Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando
Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando

Jakarta, aktual.com – Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Muhammad Syarif Bando meminta hasil Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) bidang Perpustakaan 2020 yang diselenggarakan di Jakarta pada 25-27 Februari 2020 untuk ditindaklanjuti.

“Rakornas 2020 ini banyak menghasilkan pesan pesan positif. Diantara pesan tersebut adalah beberapa penegasan dukungan Menteri Dalam Negeri Tito terhadap pentingnya penguatan literasi dan kehadiran perpusatakaan di seluruh daerah di Indonesia,” ujar Syarif dalam keterangannya di Jakarta, Jumat [28/2].

Syarif menambahkan salah satu yang menjadi pesan besar adalah dukungan pembangunan perpustakaan di tingkat kecamatan dan desa/kelurahan baik yang bersumber dari APBD maupun swadaya masyarakat untuk memudahkan akses pelayanan bahan bacaan dan membangun budaya literasi.

“Mohon ini ditindaklanjuti dan menjadi perhatian bersama,” pesannya.

Ia menyatakan bahwa Rakornas itu sangatlah penting artinya untuk mensinergikan perpusatakaan di Indonesia. Perpustakaan harus terus berinovasi dan tetap fokus dan konsisten melaksanakan berbagai kegiatan yang memastikan pembangunan manusia masyarakat dan kebudayaan itu terwujud.

Ia juga mengingatkan pentingnya pengelolaan perpustakaan dan arsip sebagai penentu dari kemajuan bangsa.

“Kalau kita bicara tentang kecerdasan bangsa, semua tertuju pada perpustakaan. Tapi jangan lupa, kalau semua itu diawali oleh arsip. Semua pertama kali diletakkan pada arsip bernama undang-undang,” tambah dia.

Syarif mengibaratkan negara Indonesia sebagai pesawat terbang di mana perpustakaan dan arsip menjadi sayap yang menerbangkan pesawat tersebut.

Perpustakaan dibutuhkan untuk menciptakan bangsa yang maju yang memiliki budaya baca dan indeks literasi yang tinggi, sementara pengelolaan arsip yang baik diperlukan untuk membangun bangsa yang kuat yang didukung birokrasi yang kuat dan akuntabel.

“Perpustakaan dan arsip adalah dua komponen yang tidak terpisahkan, karena dua komponen itu, maka bisa menerbangkan sebuah negara yang maju, kuat dan berperadaban,” jelas dia.

Negara yang kuat adalah negara yang memiliki tingkat literasi yang tinggi, namun tidak sekedar mampu baca tulis, Syarif menuturkan terdapat empat tingkatan literasi yang ingin dicapai yakni pertama, kemampuan mengumpulkan sumber sumber bahan bacaan.

Indonesia saat ini masih kekurangan sumber bahan bacaan, padahal UNESCO mensyaratkan minimal 1 orang memiliki 3 buku bacaan baru dalam setahun.

Karena itu salah jika dikatakan Indonesia memiliki budaya baca yang rendah, karena minat baca di Indonesia tinggi, hanya saja tidak ada yang bisa dibaca.

“Di Indonesia satu buku ditunggu 5.000 orang, butuh waktu 13 tahun untuk satu buku bisa dibaca di seluruh pelosok Indonesia, kita kurang buku,” jelas dia.

Kedua, kemampuan memahami apa yang tersirat dari yang tersurat. Ketiga, kemampuan untuk mengemukakan ide atau gagasan teori baru, kreativitas atau inovasi baru dan keempat kemampuan menciptakan barang atau jasa yang bermutu yang bisa dipakai kompetisi global.

Pemerintah pun telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang memastikan adanya layanan perpustakaan di daerah sehingga masyarakat di seluruh pelosok memiliki bahan bacaan.

Pada 2019, tercatat Indonesia memiliki jumlah perpustakaan kedua terbanyak di dunia yakni sebanyak 164.610. Namun hal tersebut tidak didukung tenaga pustakawan yang hanya mencapai 12.000 dari total kebutuhan 600.000 orang.

“Kita bersinergi dengan perguruan tinggi untuk melakukan digitalisasi konten yang tersedia pada gawai hingga perpustakaan dapat menjangkau masyarakat yang lebih luas. Kita pastikan perpustakaan tidak terpisahkan dari generasi milenial,” jelas Syarif.

Artikel ini ditulis oleh:

Eko Priyanto