Karyawan terminal car melakukan pengecekan mobil yang akan diekspor ke beberapa negara Asia di terminal car Pelindo, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (28/7/2015). Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat volume ekspor mobil dalam bentuk utuh (completely built up/CBU) nasional mengalami penurunan pasca melemahnya perekonomian Indonesia beberapa pekan terakhir. Namun perubahan volume tersebut diperkirakan tidak akan mengalami penurunan signifikan pada lima besar produsen otomotif dengan penjualan terbanyak, yakni Toyota, Daihatsu, Mitsubishi, Suzuki, dan Honda. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com – Penurunan daya beli yang masih terus terjadi dirasakan juga dampak negatifnya oleh para pelaku usaha di industri pembiayaan. Mereka yang biasanya mengalami peningkatan kinerja karena penjualan mobil dan motor tinggi, sekarang tak terjadi lagi.

Menurut Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi Wiratno, kondisi penuruna penjualan kendaraan ini dipicu oleh fenomena penurunan daya beli di masyarakat. Sehingga masyarakat yang biasanya melakukan keredit kendaraan, baik roda dua atau pun roda empat, sekarang sudah mulai mengeremnya.

“Penurunan daya beli itu tentu sangat besar dampaknya terhadap kinerja kami, terutama pembiayaan di kredit otomotif baik motor maupun mobil,” kata dia, dalam acara Warta Ekonomi Indonesia Multifinance Consumer Choice Award 2017, di Jakarta, Selasa (31/10).

Menurutnya, jika tak ada penurunan daya beli, maka laju pertumbuhan industri pembiayaan bisa mencapai double digit.

“Saat ini, pertumbuhan kita masih 8,6 persen. Padahal kalau daya beli tak menurun bisa double digit. Tapi memang pertumbuhan tahun ini lebih baik dari tahun lalu. Indikator penurunan daya beli itu seperti penjualan sepeda motor sudah jelas menurun,” kata dia.

Makanya, kata dia, dengan fenomena penurunan daya beli ini, mau digenjot bagaimana pun juga akan susah mencapai pertumbuhan double digit.

“Ini yang kami sayangkan. Mestinya pemerintah ada stimulus yang bisa genjot perekonomian, sehingga daya beli bisa naik,” dia menambahkan.

Menurutnya, saat ini dengan penurunan daya beli ini industri ritel dan para industri skala UKM sendiri memang banyak terkena dampaknya. Padahal, saat ini pihaknya tengah menggenjot pembiayaan untuk sektor produktif terhadap para UKM.

“Ini jadi dilema. Padahal kredit modal kerja masih kecil dan baru mulai. Harapan kita kan tak hanya kredit konsumtif, tapi bisa kredit produktif. Saat ini portofolionya masih kecil tapi pertumbuhannya besar,” kata Suwandi.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka