Dari situ, dapat disimpulkan bahwa melangkahi pundak orang yang duduk bukan hanya dianggap sebagai perilaku yang tidak sopan, tetapi juga ditegaskan sebagai tindakan yang dapat mengganggu jalannya ibadah dan khutbah, terutama ketika Rasulullah ﷺ memberikan pengajaran. Larangan ini mencerminkan nilai-nilai ajaran Islam terkait etika, hormat, dan perhatian terhadap orang lain, yang menjadi landasan bagi perilaku umat Islam dalam berbagai konteks kehidupan sehari-hari, termasuk selama ibadah dan pengajaran keagamaan.

Sejumlah ulama menjelaskan (التَخَطِّي) dengan mendefinisikannya sebagai berikut:

أن يرفع رجله بحيث تحاذي أعلى منكب الجالس

“(Jalan melangkahi orang duduk) dengan mengangkat kaki sampai setara dengan pundak orang yang duduk.”

Mengenai hukum melangkahi orang yang sedang duduk. Meskipun sebagian ulama tetap mengkategorikan (التَخَطِّي) sebagai tindakan yang dilarang, walaupun tidak sampai kaki sejajar dengan pundak orang yang duduk. Meskipun hukum asalnya adalah makruh, namun berlaku beberapa hukum tambahan terkait perbuatan ini:

1). Haram jika sampai mengganggu kenyamanan orang yg duduk.

2). Sunnah jika memang ada ruang kosong di depan, dan ia di belakang tidak ada tempat.

3). Makruh jika tidak ada ruang kosong yg dituju, walaupun dengan tujuan membagi-bagikan mushaf.

4). Khilaf aula jika di depan ada ruang kosong, tapi ia sudah dapat tempat.

Hukum-hukum ini tidak berlaku bagi imam dan orang yg diagungkan, baik karena kesholehan atau punya jabatan, mereka boleh melangkahi orang-orang duduk menuju ke mihrab misalnya bagi imam, atau ke tempat yg disediakan bagi orang mulia tersebut.

Refrensi: Busyra al-Karim Syarh Muqaddiman al-Hadramiyah

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain