Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyebut DPR periode 2014-2019 sebagai macan ompong. Hal ini merujuk pada banyaknya cacat kinerja institusi tersebut. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Dari hasil Pemilu 2014 lalu, suara Partai Gerindra berada di posisi tiga setelah Golkar yang berada di posisi dua. Sehingga, secara otomatis Fadli Zon sebagai wakil pimpinan dari Gerindra menjadi Plt Ketua DPR.

“Dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota pimpinan lainnya menetapkan salah seorang di antara pimpinan untuk melaksanakan tugas pimpinan yang berhenti sampai dengan ditetapkannya pimpinan yang definitif,” katanya melanjutkan bunyi Pasal 87 ayat (3) UU MD3.

Fahri berdalih, kewenangan yang dimiliki Fadli Zon sebagai Plt Ketua DPR tidak beda jauh dari jabatannya sebagai Wakil Ketua DPR. Hal ini dikarenakan pimpinan legislatif itu bersifat kolektif dan kolegial sebagaimana diatur dalam Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2014 tentang Tata Tertib.

“Pimpinan DPR merupakan alat kelengkapan DPR dan merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial,” katanya menyinggung bunyi Pasal 27 ayat (3) Tata Tertib DPR.

Artinya, kewenangan yang diemban Fadli Zon tidak jauh berbeda dengan pimpinan DPR lainnya, seperti yang tertuang dalam Pasal 31 ayat (1). Salah satunya adalah memimpin sidang DPR dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan, menjadi juru bicara DPR, mewakili DPR dalam berhubungan dengan lembaga negara lainnya, serta mengadakan konsultasi dengan presiden dan pimpinan lembaga negara lainnya sesuai dengan keputusan DPR.

Artikel ini ditulis oleh: