Petugas berada di dekat gardu listrik tegangan tinggi di PLN Pusat Pengatur Beban (P2B) Jawa-Bali di Gandul, Depok, Jawa Barat (24/12). PLN memproyeksikan beban puncak konsumsi listrik saat perayaan Natal dan Tahun Baru 2017 akan berkurang 18 hingga 24 persen dibandingkan pada kondisi pemakaian litrik di hari kerja biasa. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc/16.

Jakarta, Aktual.com – Dirjen Ketenagalistrikan, Jarman menjelakan tetang broker listrik yang pernah disinggung oleh Presiden Jokowi saat peresmian proyek PLTP Lahendong di Minahasa, Sulawesi Utara, pada 27 Desember silam.

Menurut Jarman, praktek broker itu yang membuat biaya tidak perlu padahal pada prakteknya bisa dilakukan efisiensi.

Dia mencontoh, dalam hal pembelian gas sebagai bahan baku Pembangkit, kerap kali PLN ataupun IPP tidak melakukan pembelian gas secara langsung ke produser, namun melainkan melalui calo. Proses ini yang membuat rantai suplai menjadi panjang dan tidak efisien.

“Praktek makelar yang dimaksud Presiden; contohnya masalah harga gas. Kan sudah tahu bagaimana harga gas untuk listrik kan! kadang-kadang PLN tidak beli langsung dari produser. Jadi diantaranya masalah pengadaan bahan bakarnya,” kata Jarman di Kementerian ESDM, Selasa (3/1)

Sebagaimana diketahui, Presiden Jokowi harga listrik lebih mahal di Indonesia dibandingkan di negara-negara lain. Menurut dia, penyebab harga mahal terlalu dikarenakan banyak broker atau makelar dalam suatu proyek.

“Terlalu banyak orang di tengah, terlalu banyak yang brokeri, terlalu banyak yang makelari,” ungkapnya.

Menyangkut mahalnya harga gas domestik, telah menjadi perbincangan hangat di publik. Salah satu kasus di Medan, data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan sekitar 45 industri besar yang membeli gas dengan harga USD 12,22 per MMBTU.

Adapun siklus suplai yang terjadi; Pertama, pasokan gas ke industri di Medan terbagi atas dua sumber yakni dari Kilang LNG Bontang, Kalimantan Timur dan dari Pertamina EP di Sumatera.

Untuk sumber pertama dari LNG Bontang, LNG tersebut merupakan alokasi gas yang ditetapkan Kementerian ESDM dan SKK Migas untuk industri di Medan. Harganya USD7,8 per MMBTU. Hampir 63 persen komposisi harga gas ke industri di Medan berasal dari harga gas di hulu. Artinya harga gas bumi ke industri sejak awal sudah mahal.

Kedua, LNG dari Bontang tersebut kemudian di regasifikasi di Terminal Regasifikasi Arun, Lhokseumawe, Aceh. Biaya proses regasifikasi atau menjadikan gas alam cair jadi gas bumi dikenakan USD 1,5 per MMBTU. Lalu ditambah dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yakni USD 0,15 per MMBTU, jadi total USD 1,65 per MMBTU.

Ketiga, gas bumi dari Terminal Regasifikasi Arun diangkut melalui pipa trasmisi Arun-Belawan milik PT Pertamina Gas (Pertagas) sepanjang 350 km. Pertagas mengenakan biaya angkut gas sebesar USD 2,53 per MMBTU dan ditambah PPN sebesar USD 0,25 per MMBTU, sehingga total USD 2,78 per MMBTU.

Keempat, setelah dari Pertagas, gas bumi tersebut harus melalui ‘keran’ perusahaan trader gas. Masalahnya perusahaan ini tidak memiliki fasilitas pipa sama sekali. Trader gas tak bermodal fasilitas ini memungut biaya margin sebesar USD 0,3 per MMBTU.

Lalu, trader gas tak bermodal tersebut mengenakan lagi biaya yang namanya Gross Heating Value (GHV) Losses sebesar USD 0,33 per MMBTU.

Tak cukup sampai disitu, trader gas juga mengenakan Own Used & Boil Off Gas (BOG) sebesar USD 0,65 per MMBTU serta Cost of Money sebesar USD 0,27 per MMBTU. Total, trader tak bermodal tersebut memungut USD 1,55 per MMBTU.

Lalu, sumber gas dari produksi Pertamina EP dikenakan USD 8,24 per MMBTU, kemudian diangkut melalui pipa transmisi gas bumi Pangkalan Susu-Wampu yang dikelola Pertaggas dengan biaya USD 0,92 per MMBTU termasuk pajak.

Dengan dua sumber gas tersebut di campur menjadi satu, lalu dibagi volume gas masing-masing pasokan, maka harga rata-rata gas bumi sebelum dibeli oleh PGN sebesar USD 10,87 per MMBTU. Kemudian oleh PGN diteruskan ke pelanggan industrinya dengan biaya yang dikenakan USD1,35 per MMBTU. Sehingga ujungnya industri-industri di Medan membeli gas bumi dengan harga USD 12,22 per MMBTU.[Dadangsah Dapunta]

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Andy Abdul Hamid