Ilustrasi

Pariaman, aktual,com – Pemerintah Kota Pariaman, Sumatera Barat menyiapkan tiga alternatif untuk mendanai kelanjutan pembangunan masjid terapung di daerah itu karena sudah dua tahun berjalan realisasinya masih tiang pancang.

“Ini merupakan kerja berat karena dananya lebih dari Rp100 miliar, sedangkan Pariaman keterbatasan APBD,” kata Wali Kota Pariaman Genius Umar di Pariaman, Selasa [10/3].

Untuk mengatasi hal tersebut, pihaknya telah menyiapkan cara untuk mendanai kelanjutan pembangunan masjid yang akan menjadi ikon wisata religi daerah itu.

Ia menyebut cara pertama dengan menjadikan masjid terapung masuk dalam kawasan pengembangan “waterfront city” atau kota tepi air Talao Pauh yang saat ini menjadi objek wisata baru di daerah itu.

Terkait dengan hal tersebut, dirinya akan mengajak pihak swasta ikut mengembangkan kawasan tersebut dan meminta dana dari program pertanggungjawaban sosial perusahaan CSR untuk pembangunan masjid terapung.

Cara kedua, dirinya akan mengunjungi Duta Besar Timur Tengah di Jakarta untuk menanyakan terkait dengan ada atau tidaknya bantuan untuk pembangunan masjid terapung.

“Siapa tahu ada pembiayaan untuk mesjid terapung di Pariaman,” katanya.

Ia menyebut cara ke tiga dengan dengan memfokuskan penggunaan APBD Pariaman setidaknya selama dua tahun untuk pembangunan masjid terapung itu.

Tidak adanya dana dari pemerintah pusat untuk pembangunan masjid terapung tersebut, membuat pihaknya harus mencarikan cara agar rumah ibadah umat Islam dan ikon wisata religi di daerah itu bisa terwujud.

Pada kesempatan sebelumnya, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Alirman Sori menyarankan Pemerintah Kota Pariaman mengajak perusahaan atau pihak ketiga untuk membantu mempercepat pembangunan masjid terapung itu.

“Tapi tetapkan dulu apakah masjid itu untuk sarana ibadah atau ikon pariwisata di Pariaman,” katanya saat kunjungan ke Pariaman.

Ia mengatakan jika masjid tersebut digunakan untuk sarana ibadah maka dapat meminta dana dari CSR.

Namun, lanjutnya, jika masjid terapung tersebut sebagai ikon wisata harus ada perjanjian kedua belah pihak agar perusahaan tersebut mau membantu pembangunannya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eko Priyanto