Apalagi secara ilmiah, menurut Michdan, aksi mengecor kaki merupakan hal yang amat tidak rasional. Dengan begitu polisi harus mengusut terkait daya tahan fisik korban hingga awal mula dilakukannya aksi cor kaki.

“Itu diluar kelaziman, tidak wajar. Polisi harus periksa fisik korban dan meminta keterangan peserta unjuk rasa yang lainnya bagaimana kondisi korban serta bisa terlibat aksi cor kaki,” ungkapnya.

Meninggalnya salah seorang peserta aksi cor kaki tolak pabrik semen akhirnya menjadi perhatian kepada masyarakat yang masih berunjuk rasa. Michdan mengingatkan agar masyarakat yang terlibat dalam unjuk rasa benar-benar memahami permasalahan dan mengetahui dampak tindakan unjuk rasa dilakukan.

“Ini patut jadi perhatian semuanya. Dengan begini menunjukkan masih ada masyarakat yang sebetulnya tidak paham persoalan pabrik semen serta apa akibatnya dengan mengecor kaki. Semua perlu dipertanyakan,” beber Michdan.

Michdan berpendapat, jika memang keberadaan pabrik semen dianggap merusak lingkungan, maka pemerintah pusat dan daerah diminta melakukan audit terhadap hal itu.

“Seperti penolakan keberadaan pabrik PT Semen Indonesia di Rembang (Semen Rembang), di Jawa Tengah, itu punya BUMN yang otomatis modal negara. Sudah ada 12 pakar lingkungan yang menyatakan amdalnya layak, jadi bukan terjadi secara sporadis,” tutur Michdan.

Hal positif lain, kata Michdan, juga perlu menjadi pertimbangan dengan hadirnya Semen Rembang, seperti aspek peningkatan ekonomi untuk masyarakat sekitarnya. Dia mengungkapkan, sudah banyak masyarakat di sekitar areal pabrik Semen Rembang yang terbantu pendapatan ekonominya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka