Jakarta, Aktual.com – Pengamat ekonomi politik senior Ichsanuddin Noorsy menyebut mekanisme sektor energi, investasi, pangan, dan keuangan sejatinya terancam mengalami krisis.
Hal ini terjadi karena lemahnya penguasaan sumberdaya dan produksi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Di bawah pemerintahan Jokowi sejak 2014, telah berlaku harga pasar atas energi. Maka pada sektor energi, pangan dan keuangan, sesungguhnya bangsa Indonesia selalu terancam krisis,” tandas Ichsanuddi dalam catatan akhir tahun seperti keterangan resmi yang diterima, di Jakarta, Jumat (30/12).
Menurut Ichsanuddin, seperti pemerintah selama ini menjunjukkan rendahnya kewibawaan pemerintah dalam menghadapi dikte pasar. “Karena kondisi itu mengindikasikan, reputasi dan kredibilitas Pemerintah yang sesungguhnya lemah,” jels dia.
Untungnya, kata dia, dalam membantu ‘muka’ pemerintan ada pertolongan pada tanggal 14 Desember 2016, saat Mahkamah Konstitusi menolak gugatan pembatalan UU Nomor 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty. Tapi pertolongan tersebut tidak membawa arti banyak.
Ichsan menegaskan, penerapan model negara kekuasaan, kemudian sikap represif terhadap kelompok-kelompok masyarakat yang kritis, perilaku KPK terhadap kasus RS Sumber Waras dan proyek reklamasi, sikap politik penguasa dan lembaga peradilan terhadap penistaan Al Maidah 51, sekaligus potensi konflik Islam-Kristen, telah menunjukkan pemerintah itu tidak adil dan bijaksana dalam merespon dan mengatasi kegagalan sistem ekonomi politik dan dampaknya.
“Lagi-lagi, kondisi ini seakan memberi pesan, reputasi dan kredibilitas telah luruh. Sementara reputasi dan kredibilitas tokoh-tokoh masyarakat yang berbasis keagamaan justru terus meningkat,” tandas Ichsan.
Dalam dimensi menyeluruh dan utuh, kata dia, perang reputasi dan kredibilitas di tubuh pemerintahan sedang terjadi. Dan saat yang sama, masyakarat justru membuktikan bahwa tokoh-tokohnya memiliki reputasi dan kredibilitas itu.
Hal itu terlihat jelas dalam aksi unjuk rasa 4 November dan 2 Desember 2016 ysng menjadi perang urat syaraf sekaligus merupakan kenyataan rapuhnya reputasi dan kredibilitas Pemerintah.
“Tentu saja, fenomena ini tidak menguntungkan Pemerintah dan partai politik pendukungnya, terutama karena vulgarnya sikap keberpihakan membela Ahok, yang nota bene membela kepentingan para konglomerat itu,” tandas dia.
Jika kebijakan ini terus dilanjutkan, menurut dia, dirinya khawatir apa yang pernah disampaikannya pada masa Pilpres 2014 terjadi. “Dulu saya katakan, yakni bangsa ini akan terbelah (divided nation), masyarakatnya akan terpecah (split society), dan keluarga serta individu juga akan terpisah,” tutur dia.
Dia menambahkan, dampak lanjutannya adalah, makin menjauh dari semangat dan nilai-nilai yang hendak dicapai para pejuang kemerdekaan. “Situasi ini menunjukkan, kita membelakangi ekonomi konsitusi dan akhirnya kembali kehilangan harga diri di negeri sendiri,” pungkas Ichsanuddin.(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid