Jakarta, Aktual.com – Penerimaan pajak Indonesia hingga Oktober 2025 tercatat sebesar Rp1.459 triliun, atau 70,2% dari target Rp2.076,9 triliun yang diproyeksikan hingga akhir tahun. Pencapaian ini masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, di mana penerimaan pajak mencapai Rp1.517 triliun.
Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, menyatakan, kinerja penerimaan pajak per bulan Oktober lalu masih kurang optimal. “Secara neto sampai dengan akhir Oktober sudah terkumpul Rp1.459,03 triliun, ini masih di bawah tahun lalu,” ujarnya dalam Konferensi Pers APBN Kita, Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (20/11/2025).
Ia menjelaskan hampir semua komponen pajak mengalami penurunan. Di antaranya, PPh Badan yang turun 9,6% menjadi Rp237,56 triliun dan PPh Orang Pribadi serta PPh 21 yang turun 12,8% menjadi Rp191,66 triliun.
Meskipun ada penurunan, penerimaan pajak lainnya justru mengalami kenaikan yang signifikan, yakni sebesar 42,3%, mencapai Rp197,61 triliun. “PPN, PPnBM cukup tinggi, artinya ini restitusinya cukup tinggi di sini,” ucap Suahasil, merujuk pada tingginya pengembalian pajak di sektor tersebut.
Berdasarkan data yang dipaparkan di Konferensi Pers tersebut, total pendapatan negara hingga 31 Oktober 2025 tercatat Rp2.113,3 triliun, atau 73,7% dari proyeksi yang sebesar Rp2.865,5 triliun. Namun, belanja negara juga terus meningkat, mencapai 75,5% dari target.
Menanggapi potensi shortfall penerimaan, pemerintah pun menyusun langkah-langkah strategis untuk meningkatkan pencapaian pajak pada dua bulan terakhir 2025. Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, menyatakan bahwa Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan memaksimalkan seluruh potensi penerimaan yang ada.
“Pada prinsipnya di 4 atau 5 pekan terakhir ini, kami akan menghabiskan semua bahan yang ada,” ungkap Bimo dalam Konferensi Pers tersebut.
Bimo merinci beberapa langkah yang akan diambil oleh DJP, seperti pengoptimalan penggalian potensi pajak melalui data mining, pertukaran data antar instansi, serta mempercepat proses audit dan penegakan hukum. “Kami akan mengoptimalkan pertukaran data dan menyelesaikan audit serta penegakan hukum secepat mungkin,” jelasnya.
Selain itu, penegakan hukum akan dilakukan dengan pendekatan multi-door, yang melibatkan aparat penegak hukum lainnya. “Yang bisa kami selesaikan di 2025, akan kami maksimalkan penyelesaiannya,” tambah Bimo.
Kendati pencapaian penerimaan pajak di 2025 masih tertinggal, pemerintah berharap akselerasi ekonomi dan perbaikan sistem perpajakan dapat membantu menutup kekurangan penerimaan hingga akhir tahun.
Defisit Anggaran Lebih Rendah
Sementara itu, Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, mengungkapkan, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per 31 Oktober 2025 mencapai Rp479,7 triliun, atau 2,02% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ia menambahkan, angka ini lebih rendah dari target defisit yang dipatok.
“Defisit ini jauh lebih rendah dari target outlook APBN 2025 yang dipatok sebesar 2,78% terhadap PDB,” ujar Purbaya di acara yang sama.
Defisit ini karena dari sisi penerimaan, negara berhasil mengumpulkan pendapatan sebesar Rp2.113,3 triliun, sedangkan belanja negara hingga Oktober 2025 tercatat sebesar Rp2.593 triliun.
Meskipun defisit terjadi, Purbaya menegaskan, pemerintah tetap menjaga disiplin fiskal di tengah ketidakpastian ekonomi global. “Secara keseluruhan menunjukkan pengelolaan yang hati-hati dan prudent, serta menjaga disiplin fiskal di tengah dinamika global,” ucapnya.
Menurutnya, meski ada defisit, posisi keuangan negara masih terkendali berkat pengelolaan yang tepat. “Dengan defisit yang tercatat 2,02% dari PDB, angka defisit ini berada dalam batas aman dan terkendali,” tambah Purbaya.
Laporan: Nur Aida Nasution
Artikel ini ditulis oleh:
Eroby Jawi Fahmi

















