Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini

Jakarta, aktual.com – Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai bahwa pergantian caleg terpilih mendistorsi kedaulatan rakyat karena tidak sejalan dengan sistem pemilu proporsional terbuka di mana caleg dengan suara terbanyaklah yang berhak untuk menjabat.

“Fenomena penggantian caleg terpilih sebelum pelantikan menjadi semakin marak karena dianggap cara yang lebih mudah untuk mengganti seseorang daripada pergantian setelah pelantikan dilakukan,” kata Titi saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat (13/9).

Dia menjelaskan hal itu tidak lepas karena KPU cenderung menyerahkan kepada partai karena dianggap sebagai masalah internal partai.

Hal ini berbeda dengan PAW setelah menjabat yang memberikan ruang kepada anggota DPR untuk menempuh upaya hukum sampai dengan keluarnya putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Menurutnya, tindakan partai yang memecat atau mengganti caleg karena masalah di internal cenderung tidak transparan dan akuntabel.

Sehingga, rentan menjadi tindakan yang sewenang-wenang dan beraroma transaksional.

Ia menuturkan biasanya caleg terpilih perempuan yang paling dirugikan karena jika mengalami penggantian secara sepihak, mereka cenderung untuk ikut saja karena tidak mau ribut.

Padahal, demi kepentingan afirmasi mestinya jika caleg perempuan diganti maka penggantinya juga harus diisi juga oleh caleg perempuan.

Lebih lanjut, Titi mengatakan fenomena itu juga megindikasikan adanya problem kaderisasi dan rekrutmen oleh partai politik di mana partai tidak mampu menjaga soliditas dan konsolidasi internal antar caleg.

“Partai juga ternyata tidak siap dengan hasil dari kompetisi terbuka sehingga mengintervensi keterpilihan caleg menyesuaikan dengan selera para elite partai,” ujarnya.

Oleh karena itu, KPU mestinya selain mengklarifikasi kepada partai dan caleg juga memberikan ruang bagi mereka yang melakukan upaya hukum untuk tidak serta merta diganti berdasarkan permintaan partai.

Kendati demikian, sambung dia, KPU harus menunggu proses hukumnya selesai dan berkekuatan hukum tetap. Hal itu dalam rangka menghormati suara dan pilihan rakyat agar tidak mudah dibajak oleh kepentingan partai.

Sebelumnya, Rabu (11/9), anggota KPU RI Idham Holik membenarkan bahwa lembaganya menerima surat dari beberapa partai politik untuk mengganti calon anggota legislatif (caleg) terpilih.

“Berkenaan dengan hal tersebut memang kami menerima beberapa surat dari pimpinan partai politik,” kata Idham saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (11/9).

KPU akan melakukan kajian terhadap surat tersebut. Apabila memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, KPU akan melakukan klarifikasi, baik terhadap partai politik yang mengajukan surat tersebut ataupun caleg terpilih yang digantikan atau diberhentikan tersebut.

Menurut Idham, hal tersebut perlu dilakukan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 yang menjelaskan apabila anggota partai politik yang diberhentikan melakukan gugatan ke pengadilan negeri, maka KPU harus menunggu selesainya pembacaan putusan gugatan tersebut.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain