Jakarta, Aktual.co — Pakistan akan kembali melakukan eksekusi hukuman mati setelah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) setempat resmi menerbitkan surat pencabutan penundaan eksekusi (moratorium) hukuman mati pada Senin (3/10).

Dalam surat yang ditujukan kepada empat Sekretaris Pemerintah Provinsi di Pakistan mengatakan, bahwa hukuman mati harus kembali dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Surat tersebut juga menerangkan, bahwa Presiden Pakistan akan menolak semua grasi yang diajukan, termasuk dari tersangka teroris dan akan tetap melaksanakan hukuman mati.

“Pelaksanaan hukuman mati harus dilakukan secara ketat sesuai dengan hukum yang berlaku dan berdasarkan Pasal 45 Konstitusi Islam Pakistan, Presiden telah menolak untuk memberikan belas kasihan serta menutup langkah hukum apapun,” demikian pernyataan surat Kemendagri Pakistan, dilansir BBC, Rabu (11/3).

Kendati demikian, keputusan tersebut tidak langsung diterima oleh masyarakat. Pencabutan moratorium itu juga mendapatkan kecaman dari beberapa lembaga pembela HAM di Pakistan.

Menurut Direktur Eksekutif Justice Project Pakistan (JJP), Sarah Belai, pencabutan moratorium hukuman mati tidak didasari dengan alasan yang relevan. Dia mengatakan, hukuman tersebut merupakan bukti bila pemerintah Pakistan tidak bertanggung jawab.

“Kami sudah melihat bagaimana ketidakadilan dalam sistem pengadilan kriminal di Pakistan. Budaya penyiksaan polisi, tidak adanya bimbingan sampai pengadilan yang memihak,” tegas Sarah.

“Meskipun pemerintah mengetahui hal itu, tetap saja tidak bertindak. Hukuman mati menunjukkan pemerintah Pakistan tidak bertanggung jawab,” sesalnya.

Untuk diketahui, penghentian hukuman mati di Pakistan telah dilakukan sejak tujuh tahun silam. Namun, hukuman tersebut kembali diberlakukan setelah terjadi sebuah pembantaian di sekolah Peshawar pada Desember tahun lalu.

Akibat kejadian tersebut, pemerintah setempat kembali melakukan eksekusi bagi terpidana mati. Narapidana yang menjadi korban pertama adalah empat tersangka yang dinyatakan terlibat dalam rencana pembunuhan Presiden Pervez Musharraf tahun 2003.

Artikel ini ditulis oleh: