pengetahuan yang lebih luas dan mendalam mengenai visi-misi dan program pemerintah. Mereka meliputi delapan (8) profesi antara lain akademisi, aktivis mahasiswa, birokrat, masyarakat sipil atau LSM, jurnalis media atau pers, pengamat politik, pengusaha dan tokoh masyarakat.

Survei ini juga menggunakan metode purposive sampling alias Non-Probability sampling dalam teknik pengambilan sampling. Melalui metode ini, sampling responden akan lebih representatif dan relevan dengan tujuan penelitian.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

KPK Periksa Djan Faridz Terkait Penyidikan Kasus Dugaan Suap Anggota DPR RI

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tessa Mahardhika Sugiarto berikan keterangan kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (4/2/2025).
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tessa Mahardhika Sugiarto berikan keterangan kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (4/2/2025).

Jakarta, aktual.com – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu, memeriksa mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo, Djan Faridz, terkait penyidikan kasus dugaan suap pengurusan anggota DPR RI 2019–2024 di KPU.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama DF,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (26/3).

Djan Faridz diketahui telah hadir dan saat ini masih menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK. Namun, belum ada keterangan dari pihak KPK soal materi yang didalami dalam pemeriksaan tersebut.

Sebelumnya, penyidik KPK menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik dalam penggeledahan di rumah Djan Faridz di Jalan Borobudur, Jakarta Pusat, pada Rabu (23/1) malam.

Penggeledahan tersebut adalah bagian dari penyidikan dan pencarian terhadap buron KPK Harun Masiku.

Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019–2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia.

Walau demikian, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.

Dalam pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi Harun Masiku, penyidik KPK pada Selasa, 24 Desember 2024, menetapkan dua orang tersangka baru dalam rangkaian kasus Harun Masiku, yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan advokat Donny Tri Istiqomah.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain

Berita Lain