Sejauh ini, kata dia, pihaknya belum mengetahui secara pasti apakah 88 jenis rumput laut yang sudah ditemukan memiliki “karagenan” atau senyawa yang diekstraksi dari rumput laut. Oleh sebab itu, masih perlu dilakukan penelitian lanjutan.

Penelitian terus dilakukan dengan pendanaan dari Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) dengan skim kompetitif. Penelitian yang dilakukan bersama beberapa anggota kelompok peneliti tidak hanya di lapangan, namun juga di laboratorium.

“Kami masih dalam penelitian mengukur kadar karagenan dari masing-masing spesies. Mana yang bisa menghasilkan agar, mana yang bisa menjadi pupuk, kosmetik dan anti kanker,” ujar mantan Rektor Unram dua periode ini.

Selama ini, kata Sunarpi, jenis rumput laut yang dibudidayakan oleh masyarakat pesisir, yakni “eucheuma cottonii”. Jenis ini merupakan rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di wilayah perairan laut Indonesia, salah satunya NTB.

Rumput laut jenis lainnya adalah “eucheuma spinosum”. Jenis ini juga menghasilkan “karagenan”, seperti “eucheuma cottonii”. Selain itu, rumput laut “gracilaria spp” yang banyak dibudidayakan dengan memanfaatkan tambah di pinggir pantai.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara