Jakarta, Aktual.com — Sudut gagas Adorno sampai Habermas di Frankfurt School mungkin bisa dipakai untuk mengritik Pancasila. Bahwa tidak ada kebenaran mutlak dari dua kutub besar ideologi saat itu: Sosialisme dan Kapitalisme. Pun hasil gagas ide Soekarno soal Pancasila.
Sangat banyak ruang-ruang renung dan kritik untuk menilai sosialisme dan kapitalisme saat ini. Ruang-ruang tersebut ternyata mampu menjadi sebuah batu lompatan sosialisme dan kapitalisme untuk berubah mengikuti zaman dan realitas. Tidak lagi jadi ideologi awang-awang.
Dalam ruang renung dan kritik, tembok-tombok pagar kokoh sosialisme dan kapitalisme ternyata bisa ‘hancur’ di China.
Dalam ruang renung dan kritik juga, ide besar soal koperasi ternyata bisa tumbuh subur di Skandinavia.
Sebuah ideologi bisa berubah dan menemukan bentuk-bentuk barunya dalam ruang renung dan kritik. Ini adalah salah satu sumbang peran kritik ideologi Frankfurt School.
Akan halnya Pancasila. Ide besar Soekarno ini harus berani kita tempatkan juga dalam ruang-ruang renung dan kritik yang terus diperbarui. Jangan melulu ditempatkan dalam ruang-ruang hampa yang hanya ada di awang-awang.
Sebagai pisau analisis, kritik ideologi bisa dijadikan alat paling tajam untuk menjawab segudang pertanyaan soal: Mengapa Pancasila sebagai ideologi tidak bisa tumbuh dan berkembang seperti kapitalisme atau liberalisme misalnya?
Dengan pisau kritik ideologi juga, Pancasila mungkin akan dibenturkan juga dengan realitas-realitas kekinian. Pasti akan banyak pertanyaan muncul dari sana. Terutama soal relasi Pancasila sebagai ideologi dalam proses pembangunan (dan peradaban).
Kritik ideologi sebagai sebuah pendekatan proses untuk membumikan Pancasila sudah harus dimulai. Sebagai sebuah proses, kritik ideologi harus dibiarkan (jangan terus menerus dibatasi) untuk membuat ruang-ruang baru sebuah proses renung dan kritik.
Biarkanlah dialog-dialog antarideologi terjadi di seluruh ruang-ruang yang ada. Biarkanlah Pancasila berdialog dengan ideologi-ideologi lainnya. Biarkanlah Pancasila menemukan sintesanya dengan cara-cara natural dengan ideologi yang ada.
Memang perlu waktu dan kesabaran untuk itu. Tapi setidaknya kita harus memulainya.
Selamat Hari Lahir Pancasila 1 Juni 1945.
Faizal Rizki Arief