Untuk itu, sambung Farah, DPR akan berkonsultasi dengan masyarakat sipil, akademisi, dan LSM untuk mendapatkan masukan terkait rancangan Perpres pelibatan TNI dalam penanganan terorisme.
“Jadi agar jangan sampai nanti ketika disahkan justru menuai kontroversi,” tutup Farah.
Sementara itu, Komnas Perempuan RI, Andy Yentriyani mengatakan, Perpres pelibatan TNI dalam penanganan terorisme belum mencerminkan adanya perspektif perempuan dalam menangkal terorisme.
“Padahal keterlibatan aktif dari perempuan telah terbukti berperan positif menjaga perdamaian,” tutur Yentri.
Kata dia, UU yang diacu oleh perpres ini mempunyai pasal-pasal multi tafsir, sehingga draft perpres ini juga jadinya bermasalah, seperti halnya terkait pengerahan TNI misalnya; tidak ada pembedaan yang jelas antara pegerahan yang sifatnya mendesak dan yang perlu konsultasi.
“Tidak ada kriteria yang memperhatikan kebijakan publik tersebut,” tegasnya.
“Definisi objek vital juga terlalu luas, sehingga menimbulkan multi tafsir. Jika masyarakat menentang pembangungan infrastruktur yang tidak dikonsultasikan kepada masyarkat terdampak misalnya, maka melalui rancangan perpres ini ada peluang untuk kriminalisasi,” sambung Yentri.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid