Mirage 2000-5 fighter jets
Mirage 2000-5 fighter jets

Jakarta, Aktual.com – Meskipun pembelian 12 pesawat Mirage 2000-5 bekas AU Qatar dengan fasilitas kredit ekspor atau pinjaman luar negeri, namun sebenarnya kredit itupun tetap akan dibayar dari uang rakyat yang bersumber dari APBN.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat Terhadap Pencegahan dan Pemberantasan Tipikor, kami merasa perlu mempertanyakan alasan pembelian 12 pesawat Mirage 2000-5 bekas AU oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan).

Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, menjelaskan hal ini sebagai tanggapan terhadap pernyataan Menhan Prabowo Subianto yang menyebut adanya pihak yang mencela kebijakannya dalam membeli pesawat tempur dari Qatar.Terungkap Tokoh Diduga di Balik Pembelian 12 Pesawat Tempur Bekas oleh Kemhan

Yusri menyatakan bahwa sejak tahun 2009, ketika Menhan RI dijabat oleh Yuwono Sudarsono, pemerintah Indonesia telah menolak hibah pesawat tempur Mirage 2000-5 secara gratis dari Menhan Qatar.

“Selain itu, selain umurnya pesawat yang saat ini sudah hampir 27 tahun digunakan oleh AU Qatar, ternyata Mirage 2000-5 adalah pesawat generasi ketiga, sedangkan pesawat Rafale yang telah dibeli oleh Kemhan adalah generasi ke-4,5, sementara negara lain saat ini sudah memiliki pesawat tempur generasi keenam,” lanjut Yusri.

Yusri menjelaskan bahwa kebijakan membeli pesawat bekas yang sudah cukup tua tersebut juga bertentangan dengan himbauan Presiden Jokowi yang pernah disampaikan oleh Panglima TNI ketika Moeldoko menjabat pada tahun 2015, yaitu agar TNI AU ke depan tidak membeli pesawat bekas lagi. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Moeldoko setelah kecelakaan yang menimpa pesawat F15.

“Ironisnya, masyarakat luar negeri lebih mengetahui detail pembelian pesawat ini daripada rakyat Indonesia, karena majalah Israel Defence telah melaporkan sejak 12 Juni 2023 bahwa Exalibur International terlibat dalam transaksi 12 pesawat Mirage 2000-5 senilai EUR 733 juta atau setara dengan Rp 12 triliun,” kata Yusri.

Yusri mengatakan bahwa publikasi tersebut tentu saja memicu keraguan publik terhadap transaksi pembelian pesawat tersebut. Terlebih lagi, berdasarkan jejak digital, terungkap bahwa pada acara Indo Defence Expo yang berlangsung mulai 3 November 2022 hingga 6 November 2022, Norman Joesoef dari Republikrocp menandatangani kerjasama dengan Excalibur International.

Penandatanganan kerja sama tersebut juga disaksikan oleh Wamenhan RI, M Herindra, dan Wamenhan Ceko, Daniel Blažkovec Norman.

“Sebelumnya, kami mendapatkan informasi bahwa Excalibur International telah diundang oleh Dirjen Potensi Pertahanan (Pothan), pada hari Kamis tanggal 2 Juni 2022, di Ruang Direktorat Tekindhan. Adapun agenda pertemuan tersebut adalah pembahasan draf ofset pada Multi Program Pengadaan Alpalhankam dari Exalibur Ceko,” tegas Yusri.

Selain itu, menurut hasil investigasi yang dilakukan oleh tim CERI, jejak Norman telah terendus sebagai pemasok alat utama sistem pertahanan (alutsista) TNI sejak tahun 2017. Awalnya, Norman berhasil memasok 4 unit kendaraan tempur (ranpur) Pandor II 8×8.

Menurut media Indomiliter.com (6/2/2017), pada akhir November 2016, Czechoslovak Group mengumumkan bahwa mereka telah mendapatkan kontrak pengadaan M3 Amphibios Rig dan 4 ranpur Pandur II 8×8 senilai USD 39 juta dari Indonesia.

Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanudin juga telah mengkritik pembelian pesawat tempur dari Qatar. Ia menyoroti bahwa pembelian ini bukan bagian dari rencana strategis (renstra) program minimum essential force dalam pembangunan alutsista TNI yang diatur dalam Keppres. Renstra tersebut terbagi menjadi tiga bagian (mulai dari 2009 hingga 2024). Presiden Jokowi telah memberikan arahan agar renstra tersebut dilanjutkan hingga selesai.

“Selain itu, tidak ada perintah dari Presiden untuk mengubah Keppres, sehingga kita harus konsisten menyelesaikan program minimum essential force tahap ketiga yang sekarang mencapai angka 68%-70%. Apakah pembelian pesawat Mirage ini merupakan bagian dari renstra? Tidak ada,” kata Hasanudin.

Oleh karena itu, menurut Yusri, janganlah menyalahartikan kritik kami, tetaplah tenang, karena kritik kami bertujuan untuk memastikan negara ini dikelola dengan lebih baik demi kesejahteraan rakyat.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan