Ilustrasi: Perintangan Tak Terbukti, Suap Menghukum: Perjalanan Kasus Hasto Kristiyanto hingga Vonis

Jakarta – Aktual.com, Januari 2020. KPK menangkap Komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam operasi tangkap tangan atau OTT atas dugaan menerima suap dari Harun Masiku, mantan caleg PDIP yang tak lolos Pemilu 2019, yang diduga mencoba masuk DPR melalui skema PAW (Pergantian Antarwaktu). Nama Hasto Kristiyanto, sebagai Sekretaris Jenderal PDIP, kemudian disebut dalam alur penyidikan awal sebagai bagian dari lobi politik partai dalam proses PAW tersebut.

Meski nama Hasto mencuat sejak 2020, KPK baru secara resmi menetapkan dirinya sebagai tersangka menghalangi penyidikan pada 23 Desember 2024 melalui Sprin.Dik:152/DIK.00/01/12/2024. Penetapan tersebut menjadi tonggak baru setelah bukti pendukung dinilai cukup oleh penyidik KPK untuk menjerat Hasto dengan dugaan obstruction of justice dalam kasus Harun Masiku.

Sikap Hasto sebagai tersangka diuji pada 13 Januari 2025, saat pemeriksaan berlangsung sekitar 3,5 jam di KPK. Hasto menegaskan tidak terlibat dan menyebutnya bagian dari kriminalisasi politik. Namun, KPK tetap menyatakan bukti cukup kuat. Komunikasi dan perintah melalui staf serta ajudan diyakini menjadi bagian skema perlindungan terhadap Harun.

Setelah penetapan tersangka dan pemeriksaan, pada 20 Februari 2025, KPK menahan Hasto di Rutan Cabang Jakarta Timur selama 20 hari. Penahanan dianggap strategis untuk mencegah penghilangan bukti dan pengaruh terhadap saksi. Hasto dan pendukungnya menilai langkah ini sangat politis, namun KPK menegaskan tindakannya legal dan prosedural.

Penahanan memicu gugatan praperadilan yang diajukan tim hukum Hasto pada akhir Februari 2025 ke PN Jakarta Selatan. Mereka menyoroti keabsahan keputusan KPK dalam penetapan tersangka dan penahanan. Namun pada 11 Maret 2025, hakim menolak seluruh permohonan, menyatakan KPK bertindak sesuai hukum dan memiliki alat bukti awal yang sah.

Dengan praperadilan ditolak, persidangan pokok mulai terbuka. Sidang perdana digelar pada 14 Maret 2025 di Pengadilan Tipikor Jakarta. Jaksa membacakan dakwaan yang menyebut Hasto menyusun skema sistematis mencakup penghilangan bukti, memfasilitasi komunikasi rahasia Harun, dan mempengaruhi saksi menggunakan jaringan internal partai.

Persidangan berlangsung hingga Mei 2025, dengan pengajuan sejumlah bukti digital: transkrip komunikasi seperti frasa ‘amankan Harun’, ‘atur keterangan’, serta bukti tekanan terhadap saksi agar memberikan kesaksian tertentu. Fakta-fakta ini menjadi titik terang dalam menilai sistematisnya dugaan obstruction of justice.

Pada 3 Juli 2025, jaksa menuntut 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider enam bulan kurungan. Tuntutan berasal dari Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 21 UU Tipikor, serta pelanggaran KUHP terkait suap PAW Harun Masiku.

Dalam pledoi atau pembelaannya, Hasto membaca sendiri pembelaannya. Ia membantah semua dakwaan, menyebut proses hukum dipolitisasi, dan perannya hanya administratif. Tim kuasa hukum menekankan tidak ada saksi langsung bahwa Hasto memerintahkan tindakan kriminal seperti penyembunyian bukti.

Puncak proses tiba hari ini, 25 Juli 2025, ketika majelis hakim menjatuhkan vonis 3 tahun 6 bulan penjara terhadap Hasto, membebaskan dia dari dakwaan perintangan penyidikan, tetapi menyatakan bersalah atas tindak pidana suap terkait PAW Harun Masiku.

Majelis juga menjatuhkan denda Rp250 juta, subsider tiga bulan kurungan jika tidak dibayar

Putusan hari ini jelas lebih ringan dibanding tuntutan JPU. Majelis hakim secara eksplisit menegaskan bahwa tidak ditemukan bukti keterlibatan Hasto dalam obstructive conduct, namun membuktikan keterlibatannya dalam suap subsidi pengurusan pergantian antarwaktu.

Hakim menyatakan aspek meringankan seperti kooperasi Hasto selama persidangan serta tidak pernah dihukum sebelumnya menjadi pertimbangan. Namun hakim menilai perlu adanya hukuman agar efek jera tetap tercapai.

Reaksi beragam muncul. Tim kuasa hukum menyatakan keputusannya dapat diterima, namun juga menyatakan rencana untuk mengajukan banding jika vonis tidak mencerminkan fakta lengkap di persidangan.

Sementara itu, KPK menyatakan akan menghormati putusan dan terus menjejaki kasus berjalan, terutama soal keberadaan Harun Masiku yang masih menjadi satu misteri hukum besar

Artikel ini ditulis oleh:

Andry Haryanto