Di sisi yang lain, Partai Demokrat tampak berang terhadap Firman Wijaya yang telah menyeret Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas dalam pusaran kasus ini.
Terungkapnya nama Ibas sendiri berawal dari sebuah buku catatan Novanto yang dibawanya dalam persidangan pada 5 Februari 2018 lalu, atau di hari yang sama dengan terseretnya Puan dalam kasus yang sama.
Dalam buku tersebut, tampak sebuah skema yang bertuliskan ‘Just Collabolator’, ‘Nasarudin’, ‘Ibas Ketua Fraksi’ dan ‘US$ 500 ribu’.
Ketika ditanya lebih rinci mengenai siapa sosok Ibas yang ada dalam buku berwarna hitam terus, Novanto sendiri enggan memberikan komentar lebih jauh.
“No comment lah,” katanya singkat.
Sementara, Firman mengibaratkan buku hitam tersebut sebagai black box yang harus dicari untuk mengetahui kronologi dalam sebuah pesawat terbang yang mengalami kecelakaan.
Keberadaan buku hitam yang dibawa Novanto pun disebut Firman sangat penting untuk mengungkap fakta-fakta lain dalam kasus e-KTP.
“Saya rasa buku yang digunakan itu, saya menyebutnya kalau pesawat jatuh itu pasti ‘black box’, harus dicari,” kata Firman.
Ibas sendiri memang sama sekali tidak memberikan tanggapan apa pun hingga kini. Namun, masalah ini justru direspon langsung oleh sang ayah, yang juga Ketua Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
SBY diketahui berang terhadap tudingan ini lantaran pusaran kasus e-KTP telah menyeret tidak hanya Ibas seorang, tetapi juga namanya sendiri.
Ia bahkan sempat menyebut tindakan Novanto sebagai “Air susu dibalas air tuba”. Tidak hanya itu, ia juga menyebut bahwa tudingan ini sebagai salah bentuk permainan politik yang mendiskreditkan dirinya.
“Ini perang saya, this is my war. Perang untuk keadilan,” tandasnya.
Berbeda dengan PDIP atau Puan yang cenderung memilih menahan diri, SBY langsung bereaksi dengan melaporkan Firman kepada Bareskrim Polri pada 6 Februari 2018, selang sehari setelah nama Ibas muncul di media massa.
Menariknya, tindakan SBY ini justru dilakukannya saat nama Ibas muncul ke permukaan. Padahal sebelumnya, dalam dakwaan Irman disebutkan bahwa Partai Demokrat merupakan satu dari tiga partai besar yang menerima aliran dana e-KTP.
Berdasarkan pengakuannya, Irman mengatakan adanya pemberian cek sebesar Rp 150 miliar kepada Partai Demokrat.
SBY sendiri sempat menyebutkan adanya pertemuan yang diadakan khusus untuk menjatuhkan Cikeas lewat e-KTP. Berdasarkan informasi yang didapatnya, pertemuan ini dihadiri oleh mantan Ketum Demokrat Anas Urbaningrum, Firman Wijaya, Mirwan Amir dan Wakil Sekjen Partai Demokrat Saan Mustopa.
Namun, tudingan ini telah dibantah langsung oleh Anas Urbaningrum melalui kicauan twitter-nya.
“Terpikir untuk bikin pertemuan saja tidak pernah. Tidak ada hujan kok tiba-tiba ada banjir hoax,” celetuk Anas.
Sedangkan Firman menganggap laporan SBY kepada kepolisian sebagai bentuk intimidasi terhadap dirinya yang sedang menjalankan tugas sebagai pengacara.
Laporan SBY yang belakangan diikuti oleh Divisi Hukum Demokrat pun ditanggapi Firman dengan mempersiapkan belasan pengacara lainnya.
Sikap KPK
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan
Nebby