KPK sendiri tengah berada di posisi yang terjepit antara Demokrat dan PDIP. Lembaga ini masih cenderung berhati-hati dalam terseretnya nama Puan dan Ibas dalam kasus e-KTP.

Hal ini tampak dalam ucapan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang saat ditanya Aktual, beberapa waktu lalu. Saut pun menyerahkan masalah ini kepada penyidik.

“Pembuktian kalau memang harus dikembangkan ke sejumlah nama lain, penyidik nanti yang akan melihat relevan atau tidak,” ucap Saut.

Ia menambahkan, penyidik KPK selalu mengembangkan kasus-kasus korupsi dalam koridor hukum. Sehingga nantinya, jika memang sudah cukup bukti yang terkumpul, pihaknya tidak segan untuk memanggil pihak yang berkepentingan, meskipun anak dari mantan Presiden sekalipun.

Sementara, juru bicara KPK, Febri Diansyah menegaskan bawha pihaknya akan mendalami keterangan Ganjar tentang keterlibatan Puan dalam pengadaan proyek e-KTP di DPR.

Menurutnya, KPK tidak akan tebang pilih dalam menelisik keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus ini.

“Tentu saja saksi-saksi yang kita panggil kalau memang ada informasi yang dibutuhkan dari para saksi tersebut,” kata Febri, di Kantornya, Jakarta, 8 Februari lalu.

Namun demikian, Febri menegaskan bahwa pihaknya tidak ingin terjebak pada buku hitam milik Novanto saja. Menurutnya, kalaupun memang informasi dalam buku tersebut memang penting untuk pengembangan penyidikan, semestinya Novanto membeberkannya di persidangan.

Ia menjelaskan, catatan Novanto dalam buku hitam itu hanya akan menjadi coretan biasa yang tidak memiliki kekuatan hukum jika tidak disampaikan di pengadilan.

“Kecuali jika disampaikan dalam proses persidangan. Ketika itu disampaikan di persidangan, proses yang pro justicia tentu kami akan melakukan kroscek dan melihat kesesuaian dengan bukti-bukti yang lain,” jelas mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) ini.

Ia menambahkan, pemanggilan Puan sangat mungkin terjadi dalam waktu dekat ini. Hanya saja, Febri menegaskan bahwa pihaknya akan menunggu fakta persidanan Novanto terlebih dahulu.

Karenanya, Febri pun berharap agar Novanto dapat lebih lantang dalam ‘bernyanyi’ di pengadilan.

“Kalau memang misalnya Setnov buka peran pihak lain termasuk misal ketua fraksi (Puan Maharani) yang mungkin pernah berinteraksi dengan Setnov di DPR, maka tentu akan positif untuk penanganan perkara ini,” paparnya.

Pemeriksaan Puan sendiri mendapat dukungan dari sejumlah praktisi ataupun pengamat hukum di tanah air. Pengamat hukum tata negara Margarito Kamis misalnya, berpendapat bahwa pemanggilan Puan oleh KPK dapat membuat proses penyidikan kasus ini lebih tranparan dan adil. ‎‎

”Saya kira masuk akal (Puan Maharani) buat dipanggil,” ‎kata Margarito.

Ia mengatakan terdapat alasan yang jelas kenapa Puan mesti masuk ruang riksa. Penyidik sambung dia, dapat mengetahui bagaimana kondisi pembahasan proyek itu diinternal PDIP, hal ini mengingat partai besutan Megawati Soekanroputri tersebut, disebut saksi sebagai salah satu partai yang mendapat gelontorang uang e-KTP selain Golkar dan Demokrat.

Selain itu menurut Margarito, pemeriksaan Puan dapat membuat penyidikan kasus e-ktp transparan dan adil. sebab Puan menjadi satu-satunya ketua fraksi yang belum diperiksa KPK, sementara dua partai lain masing-masing Partai demokrat ‘diwakilkan’ Anas Urbaningrum dan Jafar Hapsah sementara Golkar Setya Novanto.

“Saya kira bukan soal tebang pilih (saja), tetapi supaya penanganan kasus ini komprehensif. Beralasan memanggil semua orang yang memegang otoritas memberi arahan ke anggotanya. Beralasan buat diminta keterangan,” kata dia.

Hal yang sama pun dinyatakan oleh Guru Besar Pidana Universitas Padjajaran, Romli Atmasasmita. Romli merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK), KPK dapat memanggil Puan untuk dimintai keterangan terkait megakorupsi e-KTP.

Terlebih pada saat penggodokan proyek e-KTP pada 2011-2012 silam, PDIP merupakan fraksi ketiga terbesar di parlemen.

“Sesuai dengan putusan MK, pengertian saksi diperluas tidak hanya setiap orang yang mendengar, melihat atau mengalami peristiwa pidana tetapi juga yang mengetahui peristiwa tersebut,” kata Romli saat dihubungi, Selasa (6/2).

Demi persamaan hukum, kata Romli, Puan harus diperiksa karena sejumlah kader dan pimpinan Badan Anggaran DPR dari Frasksi PDIP pun sudah diperiksa penyidik KPK.

“Seharusnya KPK periksa semua pihak yang disebut di dalam persidangan karena menjadi kebiasaan KPK fakta persidangan dijadikan dasar untuk pengembangan proses penyidikan kasus tipikor,” kata Romli.

Wildan/Nebby

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan
Nebby