Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana akan merombak seluruh kawasan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara agar menjadi lebih modern. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Pengamat sektor kelautan dan perikanan Abdul Halim menyatakan bahwa berbagai perjanjian perdagangan pasar bebas di tingkat global saat ini berpotensi negatif terhadap perikanan nasional bila tidak ada pembenahan domestik.

“Setiap perjanjian internasional memberikan dampak negatif di sektor perikanan nasional,” kata Abdul Halim, di Jakarta, Minggu (18/11).

Pasalnya, menurut dia, saat ini kondisi perikanan masih cenderung amburadul dan menyulitkan nelayan tradisional berkompetisi di tingkat global, Abdul Halim yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan itu juga berpendapat bahwa saat ini masih minim proteksi dari hulu ke hilir sektor tersebut.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti menginginkan baik publik secara luas maupun perwakilan mereka di DPR dapat mengkaji seluruh isi perjanjian perdagangan internasional hingga sedetil-detilnya.

“Saya hanya ingin mempertegas sekali lagi, bahwa bab-bab yang sudah selesai dibahas perlu dibuka kepada publik agar tidak hanya publik tetapi juga DPR juga bisa mengkaji dampak isi perjanjian tersebut,” kata Rachmi Hertanti.

Untuk itu, ujar dia, pihaknya juga mendesak kepada pemerintah untuk transparan terhadap keseluruhan teks draf perjanjian perdagangan yang sedang dibahas.

Hal tersebut, lanjutnya, agar cara pandang pemerintah terkait dengan perjanjian perdagangan bebas tidak hanya terfokus kepada akses pasar atau ekspor-impor.

“Padahal, isi perjanjian itu sangat luas dan tidak hanya soal ekspor dan impor. Tetapi ada aspek dampak sosial dan hak asasi manusia yang dapat terlanggar akibat perjanjian tersebut,” paparnya.

Ia berpendapat, cara pandang negosiator dinilai masih kental terkait dengan akses pasar, yang dicemaskan ke depannya bisa berpotensi harus mengorbankan kepentingan publik secara luas.

Sebelumnya, Pemerintah siap menyelesaikan proses ratifikasi tujuh perjanjian perdagangan internasional yang selama ini masih tertunda karena harus melalui prosedur pelaporan dengan DPR.

“Keputusan ini diambil mengingat pentingnya penandatanganan perjanjian-perjanjian tersebut,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution seusai memimpin rapat koordinasi penyelesaian ratifikasi perjanjian perdagangan internasional di Jakarta, Rabu (7/11).

Darmin menjelaskan proses ratifikasi ini akan dilakukan sesuai UU Perdagangan Nomor 7 Tahun 2014 terutama pasal yang menyangkut ratifikasi perjanjian perdagangan internasional dan ditetapkan melalui penerbitan Peraturan Presiden.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka