Karyono Wibowo

Jakarta, Aktual.com-Pendiri Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengatakan mengangkat dan memberhentikan Panglima TNI merupakan kewenangan presiden. Sesuai UU TNI, calon Panglima TNI diajukan oleh Presiden ke DPR untuk dilakukan fit and propertest.

Sesuai persyaratan konstitusi, lanjut Karyono calon Panglima TNI pernah menjadi kepala staf. Dengan demikian, aecara prosedur dan konstitusi, langkah Presiden Jokowi mengajukan KASAU Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai calon tunggal Panglima TNI sudah sesuai dan memenuhi persyaratan. Selain itu, dari aspek kesatuan TNI, yang menggantikan Gatot Nurmantyo secara rotasi memang jatahnya AURI, walaupun seharusnya jabatan Panglima TNI yang dijabat Gatot Nurmantyo seharusnya menjadi jatahnya AURI setelah posisi Panglima TNI dijabat oleh Moeldoko. Namun, karena ada kemungkinan pertimbangan lain, Presiden Jokowi mengangkat kembali TNI AD Jenderal Gatot Nurmantyo menjadi Panglima TNI.

Mengenai calon tunggal Panglima TNI, lanjut dia hal itu tidak menjadi persoalan karena tidak melanggar undang-undang. “Justru menurut saya, secara psikologis dalam mengajukan calon Panglima TNI dan Kapolri lebih baik cukup satu calon agar lebih kondusif, ” kata Karyono di Jakarta, Senin (4/12)..

Yang paling penting soal pengangkatan lanjut dia Panglima TNI adalah sesuai konstitusi dan prosedur. Selain itu, aspek kompetensi dan integritas menjadi bagian penting dari persyaratan.

“Menurut saya, Marsekal Hadi Tjahjanto layak menjadi Panglima TNI, dia sudah menjadi Kepala Staf TNI AU dan memiliki karir militer yang cukup baik. Dia adalah salah satu perwira terbaik yang dimiliki TNI AU saat ini,” ucap dia.

Namun demikian, kata Karyono jika dikaji dari aspek politis, momentum pergantian panglima ini akan memiki dampak politis apablla pergantian Panglima TNI Gatot Nurmantyo dilakukan sebelum memasuki masa pensiun. Dampak politisnya akan tergantung bagaimana reaksi Gatot Nurmantyo secara pribadi, institusi TNI, para politisi, dan berbagai komponen masyarakat.

Pasalnya, kata Karyononama Panglima TNI Gatot Nurmantyo saat ini sudah masuk dalam bursa calon presiden dan wakil presiden 2019. Maka bisa jadi, pergantian posisi Panglima TNI akan menjadi polemik di ranah publik.

“Tentu publik berharap masalah pergantian Panglima TNI ini tidak menjadi isu liar yang bisa menciptakan suasana gaduh, ” kata dia.

Namun demikian, lanjut dia dalam pertarungan politik elektoral, isu apapun bisa berpotensi untuk dikapitalisasi demi keuntungan elektoral, salah satunya dengan strategi “playing victim” (membuat posisi seolah-olah teraniaya).

Akan tetapi, kata dia jika seandainya pergantian Panglima TNI dilakukan tepat waktu, maka celah untuk mengkapitalisasi pergantian Panglima TNI menjadi komoditas isu tidak terlalu lebar.

“Tapi menurut saya, jika Panglima TNi Gatot Nurmantyo benar-benar serius maju di Pilpres 2019 apakah mau maju sebagai calon presiden atau wakil presiden, pergantian posisi panglima pada masa sekarang atau nanti tetap menguntungkan. Karena dari sisi waktu, bisa lebih fokus dan bisa konsentrasi mempersiapkan diri baik dalam menggalang dukungan partai maupun masyarakat (pemilih). Dengan demikian, posisinya lebih jelas dan tidak ada conflict of interest dengan jabatan sebagai Panglima TNI,” tukas Karyono.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs