Malang, Aktual.com — Praktik perdagangan satwa liar dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang cukup tajam.

Data Profauna Indonesia menyebut, kenaikan angka perdagangan satwa terus merangsek naik pada tahun 2015 hingga 70 persen.

Bila tahun lalu pada semester awal ada 22 kasus perdagangan satwa, tengah tahun ini sudah ada 37 kasus perdagangan satwa dilindungi yang cukup memprihatinkan.

Juru Kampanye Profauna, Swasti Prawidya Mukti, mengatakan, pihaknya sangat miris dengan naiknya angka penjualan satwa. Peraturan yang saat ini ada, kata dia, belum mampu memberikan efek jera, sehingga para pelaku pemburu dan penjual satwa masih bergentayangan.

“Salah satu cara untuk memberikan efek era bagi pelaku perdagangan satwa langka itu adalah dengan hukuman yang berat,” kata Swasti, Jum’at (17/7).

Agar hukuman bagi mereka yang suka menjual satwa bisa membuat jera, maka harus dirubah model hukuman dari maksimal menjadi minimal. “Jerat mereka dengan hukuman minimal yang berat, sehingga ada efek jera,” tandasnya.

Profauna, mendesak perlu segera adanya revisi UU nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya terutama pasal 40 yang menyangkut
sanksi.

“PROFAUNA berharap sanksi hukumannya dirubah bukan lagi maksimal, namun menjadi minimal, dengan demikian akan ada kepastian hukum bahwa pelaku kejahatan perdagangan satwa dilindungi itu akan mendapatkan hukuman yang berat”, pungkas Swasti.

Artikel ini ditulis oleh: