Pekerja membuat buah catur di industri rumahan kawasan Purwodadi, Pasuruan, Jawa Timur, Selasa (3/1). Produksi catur yang dijual dengan harga Rp130 ribu per set tersebut dikirim ke berbagai kota seperti Jakarta, Surabaya, dan Semarang. ANTARA FOTO/Umarul Faruq/kye/17

Jakarta, Aktual.com – Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) menyatakan bahwa kendati pertumbuhan ekonomi 2016 mencapai 5,02 persen, namun faktanya dilapangan tetap tidak berkualitas.

Sebab dalam kenyataannya masih ada pelemahan dari sisi produksi dan pertumbuhan sektor tradable yang mestinya menjadi tulang punggung perekonomian ternyata masih terus anjlok.

“Pertumbuhan ekonomi sektor-sektor non tradable lebih tinggi dibanding sektor-sektor tradable. Justru sektor industri pengolahan hanya tumbuh 4,29 persen melambat dibanding 2015,” cetus peneliti INDEF, Ahmad Heri Firdaus, di Jakarta, Kamis (9/2).

Dengan adanya pelemahan sektor tradable membuat terjadi deindustrialisasi yang terlalu dini. Ini tentu sangat membahayakan. Justrubyang bertumbuh adalah sektor jasa yang dianggapnya malah terlaku dini.

“Kenapa adanya deindustrialisasi yang terlalu dini? Karena memang terlihat industri yang ada belum optimalkan sumber daya yang dimiliki untuk proses penciptaan nilai tambah industri dan perluasan lapangan kerja yang optimal,” papar dia.

Selain itu, peranan perekonomian juga ternyata lebih terkonsentrasi di pulau Jawa sebanyak 58,49 persen atau lebih besar dari 2015 sebesar 58,29 persen. Selama ini di Sumatera itu cuma tumbuh 22,03 persen atau turun dari 22,21 persen.

“Berarti yang terjadi memang peranan ekonomi dari non Jawa terutama Indonesia Timur masih sedikit. Kalau begitu, dimana realisasi dari ‘membangun dari pinggir’ itu. Ini patut dipertanyakan,” pungkasnya.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh: