Jakarta, Aktual.co — Pemerintahan Sunni Bahrain, Sabtu (31/12) kemarin, mencabut kewarganegaraan 72 orang, yang terbukti merugikan kepentingan kerajaan, yang dilanda kerusuhan oleh warga suku besar Syiah sejak 2011 lalu.

Kantor berita resmi BNA melaporkan, kewarganegaraan mereka dicabut dalam surat keputusan sebagai bagian dari langkah menjaga keamanan dan ketenangan serta melawan ancaman teroris.

BNA menerbitkan daftar nama 72 orang yang dijatuhi hukuman yang diadopsi oleh kementerian dalam negeri dan disetujui oleh kabinet itu.

“Prosedur hukum yang tepat akan diambil oleh kementerian dalam negeri untuk melaksanakan keputusan ini,” tambahnya.

Menteri Informasi, Isa Abdulrahman al-Hammadi mengatakan bahwa “sebagian besar” dari mereka yang dicabut kewarganegaraan mereka “berada di luar negeri dan dapat menentang keputusan itu secara hukum”.

“Mereka tidak mewakili kelompok teroris tunggal,” tambahnya, menunjukkan bahwa mereka yang masuk dalam daftar itu tidak termasuk dalam salah satu denominasi Muslim tunggal.

Di antara alasan pengambilan keputusan itu, Hammadi menyebut “keanggotaan sel dan kelompok teroris”, “pembiayaan tindakan teroris”, “hasutan untuk perubahan rezim melalui kekuatan” dan “menyebarkan ideologi menyimpang”, merujuk pada kelompok ekstremis Islam.

Itu jumlah terbesar warga Bahrain yang akan kehilangan kewarganegaraan mereka sejak undang-undang disahkan pada tahun 2013 terkait hukuman pada mereka yang terlibat aksi ‘terorisme’.

Al-Wefaq, kelompok oposisi utama kerajaan Syiah itu, mengecam pencabutan kewarganegaraan, menyebutnya sebagai “senjata” yang digunakan oleh rezim untuk “menghukum lawan”.

“Sebagian besar dari mereka yang kehilangan kewarganegaraan mereka adalah lawan di pengasingan,” katanya dalam sebuah pernyataan, seraya memperkirakan bahwa sekitar 50 aktivis oposisi telah mengatakan mendukung “transisi demokrasi di Bahrain”.

Daftar ini juga termasuk nama-nama “pejuang asing yang diduga memiliki hubungan dengan Daesh”, singkatan bahasa Arab untuk kelompok Negara Islam, menurut Al-Wefaq.

Pemimpin Al-Wefaq, Sheikh Ali Salman, ditangkap pada akhir Desember dan saat ini sedang diadili dengan tuduhan berusaha menggulingkan rezim.

Pengadilannya dimulai pada hari Rabu dalam keamanan yang ketat.

November lalu, tiga warga Syiah dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan dilucuti kewarganegaraan setelah berencana untuk menyerang polisi.

Kasus mereka menyusul pencabutan kewarganegaraan 18 orang lain setelah pihak berwenang pada tahun 2012 memutuskan mencabut kewarganegaraan 31 warga Syiah karena “membahayakan keamanan negara”.

Bahrain, yang diperintah oleh dinasti Sunni Al-Khalifa, adalah lokasi Armada Kelima Angkatan Laut AS dan terletak di seberang Teluk dan Iran.

Kerajaan Teluk kecil tapi strategis itu telah diguncang oleh kerusuhan sejak pemberontakan yang dipimpin Syiah yang menuntut monarki konstitusional dan pemerintahan yang lebih representatif pada 2011.

Setidak-tidaknya 89 orang tewas dalam bentrokan dengan pasukan keamanan sejak 2011, sementara ratusan telah ditangkap dan diadili, menurut kelompok hak asasi.

Pada Sabtu, kementerian dalam negeri mengatakan melalui akun jejaring sosial Twitter bahwa dua polisi terluka dalam ledakan bom “teroris” di sebuah pompa bensin di desa Syiah Al-Muqsha, dekat ibukota.

Artikel ini ditulis oleh: