Abidjan, Aktual.com – Pejabat pencegahan pemunahan Perserikatan Bangsa-Bangsa melaporkan, pemberontak di Republik Afrika Tengah saat ini tengah memburu dan membunuh anggota suku Fulanis.

Gerakan itu dilakukan saat kerusuhan menewaskan 85 warga terjadi pada pekan ini. Bentrok terjadi antara pemberontak Kubu Rakyat untuk Kebangkitan Republik Afrika Tengah dan Serikat Perdamaian Afrika Tengah pada Senin di Bria 600 kilometer timurlaut ibukota, Bangui.

Penasihat khusus pencegahan pemunahan PBB, Adama Dieng mengatakan, FPRC membantai anggota suku Fulani di kota itu. Sebagian besar anggota UPC beretnis Fulani, suku penggembala yang kerap berpindah tempat di sekitar Afrika Barat dan Tengah.

Pasukan FPRC juga memasuki rumah sakit dan mencegah warga etnis Fulani yang terluka untuk dirawat. Sebanyak 76 orang dikabarkan terluka, dan sekitar 11 ribu warga terusir akibat kerusuhan tersebut, kata Dieng.

Pertempuran antara FPRC dan UPC juga terjadi di Kota Bambari. “Jika kejahatan dilakukan secara sistematis atau telah berdampak luas, maka aksi itu dapat ditindak berdasarkan hukum internasional dan diadili pengadilan nasional atau internasional,” kata Dieng seperti yang dilansir Reuters, Sabtu (26/11).

FPRC dan UPC merupakan bekas anggota aliansi pemberontak Muslim Seleka yang bersatu untuk melengserkan Presiden Francois Bozize pada 2013. Kudeta terhadap pemerintah negara berpenduduk mayoritas penganut Kristiani berikut sejumlah pelanggaran hak asasi manusia memicu perlawanan dari pejuang anti-Balaka.

Ribuan orang tewas dalam “pemusnahan etnis” yang berujung pada pemisahan “de facto” Republik Afrika Tengah menjadi dua, bagian utara dikuasai umat muslim, dan selatan oleh penganut kristiani.

Namun suksesnya pemilihan umum awal tahun ini dianggap mampu mengakhiri kerusuhan tersebut. Akan tetapi, bentrok masih terus terjadi. Kerusuhan di Bria pekan ini dianggap sebagai pemusnahan etnis terburuk sejak Prancis mengakhiri misi perdamaian di sana bulan lalu.

Negara itu menyerahkan misi menjaga keamanan ke pasukan perdamaian PBB, beranggotakan 13 ribu pasukan. Misi PBB MINUSCA berupaya menempatkan anggotanya di Bria demi mencegah bentrok makin meluas.

Dieng mendesak penyelidikan terhadap pihak yang bertanggung jawab agar segera dilakukan. “Sejarah negeri ini memperlihatkan kerusuhan semacam itu sangat berbahaya dan mesti dihentikan,” kata Dieng.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu