Jakarta, Aktual.com – Beribadah haji, tentunya haruslah dapat memahami manasik haji. Karena manasik tersebut sangatlah penting dalam menjalankan serta melaksanakan ibadah haji.
Dalam khutbah Jumah, Syeikh Dr.Yusry Rushdy Gabr, di Masjid Al Asyraf Muqatthom Cairo pada tanggal 19 Agustus 2016 / 16 Dzulqadah 1437, mengatakan bahwa dirinya telah diberikan karunia untuk dapat melaksanakan ibadah haji.
“Alhamdulillah Allah SWT telah memberi karunia kepada saya untuk melaksanakannya beberapa kali,” ucapnya.
Akan tetapi saat tengah menjalankan ibadah haji tersebut dirinya sering melihat jamaah haji yang melakukan kesalahan dalam praktek ibadah hajinya.
Syech Yusri pun bertanya kepada salah satu jamaah tersebut. “Saya tanyakan kepadanya: “kamu sudah berapa kali melaksanakan haji?” dia menjawab :”ini haji saya yang ketujuh kalinya”.
Ia melanjutkan bahwa bagaimana bisa dalam ibadah haji tersebut belum juga mengetahui tata caranya secara mendetail. “Padahal jelas-jelas ibadah haji merupakan amalan ibadah dan tidak sulit untuk menguasai ilmunya apabila memang ada keinginan untuk belajar,” paparnya.
Syech Yusri menambahkan bahwa Rasulullah SAW hanya melakukan ibadah haji satu kali saja semasa hidupnya, sebelum diutus menjadi nabi (diusia remaja).
“Beliau selalu ikut berhaji bersama kaum Quraisy setiap tahun dengan tata cara haji yang sudah menjadi tradisi penduduk Makkah pada waktu itu, namun meskipun demikian atas bimbingan Allah SWT Nabi SAW ketika itu sudah sering melakukan wukuf di Arafah bersama orang-orang Arab non Quraisy lainnya, sementara bangsa Arab suku Quraisy tidak suka melakukan wukuf di Arafah mengingat diri mereka sebagai penduduk asli kota Makkah dan menamakan diri mereka dengan sebutan Ahlul Hums ( yang tidak pernah meninggalkan wilayah tanah haram saat melaksanakan ritual haji)”.
Kalau pun kaum Quraisy melakukan wukuf, maka mereka melakukannya di Muzdalifah yang termasuk wilayah tanah haram, bukan di Arafah.
Ketika Nabi SAW meninggalkan kaum Quraisy yang berwukuf di Muzdalifah dan bergabung bersama bangsa Arab non Quraisy di Arafah, mereka merasa heran dan bertanya kepada beliau : ”bukankah Engkau dari bangsa Quraisy?, bukankah Engkau diantara Ahlul Hums? Kenapa Engkau berkumpul bersama kami disini (di Arafah)?“.
Dari peristiwa tersebut dapat disimpulkan bahwa Nabi SAW adalah sosok yang senantiasa dalam bimbingan taufik Allah SWT, baik dimasa sebelum maupun sesudah beliau diutus sebagai Nabi dan Rasul.
Beliau adalah orang yang paling bahagia dan paling banyak mendapatkan taufik dan menjadi imam bagi orang-orang yang mendapatkan taufik. Oleh karena itu (pada masa kenabian) ketika aturan manasik haji diperintahkan, Allah SWT berfirman:
ثُمَّ أَفِيضُوامِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوااللهَ إِنَّ اللهَ غَفُورٌرَحِيمٌ
Artinya:Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat diatas merupakan perintah kepada bangsa Quraisy untuk melakukan wukuf di Arafah bukan di Muzdalifah.(Deden Sajidin)
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid