Jakarta, Aktual.co — Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Alvon Kurnia menganggap, negara kalah dengan komplotan pembunuh.
Pernyataan tersebut disampaikan Alvon karena penuntasan aktivis penggiat kasus hak asasi manusia Munir Siad Thalib sampai saat ini belum selesai. Ditambah dengan, Pollycarpus Budhihari Prijanto, diberi pembebasan bersyarat.
“Kenapa dikatakan demikian, karena sampai saat ini, itu hanya dua orang yang diproses, salah satunya adalah Pollycarpus, yang lainnya tidak dan itu tak menyentuh dari yang memerintahkan dari adanya pembunuhan ini (otak pembunuhan),” kata dia disebuah acara di salah satu tv nasional, Selasa (2/12) malam. 
Dia menilai, proses hukum terhadap Pollycarpus selama ini cacat. Karena pengadilan yang menyidangkan perkara Pollycarpus tak mampu membuka aktor dibalik pembunuhan Munir itu. “Ini hakim pun tak mampu untuk menanyakan secara dalam dan kemudian presiden pun dipertanyakan, apakah berani untuk membongkar ini.”
Alvon mengatakan, tak hanya YLBHI yang mempertanyakan pembebasan bersayarat terpidana pembunuh aktivis penggiat hak asasi manusia Munir Said Thalib itu. Melainkan sejumalah elemen pun mempertanyakan pembebasan Pollycarpus Budihari Priyanto.
Karena hal tersebut banyak dituai protes oleh sejumlah kalangan termasuk kalangan masyarakat. Pasalnya dalam hal ini pemerintah dianggap gagal dalam  menindak kejahatan ham.
Presiden bakal dilayangkan surat somasi
Komite Aksi Solidaritas untuk Munir akan melayangkan surat somasi kepada Presiden Joko Widodo serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. 
Somasi tersebut terkait pembebasan bersyarat yang mereka nilai mencederai rasa keadilan masyarakat. KASUM menuntut presiden dan menkumham mencabut kembali pembebasan bersyarat Pollycarpus sekaligus meminta maaf kepada masyarakat Indonesia. 
“Kami memberi waktu selambat-lambatnya tujuh hari setelah somasi ini kami sampaikan. Jika tidak dilaksanakan atau mengacuhkan somasi kami, maka kami akan menempuh jalur hukum,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum  Jakarta Feby Yonesta, Rabu (3/12).
Feby mengatakan, pembebasan bersyarat Pollycarpus menyakiti rasa keadilan masyarakat dan mengganggu kepentingan publik. “Padahal dalam putusan MA menyebutkan bahwa perbuatannya adalah perbuatan keji dan memalukan di mata dunia,” katanya.
Selain itu pembebasan bertentangan dengan prinsip pembebasan bersyarat. Seharusnya, negara meninjau apakah pemebebasan ini bermanfaat bagi masyarakat atau tidak. 
“Negara ini punya kewenangan untuk mencabut kembali keputusan itu, seharusnya mereka bisa jika mempunyai komitmen kuat untuk menyelesaikan kasus HAM ini.”
Sementara Sekretaris Eksekutif KASUM Choirul Anam menganggap somasi ini bukan hanya bersinggungan terkait masalah hukum, tetapi juga terkait masalah politik. “Ini juga termasuk teguran politik bagi Presiden Jokowi yang mempunyai nawacita masalah HAM,” katanya.
Jadi, lanjut Anam, KASUM mengingatkan Jokowi dengan apa yang sudah dia janjikan pada masa kampanyenya dulu. “Kalau tidak ada respons, ini akan menjadi sinyal buruk bagi penegakan hukum khususnya pelanggaran HAM,” ungkapnya.
Surat somasi akan dilayangkan esok, Kamis (4/12). “Kami akan memberikan ini bersamaan dengan aksi kamisan yang rutin digelar didepan istana presiden,” kata Anam. 

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu